BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tradisi
keagamaan sebagai bagian dari simbol agama meneguhkan eksistensi agama dalam
kancah sosial, politik, maupun budaya. Perjuangan simbolik dan budaya akan terus digali dan diupayakan oleh penganut agama dari akar historis-ideologis maupun
dari ajaran suci yang disebut the politics of
meaning. Peran dan pengaruh agama untuk meneguhkan
eksistensinya berpeluang besar memunculkan konflik kepentingan. Pada akhirnya posisi agama akan saling
bertabrakan baik antar agama maupun
antar kelompok dalam suatu agama sendiri.
Sejalan dengan
potensi konflik dalam tubuh agama, Samuel P. Huntington juga memprediksi kondisi masyarakat saat
ini syarat akan konflik yang semakin rumit. Menurut Huntingtone, globalisasi
memberikan andil besar besar pada situasi peradaban manusia. Kepentingan perebutan kekuasaan ekonomi dan politik
memberikan akibat benturan kepentingan antar peradaban. (Huntingtone 2000 ) Terkait dengan asumsi ini,
maka posisi agama sebagai sesuatu kepercayaan tentunya juga akan mengalami
benturan yang hampir sama, tidak hanya karena faktor internal agama
sebagai sebuah keyakinan tetapi juga faktor dari luar yaitu konflik kepentingan perebutan pengaruh
kebudayaan, politik dan ekonomi.
Sedikit berdeda dengan pandangan Samuel, John Naisbitt melihat bahwa di era global justru memberikan pengaruh positif pada perkembangan
agama. John Naisbitt
(1988) dalam bukunya yang berjudul Global Paradox mungkin dapat menjadi angin segar bagi
kelompok atau penganut-penganut agama minoritas. Globalisasi menurut Naisbitt, justru
memperlihatkan hal yang bersifat paradoks dari fenomena globalisasi. Semakin
orang-perorang menjadi universal sebagai akibat dari pengaruh globalisasi, maka
tindakan yang dilakukan justru semakin kesukuan, dan berpikir lokal, untuk
bertindak global. Sehingga, apa yang dimiliki oleh kelompok masyarakat lokal
justru menjadi modal untuk menunjukkan eksistensinya. Situasi inilah yang berpotensi akan menggiring agama-agama yang tercampur dengan tardisi lokal bangkit menunjukkan esistensinya.
Kasus-kasus besar dalam aliran ”sesat” yang terungkap dan diekspose media diantaranya: Ahmadiyah,
Aliran Kerajaan Tuhan Eden yang dipimpin
Lia Aminudin yang mengaku sebagai Jibril Ruhul Kudus dari kerajaan Tuhan
"Eden", aliran ”sesat” al-Qiyadah al-Islamiyah pimpinan Ahmad
Mushaddeq, dan aliran yang dipimpin oleh Yusman Roy yang melakukan sholat
dengan bahasa Indonesia adalah pratanda
bahwa kebangkitan agama-agama
yang selama ini dianggap bersebrangan dengan maintream agama telah
bangkit.
Kebangkitan
agama-agama baru yang dengan mudah dikatakan sebagai kelompok sesat, menurut
pandangan Komaruddin
Hidayat adalah juga merupakan sebuah gejala,
agama-agama yang selama ini menjadi mainstream tidak dapat memenuhi harapan
untuk menjawab tantangan kehidupan sosial yang dialami umat. Agama istabilis
yang ada berubah menjadi ortodoksi dalam kehidupan keagamaan.
Akantetapi tidak mampu memberikan solusi dalam mengatasi kegelisaan ruhani dan juga
kegelisaan sosial. (Error!
Hyperlink reference not valid.publikasi/artikel/kebangkitan-agama-di-era-post-religion.html)
Setelah sejenak kehidupan keagamaan di masyarakat tenang, kini kembali
kehidupan keberagamaan masyarakat Indonesia kembali diguncang oleh munculnya
aliran atau paham yang dipandang “sesat”. Di Kudus sebagaimana diberitakan oleh banyak media
muncul aliran serupa. Pada hal, kompleks masjid menara merupakan simbol religi
masyarakat Kudus yang di dalamnya terdapat sejumlah tokoh agama kharismatik dan
sekaligus sumber ilmu agama. Diseputar masjid Menara juga terdapat puluhan
pesantren yang menjadi tempat masyarakat santri menimba ilmu agama.
Melalui surat
pernyataan yang dikeluarkan oleh Majlis Ulama Indonesia (MUI) Cabang Kusus,
tanggal 10 November 2009, MUI Kabupaten memberikan keterangan bahwa aliran R. Sabda Kusuma
dinyatakan sesar. MUI berdalih, sahadat yang
diucapkan oleh para mengikut R. Sabda Kusuma telah menodai keyakinan keagamaan
umat Islam, karena dalam sahadat yang diucapkan mengakui pimpinan R. Sabda
Kusuma sebagai nabi selain Muhammad.
Dalam sebuah
pemberitaan, MUI Kabupaten Kudus, Muhammad Syafiq Naschan mengatakan bahwa aliran yang
bernama R. Sabda Kusuma sebagai aliran
sesat karena mengubah kalimat syahadat yang biasa diamalkan umat Islam menurut
aturannya sendiri. "Seharusnya, bunyi syahadat rasul pada kalimat terkahir
`asyhadu anna Muhmmadan Rasululllah`. Tetapi aliran ini mengubah menjadi
`asyhadu anna R. Sabda Kusuma Rasulullah,". (www.antara.co.id)
Lokasi yang
menjadi tempat tinggal pimpinan R. Sabda Kusuma yaitu di Kauman Menara RT 01/ RW I Kecamatan Kota, Kabupaten
Kudus. Aliran tersebut diduga telah lama berkembang, mengingat jumlah
pengikutnya sekitar 60 orang. Dengan terungkapnya aliran itu sontak membuat resah warga setempat. Apalagi,
lokasi rumah R. Sabda Kusuma masih berada di lingkungan komplek Masjid Menara
Kudus yang menjadi pusat keagamaan masyarakat Kudus. Kekhawatiran
masyarakat, aliran ini akan menyebar ke
warga lain serta santri-santri yang sedang menimba ilmu di seputar masjid
Menara.
Atas kasus itu, Masyarakat Kudus mendesak pada pemerintah untuk melakukan
proses hukum terhadap pimpinan Sabda Kusma. Pelanggaran yang dituduhkan
masyarakat pada R. Sabda Kusuma yaitu menyebarkan aliran atau paham sesat yang
dikuatkan oleh surat keputusan MUI Kabuten Kudus. Akan tetapi ketika masuk pada
ranah hukum kepolisian, tuntutan masyarakat untuk mengadili R. Sabda Kusuma
pada ranah hukum kasus penodaan agama justru beralih pada kasus pemalsuan
dokumen kependudukan.
Muncul tanda
tanya besar di masyarakat, apakah R. Sabda Kusuma itu benar-benar sesat ataukan
hanya korban dari kepentingan politik atau ekonomi kelompok tertentu. Faktanya,
Sabda Kusma yang telah mendapatkan justifikasi sesat dari MUI, justru ketika
sampai pada ranah hukum, fakta hukumnya justu berbelok pada pemalsuan data
kependudukan. Sementara itu dampak sosial dari labelisasi sesat telah dirasakan oleh masyarakat
yaitu kegelisahan dalam kehidupan beragama. Bahkan tanda-tanda munculnya
konflik kearah tindakan anarkhis
pernah juga terjadi.
Pada tanggal 23
November sejumlah massa dari kelompok masyarakat menara, mengaku resah atas
keberaan R. Sabda Kusuma tinggal di Desa Kauman. Ketidak sabaran Masyarakat
menunggu proses penyelidikan dengan ditambah dengan isu-isu yang berbau
ancaman membuat massa mendatangi rumah R. Sabda Kusuma. Massa dengan beringas meminta kepada R. Sabda
Kusuma untuk segera meningglakan rumahnya. Oleh karena
penelitian terhadap keberadaan aliran atau paham R. Sabda Kusuma sangat
diperlukan untuk memberikan gambaran utuh kepada masyarakat dan pemerintah
bagaimana rentetan kasus R. Sabda Kusuma itu muncul dan bagaimana dampaknya
terhadap kerukunan umat beragama di Kabupaten Kudus.
B.
Fokus dan Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini fokus permasalahan yang diajukan yaitu: bagaimana dampak dari tuduhan sesat terhadap paham
R. Sabda Kusuma terkait dengan kehidupan
sosial keagamaan masyarakat di Kabupaten Kudus? Adapun rumusan masalah penelitian yang diajukan yaitu :
1.
Siapa sebenarnya R. Sabda Kusuma?
2.
Bagaimana pokok-pokok ajaran yang dianut oleh R. Sabda Kusuma?
3.
Apa yang menjadi latar belakang munculnya tuduhan sesat terhadap kelompok R. Sabda Kusuma?
4.
Dimanakah letak ajaran R. Sabda Kusuma yang dipandang
oleh masyarakat menyimpang?
5.
Bagaimana implikasi
dari tuduhan sesat terdadap R. Sabda Kusuma dalam kaitannya kehidupan
sosial keagamaan masyarakat di
Kabupaten Kudus?
C.
Tujuan
Penelitian ini
secara umum bertujuan untuk mengetahui implikasi dari penyebaran Paham R. Sabda
Kusuma terhadap kehidupan keagamaan
masyarakat di kabupeten Kudus
Adapaun tujuan khusus dari penelitian ini
yaitu, untuk:
1.
Mengetahui sosok R. Sabda Kusuma;
2.
Mengetahui pokok-pokok ajaran yang dianut oleh R. Sabda
Kusuma;
3.
Mengetahui latar belakang munculnya tuduhan sesat terhadap R. Sabda Kusuma;
4.
Mengetahui letak ajaran R. Sabda Kusuma yang dipandang
oleh masyarakat menyimpang;
5.
Mengetahui dampak dari tuduhan sesat terdadap R. Sabda Kusuma dalam kaitannya kerukunan umat beragama di Kabupaten Kudus.
D.
Manfaat
Manfaat yang
diperoleh dari penelitian ini yaitu:
1.
Sebagai bahan informasi dan dokumentasi ilmiah untuk masyarakat
terkait keberadaan aliran R. Sabda Kusuma.
2.
Sebagai bahan pertimbangan pemerintah dalam menangani kasus
penistaan/penodaan agama di masa akan
datang.
E.
Kerangka Konsep
Memahami apa itu agama adalah usaha yang sangat sulit. Pendefinisian
agama justru semakin mempersempit arti agama yang sesungguhnya. Agama sebagai
pengalaman pribadi yang melekat secara individu, sangat sulit untuk bisa
digeneralisasi dalam terminologi. Selain itu pendefinisian agama sendiri oleh
para ahli juga sangat dipengaruhi oleh subjektifitasnya sendiri. Sehingga
semakin banyak definisi agama yang dimunculkan justru memunculkan perspekif
baru akan arti agama yang sangat bergantung pada pendekatan keilmuan yang
digunakan.
Tylor dan Frezer mengkaji agama dengan pendekatan antropologi-sejarah. Bagi
Tylor dan Frezer untuk menjelaskan tentang agama perlu ditelusuri secara detail
asal muasal agama itu dari bentuk yang paling awal (primitive)
hingga masa sekarang. Dalam pendekatan ini, munculnya agama bisa dianggap
sebagai hasil dari pergulatan manusia dengan alam. Proses kejadian muncul
secara perlahan-lahan dari sebuah embrio agama yang sifatnya sangat sederhana (primitive)
kemudian berkembang diberbaharui dan disempurnakan secara terus menerus
oleh akal budi manusia sampai menuju kesempurnaan yang ideal menurut
kebudayaan. (Scraf 1995)
Berbeda dengan kajian yang dilakukan oleh Tylor dan Frezer, Sigmund Freud
sebagai ahli psikologi mengkaji agama sebagai bentuk dorongan alam bawah sadar
manusia yang secara alami condong pada kenikmatan. Dari teori
psikoanalitik, Freud menjelaskan bahwa respon emosional terhadap gejala-gejala
sosial yang menekan batin mendorong manusia untuk lari mengenal agama. Agama
adalah bentuk pelarian kecemasan batin manusia, sehingga bagi Freud agama
sebenarnya tidak ada akan tetapi muncul dari manusia sendiri. Freud juga yakin
bahwa ide-ide agama itu tidak berasal dari Tuhan atau para dewa, karena Tuhan
tidak ada, agama adalah sebatas upaya pengharapan manusia yang paling mendesak
untuk memenuhi kebutuhan psikologisnya. (Pals 2001)
Dari akar pemikiran filasafat Freud berkembang pemikiran kearah yang lebih
radikal. Karl Hendrik Marx yang berlajar Filsafat Freud dari Feurbach
memberikan kritik tajam tentang esistensi Tuhan. Bagi Marx, Tuhan adalah sosok
yang asing yang akan merenggut kebebasan manusia. Karena kehadiran Tuhan dalam
diri manusia justru mengecilkan keberadaan manusia sebagai sebuah
realitas yang nyata. Manusia dipaksa untuk mengakui bahwa Tuhan adalah
segala-galanya sementara realitasnya masih diragukan. Bahkan, dengan bahasa
yang singkat Marx berkata “agama adalah candu”. (Louis 1990)
Sebagaimana sifat candu, maka kebahagiaan yang ada dalam diri manusia
adalah semu. Oleh karena itu bagi Marx agama tidak lain adalah tanda
keterasingan manusia dari kehidupannya sendiri. Agama adalah jalan pelarian
yang mudah bagi manusia untuk mewujudkan kebahagiaan dengan berangan-angan akan
kebahagiaan yang dijanjikan Tuhan. Maka, ketika kebahagiaan sejati manusia
didapatkan dengan menggali potensi yang ada pada diri manusia, dengan
sendirinya Tuhan akan ditinggalkan. Untuk itu bukan agama yang harus ditiadakan
tetapi penyebabnya yang utama yaitu realitas sosial. Dari itu selanjutnya Marx
tidak memberikan perhatian yang lebih pada agama, tetapi pada realitas dimana
manusia tidak memiliki hakekatnya yang sejati yaitu wujud ketidakadilan manusia
dibidang ekonomi.
Sentuhan
realitas sosial yang dimunculkan oleh Karl Marx dalam kajian agamanya kemudian
dikembangkan oleh Emile Durkheim. Durkheim menyetuskan sebuah teori yang
sangat terkenal, yaitu bahwa agama tidak dapat dipisahkan dari realitas
masyarakat. Agama dan masyarakat satu sama lain saling membutuhkan. Bagi Durkheim
agama adalah sebuah sistem terpadu dari kepercayaan dan praktek dari hal-hal
yang bersifat sakral. Oleh karena itu dalam prakteknya, agama selalu
berhubungan dengan komunitas moral (tempat-tempat ibadah) yang di dalamnya
terlibat sebuah kepentingan kelompok. Sehingga kepercayaan dan ritual agama
berperan ketika kepentingan kelompok mengemuka dalam pikiran, sedangkan
yang sakral berperan sebagai titik utama klaim-kebenaran yang mengatur
tradisi dalam komunitas.
Dimensi pemikiran yang luas dari kajian agama juga dikembangkan Clifford
Geertz yang melihat kajian agama pada pendekatan sosial-budaya. Menurut Geertz,
agama adalah produk dari akal budi manusia yang terlahir melalui proses
evolusi panjang dan berubah secara terus menenus menurut budaya yang
dikembangkan oleh masyarakat itu sendiri. Maka agama dipandang tidak
memiliki kebenaran absolut. Disinilah agama menduduki peran yang memiliki
fleksibilitas, tidak kaku, tetapi menyesuaikan dengan perubahan kebudayaan
masyarakat. Pada ranah inilah Clifford Geertz mengkaji agama sampai pada
kesimpulan yang memandang agama tidak lebih sebagai sistem budaya yang dibangun
oleh masyarakat dalam evolusi peradabannya. (Pals 2001)
Sementara
itu sesat dalam istilah umum didefinisikan sebagai tindakan salah jalan, salah
jalur, tidak sesuai dengan ketentuan yang dipahami masyarakat umum. Orang yang
sesat adalah orang yang memiliki keyakinan, sikap atau perilaku yang tidak
sesuai dengan norma yang berlaku baik norma sosial, norma hukum atau norma
agama. Orang dikatakan tersesat jalan
karena mereka melalui jalur atau jalan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang
benar.
Manusia
bisa dikatakan tersesat dalam pikiran jika pikirannya tidak sesuai dengan norma
hukum, sosial dan agama, Manusia juga ada kemungkinan tersesat dalam tindakan,
jika tindakan yang dilakukan melanggar norma atau aturan yang berlaku. Manusia,
Manusia ada kalanya tersesat dalam ajaran/keyakinan jika ajaran yanag diyakini
bertentangan dengan keyakinan yang dipahami mayoritas masyarakat.
Kata aliran berasal dari kata dasar alir yang mendapat
akhiran-an. Arti kata aliran adalah sesuatu yang mengalir (tentang hawa, air,
listrik dan sebagainya); sungai kecil, selokan, saluran untuk benda cair yang
mengalir (seperti pipa air); gerakan maju zat alir (fluida), misal gas, uap
atau cairan secara berkesinambungan. (Anwar 2001 : 30)
Pengertian aliran/faham sesat apabila dikaitkan dengan
arti katanya dapat dimaknakan sebagai suatu gerakan yang berkesinambungan (terus
menerus) yang menyimpang dari kebenaran. Penyimpangan kebenaran dalam hal ini
dikaitkan dengan ajaran agama yang diakui di Indonesia. Di Indonesia sendiri,
telah ada suatu wadah atau lembaga yang berusaha untuk menjaga kemurnian ajaran
agama dalam hal ini Islam, yaitu Majelis Ulama indonesia (selanjutnya disingkat
dengan MUI).
Pada tanggal 9 November 2007, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan 10
kriteria aliran sesat. Apabila ada satu ajaran yang terindikasi punya salah
satu dari kesepuluh kriteria itu, bisa dijadikan dasar untuk masuk ke dalam
kelompok aliran sesat
1.
Mengingkari rukun iman (Iman kepada Allah, Malaikat,
Kitab Suci, Rasul, Hari Akhir, Qadla dan Qadar) dan rukun Islam (Mengucapkan 2
kalimat syahadah, sholat 5 waktu, puasa, zakat, dan Haji)
2.
Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai
dalil syar`i (Alquran dan as-sunah),
3.
Meyakini turunnya wahyu setelah Alquran
4.
Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Alquran
5.
Melakukan penafsiran Alquran yang tidak berdasarkan
kaidah tafsir
6.
Mengingkari kedudukan hadis Nabi sebagai sumber ajaran
Islam
7.
Melecehkan dan atau merendahkan
para nabi dan rasul
8.
Mengingkari Nabi Muhammad SAW
sebagai nabi dan rasul terakhir
9.
Mengubah pokok-pokok ibadah yang
telah ditetapkan syariah
Martin van Bruinessen pernah menggunaan kata “sempalan” untuk
mengidentifikasi kelompok yang dipandang sesat. Menurut martin dalam kaitannya
dengan pandangan tentang sempalan, aliran “sesat” dalam konteks agama dapat
diartikan sebagai kelompok penganut kepercayaan agama yang keluar dari
mainstrem (induk) ajaran agama resmi yang diakui pemerintah. Kelompok “sesat”
inilah yang akhir-akhir ini muncul dengan wujud sekte atau aliran yang dianggap
merongrong kewibawaan agama induk. Oleh karena itu pembicaraan mengenai
”aliran sesat” tidak bisa dipisahkan dari “induk agamanya”. Siapa yang sesat
dan dianggap salah, dan siapa yang induk adalah penjastifikasi pembenaran
yang terkait dengan masalah mayoritas-minoritas dan legalitas politis keagamaan
semata.
Kelompok “sesat” dalam pandangan agama induk adalah paham agama yang
ditolak dan dimusuhi oleh masyarakat yang sebenarnya adalah kelompok mayoritas.
Mengapa ini bisa terjadi? Ada beberapa asumsi
yang dapat digunakan untuk menjelaskan. Pertama, kemapanan sebuah agama yang
berbentuk organisasi keagamaan pada akhirnya akan menempatkan posisi agama pada
afiliasi politis dengan pemerintah. Bagaimanapun pemerintah membutuhkan legalitas
moral (dukungan) untuk mengukuhkan eksistensinya. Demikian juga sebaliknya
agama yang diwakili oleh organisasi keagamaan juga membutuhkan perlindungan.
Lebih jauh, dampak dari simbiosis mutualis antara agama dengan pemerintah akan
menumbuhkan kekuatan agama tidak semata dalam ranah religius-kekuatan moral
akan tetapi juga kekuatan politis untuk mempertankan status quo kepemimpinan
agama dalam negara.
Dalam kasus ummat beragama Indonesia, kekuatan agama yang menjadi kaki
tangan pemerintah tidak lain adalah kekuatan organisasi keagamaan besar.
Agama-agama besar inilah yang menjadi mainstream, semakin besar agama yang
ditandai dengan jumlah pemeluknya yang banyak, semakin besar pula pengaruhnya.
Mainstrem agama pada kongritnya tidak lain adalah agama-agama resmi yang
mendapat restu pemerintah yang terwakili oleh badan-badan ulama yang berwibawa,
terutama MUI. Posisi sebagai mainstream memberikan peluang untuk memberikan
legalitas terhadap aksi terselubung pelaku politik dengan menjastifikasi
kebenaran dengan mengeluarkan fatwa bahwa aliran atau agama yang tumbuh keluar
(menyempal) dari mainstream dianggap sebagai ajaran ”sesat”.
Kedua, Ketidakpuasan terhadap sepak terjang agama mayoritas yang
menghegemoni kebudayaan dan kebenaran dengan arogansi dalam sikap politik atau
kemasyarakatan dan tidak adanya peran yang singnifikan dari agama terhadap
perubaan sosial, mendorong mereka untuk mencari jalan alternatif pada model
ajaran baru yang lebih radikal untuk menunjukkan esistensi dan perubahan
tatanan masyarakat yang lebih progresif. Padahal pada saat yang sama tekanan dari pihak pemerintah
dengan tidak diakuinya agama lokal sebagai agama resmi memberikan peluang pada
munculnya bentuk sinkretisme baru dalam beragama. Karena mereka dipaksa
mendapatkan pembinaan keagamaan dari agama induk. Bisa jadi penganut aliran
“sesat” sengaja menggunakan agama induk sebagai dalih untuk menunjukan
eksistensinya.
Maka dalam memandang kekerasan bernuansa agama akibat dari persoalan
kelompok minoritas yang dipandang “sesat” adalah bahwa, munculnya
kelompok minoritas “sesat” tidaklah semata-mata disebabkan oleh perbedaan
keyakinan dan klaim kebenaran sejati. Siapa yang “sesat” dan siapa yang tidak
sesat merupakan persoalan siapa yang duduk dalam mainsterm keyakinan agama yang
dipandang benar yang terkait dengan tirani minoritas dan mayoritas yang
mendapatkan legitimasi dari pemeritah dan penguasa agama (tokoh-tokoh/pemuka
agama). Terlebih lagi bisa terjadi bahwa menjastifikasi kesesatan pada
minoritas pemeluk agama yang dipandang sebagai kelompok ”sesat” hanya karena
kelompok mayoritas agama tidak ingin terlepas dari kedudukan kekuasaan moral
agama yang menghegemoni kebenaran tatanan peradaban.
F.
Metode
Penelitian ini adalah penelitian Kualitatif dengan menggunakan pendekatan
studi kasus. Dimana studi kasus merupakan penelitian tentang subyek penelitian
yang berkenaan dengan suatu fenomena spesifik atau khas dari keseluruhan
personalitas. (Moleong 2006)
Dalam pendekatan
studi kasus ini yang menjadi subyek penelitian adalah ajaran R. Sabda Kusuma
yang dianggap menyesatkan masyarakat. Keberadaan Aliran R. Sabda Kusuma yang
berada di tengah-tengah masyarakat santri
dengan pengamalan ajaran agama
yang cukup kuat menjadi bagian fokus yang akan diteliti. Peneliti akan
melakukan kajian secara lebih dalam dan intesif latar belakang munculnya Aliran
R. Sabda Kusuma dalam kaitannya dengan posisi masyarakat santri di seputar
Masjid Menara, dan langkah hukum yang diambil pemeritah.
Sumber data dalam penelitian ini dibagi dalam sumber data primer dan data
sekunder. Data primer diambil secara langsung melalui teknik wawancara dari
pemimpin Aliran R. Sabda Kusuma, Ketua MUI Kabupaten Kudus, dan tokoh masyarakt di Kabupaten
Kudus. Sementara data sedunder akan diambil dari domumen pemberitaan media
massa dan buku-buku atau kitab-kitab yang terkait dengan ajaran R. Sabda Kusuma.
Metode pengambilan data penelitian menggunakan teknik wawancara,
pengamatan lapangan dan informasi dokumenter. Wawancara digunakan untuk mencari
keterangan-keterangan secara lisan tentang biografi R. Sabda Kusuma, latar belakang tereksposnya kelompok R. Sabda Kusuma, pendapat tokoh dan masyarakat
mengenai Sanda Kusuma. Pengamatan lapangan dilakukan untuk mengetahui suasana
keagamaan dan interaksi sosial masyarakat. Sedangkan telaah dokumen dilakukan
untuk menelaah kitab-kitab yang menjadi sumber ajaran aliran R. Sabda Kusuma.
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model
analisis interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan Hurberman (1992). Analisis
tersebut terdiri atas tiga komponen analisis yang saling berintraksi, yaitu :
reduksi data, penyajian data, dan verivikasi data atau penarikan kesimpulan.
Apabila kesimpulan dirasa kurang mantap, maka peneliti kembali kelapangan untuk
mengumpulkan data, dan seterusnya sampai diperoleh data yang betul-betul
mantap. Sehingga merupaka siklus yang tiada henti.
Untuk mengenguatkan kebenaran dalam penelitian dengan pendekatan
kualitatif, data yang diambil perlu dicek kebenarannya melalui proses pengujian
keabsahan data. Pengujian keabsahan data di lakukan dengan empat kriteria,
yaitu pengujian derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability),
ketergantungan (de pendability), dan kepastian (confirmabi lity).
BAB II
SETTING LOKASI PENELITIAN
A.
Sejarah Kabupaten Kudus
Kudus, diambil
dari kata Arab “al-quds” yang berarti suci. Al-Quds adalah nama
pemberian Jafar Shadiq atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Kudus. Nama Al-Quds diambil dari nama sebuah kota suci di Zerusalem, Palestina-tempat Sunan Kudus
tinggal sehabis menunaikan ibadah haji. Konon dari
cerita masyarakat Kudus, bahwa
dahulu Sunan Kudus pernah pergi naik haji sambil menuntut ilmu di Tanah Arab
sambil mengajar pula di sana. Pada suatu waktu, tempat tinggal Sunan Kudus di tanah
Arab terjangkit wabah penyakit yang membahayakan. Berkat jasa Sunan Kudus wabah
penyakit dapat diredakan.
Berkar jasa Sunan Kudus, seorang
amir di Zerusalem bermaksud memberikan hadiah kepada beliau, akan tetapi ia menolak. Namun untuk sekedar kenang-kenangan, Sunan Kudus meminta sebuah batu untuk bisa dijadikan
tanda bagi masjid yang akan dibangunnya nanti. Batu tersebut menurut sang amir berasal dari kota Baitul Makdis
yang disebut oleh masyarakat disana Al Quds. Kaka sebagai peringatan kepada
kota dimana Ja’far Sodiq hidup serta bertempal tinggal, kemudian diberikan nama
Kudus.
Dja’far Sodiq,
atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan kudus, adalah putra dari Raden
Usman Haji yang bergelar dengan sebutan Sunan Ngudung di Jipang Panolan. Semasa
hidupnya Sunan Kudus mengajarkan agam Islam di sekitar daerah Kudus khususnya
di Jawa Tengah pesisir utara pada umumnya. Beliau terhitung salah seorang
ulama, guru besar agama yang telah mengajar serta menyiarkan agama Islam di
daerah Kudus dan sekitarnya.Terkenal dengan keahliannya dalam ilmu agama.
Terutama dalam ilmu agama Tauhid, Usul, Hadits, Sastra Mantiq dan lebih-lebih di
dalam Ilmu Fiqih. Oleh sebab itu, digelari dengan sebutan sebagai Waliyyul
‘Ilmi.
Disamping
bertindak sebagai guru Islam, juga sebagai salah seorang yang kuat syariatnya.
Sunan Kudus pun menjadi Senopati dari Kerajaan Islam di Demak. Bekas
peninggalan beliau antara lain adalah Masjid Raya di Kudus, yang kemudian
dikenal dengan sebutan Masjid Menara Kudus. Oleh karena di halaman masjid
tersebut terdapat sebuah menara kuno yang indah. Dalam masjid menara terdapat
Skrip yang terdapat pada Mihrab di Masjid Al-Aqsa di ketahui bahwa bangunan
masjid tersebut didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M.
Mengenai
perjuangan Sunan Kudus dalam menyebarkan agama Islam tidak berbeda dengan para
wali lainnya, yaitu senantiasa dipakai jalan kebijaksanaan, dengan siasat dan
taktik yang demikian itu, rakyat dapat diajak memeluk agama Islam. Konon, Mbah
Sunan juga melarang pengikutnya menyembelih sapi. Sebab sapi dikultuskan oleh
umat Hindu.
Lain dari pada
itu, folklor Kudus juga menyebutkan bahwa sapi betina pernah berjasa pada
Kanjeng Sunan. Ketika pulang dari Pajang, dia beserta bala tentaranya kehausan
di tengah ladang kering saat musim kemarau. Datanglah seekor sapi betina yang
susunya bisa dinikmati seluruh rombongan, maka berinisiatiflah dia mengikat
sapi tersebut yang diberi nama ''Kebo Gumarang'' di halaman masjid. Orang-orang
Hindu yang mengagungkan sapi menjadi simpati, apalagi setelah Sunan Kudus
berpidato tentang surat al-Baqarah yang berarti ''sapi betina'' dengan digubah
cerita-cerita ketauhidan.
B. Kondisi
Alam
Kudus merupakan
kabupaten terkecil di Jawa Tengah dengan luas wilayah mencapai 42.516 Ha atau
sekitar 1,31 persen dari luas Provinsi Jawa Tengah. 48,40% merupakan lahan
sawah dan 51,60% adalah bukan sawah. Letak Kabupaten Kudus antara 110 36' dan
110 50' BT dan antara 6 51' dan 7 16' LS. Jarak terjauh dari barat ke timur
adalah 16 km dan dari utara ke selatan 22 km.
Kabupaten Kudus
Ibukotanya adalah Kudus, berada di jalur pantai utara timur Jawa Tengah, yaitu
di antara (Semarang-Surabaya). berada 51 km sebelah timur Kota Semarang.
Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Pati di timur, Kabupaten Grobogan dan
Kabupaten Demak di selatan, serta Kabupaten Jepara di barat.
Secara administratif, Kabupaten
Kudus terbagi dalam 9 kecamatan, 123 desa, 9 kelurahan. Kecamatan yang terluas
adalah Kecamatan Dawe yaitu sekitar 8.584 Ha ( 20,19 % ) sedangkan yang paling
kecil adalah Kecamatan Kota seluas 1.047 Ha ( 2,46 % ) dari luas Kabupaten
Kudus. Sebagian besar jenis tanah di Kabupaten Kudus adalah aluvial coklat tua
sebesar 32,12 % dari luas tanah di Kabupaten Kudus. Dimana sebagian besar
tanahnya memiliki 0,2 derajat dan kedalaman efektif lebih dari 90 cm.
Ditinjau dari topografi, Kabupaten
Kudus memiliki ketinggian terendah 5 meter di atas permukaan air laut yang
berada di Kecamatan Undaan dan ketinggian tertinggi 1600 meter di atas
permukaan air laut berada di Kecamatan Dawe. Kelerengan 0-8% menempati di
daerah dataran antara lain di Kecamatan Undaan (Desa Undaan Kidul, Desa Undaan
Lor, Desa Undaan Tengah), Kecamatan Kaliwungu (Desa Blimbing Kidul, Desa
Sidorekso, Desa Kaliwungu, Kecamatan Gebog, Kecamatan Dawe (Desa Margorejo,
Desa Samirejo, Desa Karangrejo, Desa Cendono) dan Kecamatan Jekulo (Desa
Jekulo). Kelerengan 8-15% menempati sebagian Kecamatan Jekulo, Kecamatan Dawe
sebelah selatan, Kecamatan Gebog (Desa Gribig) dan Kecamatan Mejobo (Desa
Jepang). Kelerengan 15-25% menempati Kecamatan Dawe (Desa Kajar) dan Gunung
Patiayam bagian Timur. Kelerengan 25-45% menempati di daerah Gunung Patiayam
bagian utara, Kecamatan Gebog (Desa Padurenan). Kelerengan > 45% menempati
Kecamatan Dawe (Desa Ternadi) Kecamatan Gebog (Desa Rahtawu, Desa Menawan) dan
daerah Puncak Muria bagian selatan.
Kondisi iklim di Kabupaten Kudus
secara umum dipengaruhi oleh zona iklim tropis basah. Bulan basah jatuh antara
bulan Oktober-Mei dan bulan kering terjadi antara Juni-September, sedang bulan
paling kering jatuh sekitar bulan Agustus. Curah hujan yang jatuh di daerah
Kudus berkisar antara 2.000-3.000 mm/tahun, curah hujan tertinggi terjadi di
daerah puncak Gunung Muria, yaitu antara 3.500-5.000 mm/tahun. Temperatur
tertinggi mencapai 33 o C dan terendah 26 o C dengan temperatur rata-rata
sekitar 29 o C dan kelembaban rata-rata bulanan berkisar antara 72%-83%. Angin
yang bertiup adalah angin barat dan angin timur yang bersifat basah dengan
kelembaban sekitar 88%, kecepatan angin minimum 5 km/jam dan kecepatan angin
maksimum dapat mencapai 50 km/jam.
Jumlah penduduk Kabupaten Kudus pada tahun 2006 tercatat sebesar 742.040 jiwa, terdiri dari
367.143 jiwa laki-laki (49,48 persen) dan 374.897 jiwa perempuan (50,52
persen). Apabila dilihat penyebarannya, maka kecamatan yang paling tinggi
prosentase jumlah penduduknya adalah Kecamatan Jekulo yakni sebesar 12,70
persen dari jumlah penduduk yang ada di Kabupaten Kudus, kemudian berturutturut
Kecamatan Dawe 12,54 persen dan Kecamatan Jati 12,41 persen. Sedangkan
kecamatan yang terkecil jumlah penduduknya adalah Kecamatan Bae sebesar 8,10
persen.
Kepadatan
penduduk dalam kurun waktu lima tahun (2002 – 2006) cenderung mengalami
kenaikan seiring dengan kenaikan jumlah
penduduk. Pada tahun 2006 tercatat sebesar 1.745 jiwa setiap satu kilo meter
persegi. Di sisi lain persebaran penduduk masih belum merata, Kecamatan Kota
merupakan kecamatan yang terpadat yaitu 8.762 jiwa per km2. Undaan paling
rendah kepadatan penduduknya yaitu 935 jiwa per km2. Jumlah rumah tangga
sebanyak 181.169, dan diperoleh rata-rata jumlah anggota rumah tangga sebesar
4,10 persen. Angka ini sama bila dibandingkan
dengan angka tahun sebelumnya.
C.
Perekonomian
Seiring dengan
dibangunnya pabrik-pabrik di daerah kota atau pinggiran kota. Banyak dari buruh
tani di pinggiran Kudus yang beralih pekerjaan dari petani menjadi buruh
pabrik. Apalagi terkadang pada bulan-bulan tertentu hasil dari pertanian
tidaklah menggembirakan. Banyak orang yang bekerja di pabrik milik pemerintah,
usahawan, Tionghoa, ataupun usahawan pribumi. Di pabrik milik pemerintah,
mereka bekerja di pabrik gula dan juga perusahaan kereta api yang memang dibuat
untuk mengangkut hasil pertanian tebu ke pabrik gula didaerah Rendeng, Besito
dan Tanjung Moro.
Jika dilihat
dari angka statistic Sebagian besar penduduk bekerja di sektor industri pengolahan,
yaitu 42,05%. Hal ini tidak lepas dari banyaknya industri pengolahan khususnya
rokok yang ada di Kabupaten Kudus. Sedangkan sektor kedua adalah sektor
pertanian, kehutanan, perkebunan, dan perikanan dengan%tase rata-rata sebesar
15,89%. Diikuti dengan sektor perdagangan (14,46%) dan sektor bangunan (9,32%).
Di Kudus, pasar
memegang peranan yang sangat penting bagi kehidupan disana. Disebutkan bahwa
Pasar Kliwon yang terletak di sebelah timur kabupaten Kudus merupakan tempat
yang sangat strategis dan menguntungkan bagi para pedagang di Kudus. Walaupun
bukan pasar yang terbesar di Jawa Tengah namun pasar ini cukup dikenal di Pulau
jawa dan menjadi salah satu pusat perdagangan di Jawa Tengah sehingga banyak
pedagang baik pribumi ataupun Tionghoa yang mempunyai toko disana. Persaingan
tajam antara pedagang pribumi dan Tionghoa tampaknya telah dimulai di pasar ini
(Korver 1986:93).
Selain pasar
kliwon, ada sebuah pasar walaupun mungkin lebih cocok dikatakan sebagai bazar
yang juga sangat menguntungkan aktifitas perdagangan, khususnya bagi para
pedagang pribumi yang lebih dikenal sebagai pedagang santri. Setiap tanggal 1
Ramadhan di sekitar menara Kudus diadakan semacam bazar untuk memperingati hari
tersebut. Orang Kudus menyebut bazar tersebut sebagai “dandangan”. Bazar yang
tadinya hanya menjual makanan dan mainan anak-anak lama kelamaan berkembang
menjadi bazar yang menjual aneka barang seperti baju, makanan sebagian juga
sekaligus pembatik yang dikenal dengan sebutan penggobeng. Ada juga kaum pria yang
bekerja dalam pabrik batik, mereka disebut sebagai kuli.
C. Situasi
Sosial Keagamaan
Masyarakat
Kudus adalah masyarakat yang terkenal sebagai masyarakat religius. Sikap
religius masyarakat Kudus ini tercermin dari beberapa sikap dan perilaku
keseharian masyarakat Kudus yang senantiasa dalam suasana khusyuk, tenang,
tentram dan damai. Kerelegiusan masyarakat Kudus tidak terlepas dari pengaruh
Sang Leluhur, yakni Sunan Kudus atau Ja’far Shodiq dan Sunan Muria.
Selain Sunan
Kudus dan Sunan Muria, Kudus juga mempunyai beberapa Kyai besar yang cukup
berpengaruh, diantaranya adalah K. H. Sya’roni Ahmadi, seorang Ulama
Kharismatik; K. H. Khoiruzad putra (Alm) K. H. Turaichan Adjuhri yang ahli
falak serta K. H. Basir, yang dianggap sebagai salah seorang sesepuh para Kyai.
Peran para Kyai dalam memberikan bimbingan dan arahan yang benar dalam
kehidupan sehari-hari juga memberi pengaruh yang besar pada kerelegiusan
masyarakat Kudus.
Suasana
kerukunan hidup beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sangat didambakan
masyarakat. Beragam tempat peribadatan, merupakan salah satu bukti kerukunan
agama di antara umat. Tempat peribadatan yang tersedia di Kabupaten Kudus pada
tahun 2007 adalah 569 Masjid, 1.707 Mushola/langgar, Gereja Kristen 23 buah,
Gereja Katholik 5 buah, Vihara Budha 9 buah dan Klenteng 3 buah. Dari data
terlihat Agama Islam dianut sebagian besar penduduk kabupaten Kudus sebesar
97,47 persen, dan diikuti agama Kristen Protestan sebesar 1,35 persen.
Agama utama
masyarakat Kudus adalah Agama Islam dimana sebagian besar masyarakatnya memeluk
agama tersebut. Penyebaran Agama Islam di Kudus dilakukan oleh Wali Songo,
Kudus dijadikan penyebaran agama Islam zaman kesultanan demak. Daerah ini
dahulu bernama “loram” (Salam 1962:55), namun pada waktu Islam masuk yang
dibawa oleh Sunan Jafar Sodik atau yang dikenal sebagai sunan Kudus kemudian
menganti daerah ini dengan nama Kudus. Dalam penyebaran agama Islam Sunan Kudus
dikenal sebagai seorang sunan yang fundamental dan ortodok jika dibandingkan
dengan sunan-sunan yang ada di Wali Songo (Castles 1982:76).
Tabel
1
Banyaknya
Penduduk Menurut Agama
Di
Kabupaten Kudus Tahun 2007

Ajaran dan
petunjuk yang diberikan oleh Sunan Kudus tanpaknya sedikit banyak mempengaruhi
sifat masyarakat muslim Kudus terhadap Agama lain. Walaupun muslim di Kudus
menganggap bahwa orang non-muslim adalah kafir, bukan berarti agama lain yang
tidak dihormati disana. Hal ini terbukti dengan didirikannya rumah tempat
peribatan Etnis Tionghoa atau klenteng di Kudus barat yang merupakan tempat
tinggal mayoritas masyarakat santri di Kudus. Namun di sisi lain adanya
anggapan bahwa Pemerintah Hindia Belanda yang beragama Kristen sekarang kita
sebut “tidak perlu dihormati, sehingga kalaupun mereka memberikan sumbangan
bentuk pendanaan mereka menolak karena tidak patut menerima : uang haram” itu
dari pemerintah (Hugronje 1982:24).
Islam di Kudus
dapat dikatakan sangat kuat, tetapi tidak seluruhnya orang–orang Kudus fanatik
terhadap ajaran agama Islam. Dapat dikatakan bahwa di Kudus polarisasi
pembagian wilayah berdasarkan tingkat keagamaan penduduknya. Kudus Barat
merupakan wilayah bagi Islam santri sedangkan Kudus Timur adalah wilayah bagi
orang Islam abangan, Tionghoa dan Eropa. Walaupun begitu mayoritas penduduk di
daerah ini memutuskan diri mereka berada di pihak garis santri sementara itu
banyak kyai di Kudus yang mempunyai kesaktian (Castles 1982:102-103).
Kerelegiusan
masyarakat Kudus membawa pengaruh dalam kehidupan keseharian masyarakat Kudus.
Sikap religius ini juga sangat mempengaruhi budaya masyarakat Kudus. Rasa
hormat masyarakat Kudus kepada Sunan Kudus sangatlah besar, bahkan sebagai
wujud penghormatan masyarakat Kudus kepada Sunan Kudus masyarakat Kudus rajin
untuk berziarah dan berdoa di makam Sunan Kudus. Kebiasaan berziarah masyarakat
Kudus pada makam Sunan Kudus rupa-rupanya sudah menjadi kebiasaan dan bahkan
menjadi budaya bagi masyarakat Kudus. Tiap hari kompleks makam Sunan Kudus
selalu ramai, bahkan pada malam jum’at atau hari besar Islam suasana dikompleks
makam Sunan Kudus menjadi sangat ramai. Terlebih lagi pada saat bulan Suro atau
Muharram, kompleks Masjid, Makam dan Menara Kudus menjadi sangat ramai karena
mulai tanggal 1 bulan suro sampai tanggal 10 suro ada rangkaian acara Buka
Luwur Makam Sunan Kudus.
Upacara Buka
Luwur terdiri dari beberapa rangkaian acara yang dimulai pada tanggal 1 suro
dan berakhir pada puncaknya tanggal 10 suro adalah sebuah rangkaian upacara
yang menarik untuk dikaji dan diteliti karena dalam pelaksanaan Upacara Buka
Luwur Makam Sunan Kudus ini, ditemukan beberapa penggunaan simbol-simbol yang
memiliki makna dan tujuan tertentu yang beberapa simbol yang ditemukan dalam
pelaksanaan Upacara Buka Luwur Makam Sunan Kudus antara lain: jamas pusoko
Sunan Kudus yang selalu dalam cuaca timbreng, air bekas pencucian pusoko (kolo)
yang menjadi rebutan masyarakat untuk dimintakan berkahnya.
Nuansa
keagamaan di kabupaten Kudus yang bercampur dengan tradisi local masih banyak
terjadi pada wilayah-wilayah lain, penghormatan terhadap makam wali-wali,
penghormatan terhadap roh nenek moyang juga masih terjadi. Orang-orang muslim
Kudus, ketika hari jum’at masih banyak yang mengunjungi makam-makam. Dengan
maksud untuk mendoakan arwah leluhur agar mendapatkan tempat yang baik disisi
Tuhannya.
BAB III
TEMUAN PENELITIAN
A. Jejak-Jejak R. Sabda Kusuma
Dalam pemberitaan media, R. Sabda Kusuma memiliki beberapa nama lain yaitu:
Sujono, Kusmanto, Jubeng Usman, Den Mas Djono Cendonno adalah sosok laki-laki yang lahir di Kudus 41 tahun lalu. Sabda
dilahirkan oleh pasangan Bapak Nasran
dan Ibu Tuminah pada tanggal 04 Oktober 1969. Sabda merupakan anak kesembilan dari sebelas
bersaudara, 4 perempuan 7 laki-laki. Hari-hari Sabda semasa
kecil banyak dihabiskan di dukuh
kelahiranya, Tempel, Desa Terban, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus. Rumah tempat tinggal R. Sabda Kusuma bersama
keluarganya berada di pinggir jalan raya Kudus-Pati, tepatnya di RT.01 RW III,
Desa Terban. (Wawancara
dengan keluarga R. Sabda Kusuma, tgl 31 Oktober 2010)
Meski hidup dari
keluarga petani, kedua
orang tua Sabda gigih mendidik anak-anaknya untuk bersekolah. Dengan uang
penjualan sisa hasil panen setelah dibelanjakan kebutuhan keluaraga, Bapak
Nasran dapat menyekolahkan anak-anaknya seperti umumnya masyarakat. Bahkan ada
diantara anak-anaknya yang berhasil penyelesaikan jenjang perguruan tinggi, termasuk R. Sabda Kusuma. Jenjang
pendidikan formal pertama yang ditempuh oleh R. Sabda Kusuma yaitu
pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Terban, lurus pada tanggal 28 Mei 1983. Jejang
Pendidikan dilanjutkan pada pendidikan tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)
di
SMPN 6 Kudus, dengan mendapatkan ijazah tertanggal 29 April 1986.
Berbeda dengan
pendidikan dasar dan SLTPnya, dalam menempuh Pendidikan Tingkat Lanjutan Atas, ayahnya meninggal dunia, yaitu pada tanggal 29 Mei
1989. Sebelum kematiannya Bapak Nasran berpesan pada R. Sabda Kusuma bahwa
dirinya bukan anaknya. Mendengar pesan sebelum kematian ayahnya, Sabda Kusuma
menjadi galau hidupnya. Ayahnya
selama ini yang membesarnya, ternyata bukan ayah kandungnya. Pendidikannya SMAnya menjadi kacau, yang
memaksa keluarganya memindahkan pendidikan Sabda. untuk pindah ke Rembang. Sabda memililih pindah dari sekolah di kudus ke SMA
PGRI I Rembang yang Ia selesaikan pada tanggal 25 Mei 1990.
Atas dorongan keluarga dan saudara-saudarnya Sabda melanjutkan pendidikan ketinggkat DIII Ilmu Hukum di Semarang. R. Sabda Kusuma
mengambil jurusan hukum di Universitas Semarang, lulus 28 Mei 1994. Setelah menyelesaikan pendidikan tinggi, sabda bekerja serabutan
(apa yang ada) di Kudus selama kurang lebih satu tahun. Tahun 1995 awal, ia
memilih pindah di Jakarta untuk bekerja di PT. Gudang Rabat Sampurna. Namun,
kesibukan kerja Sabda tidak cukup bisa melupakan pesan bapaknya. Keingingan R. Sabda Kusuma untuk mencari ayah
sejatinya, terus berkecamuk dalam hatinya.
Selama tinggal di Dukuh Tempel, R. Sabda Kusuma lebih banyak dipanggil oleh
tetangga dan saudara-saudaranya dengan nama Sujono. Nama Sujono menurut
menuturan Ibu Tuminah (ibunya)
adalah pemberian tukang kayu yang tengah menyelesaikan pekerjaan dirumahnya
bersamaan dengan proses kelahiran Sabda.
Nama Sujono bisa jadi menjadi nama wadanan
(nama lain) yang sebenarnya tidak dikehendaki oleh keluarga. Tapi karena
masyarakat sudah terbiasa dengan panggilan Sujono, maka nama itu dipakai
sebagai panggilan dalam pergaulan sehari-hari di masyarakat.
Sementara itu, Bapak
Nasran dan Ibu Tuminah memberikan nama
asli pada R. Sabda Kusuma diwaktu kelahiran dengan nama Kusmanto atau Haryo
Kusmanto. Nama R. Sabda Kusuma sengaja tidak dipakai, karena khawatir akan
menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan di masyarakat. Nama R. Sabda Kusuma merupakan nama pemberian R. Sumawinata atau
bisa
dipanggil Eyang Sakti. Menurut penuturan Ibu Tuminah, ketika
mengandung R. Sabda Kusuma usia tujuh
bulan datang seorang kakek tua (R. Sumawinata) yang berpesan pada Ibu Tuminah
bahwa, ia hanya memelihara bayi yang dikandungnya. Tutur Ibu Tuminah dalam
ceritanya ketika ditemui peneliti
dirumah anaknya: naliko kulo gembol niku wonten tiyang sepuh priki, anakmu
sing nomer songo iki besuk, sampaian sak dermo momong yo mbok, iki mbenjang tak paringi jeneng R. Sabdo Kusuma,
Maksudnya : Ketika aku baru mengandung R. Sabda Kusuma, datang seorang kakek tua
kesini, (kemudian mengirim pesan : peneliti) anaknya yang nomor Sembilan ini,
besuk dimasa yang akan datang ketika lahir ibu hanya sekedar memelihara, ini
anak besuk akan aku beri nama Raden Sabdo Kusuma.

Gambar
: 3.1
R.
Sabda Kusuma
Dalam buku
Lempiran Sabdaning Suma disebutkan bahwa
R. Sabda Kusuma merupakan anak dari R. Sumawinata. Namun karena istrinya
meninggal saat kelahiraan R. Sabda Kusuma, bayi R. Sabda Kusuma kemudian
disimpan di gua siluman (gograk) di lereng gunung pati ayam. Maksud dari R.
Sumawinata yaitu akan menitipkan bayi (R. Sabda Kusuma) pada Bapak Nasran
dengan cara yang tidak biasa terjadi pada manusia normal. Setelah beberapa
waktu semenjak bayi itu disimpan di gua siluman, Bapak Nasran mendatanginya
bermaksud mengambil bayi. Ternyata bayi itu masih hidup, atas kuasa Tuhan
setelah Bapak Nasran melaukan ritual, bayi itu menghilang berpindah dikandungan
istrinya hingga lahir kembali.
Bapak Nasran sangat beruntung, karena memiliki kemampuan lebih dalam ilmu kebatinan (Jawa : dukun). Dari penuturan warga dan isteriya, Bapak
Nasran selama hidupnya banyak membantu orang dalam menyelesaikan berbagai
persoalan hidup, seperti membantu orang sakit, mencari hari baik untuk
pernikahan, membuka usaha baru agar dagangan laku, atau bahkan bisa
membantu dalam menebak nomor undian. (Wawancara dengan
Ibu Tuminah tanggal 31
Oktober 2010)
Kemampuan yang
dimiliki Bapak Nasran dalam hal kebatinan diwariskan kepada R. Sabda Kusuma
secara genetis sebagai bakat
alam. Atas dorongan kejiwaan, R. Sabda Kusuma melakukan laku prihatin dengan
cara berpuasa untuk mencari isyaroh (petunjuk) keberadaan ayah kandungnya (R.
Sumawinata). Puasa dilakukan
hari dengan cara seperti umumnya puasa dalam ajaran Islam. Pada hari keempat
puluh petunjuk itu datang dari sosok laki-laki memakai surban, yang
memerintahkan pada R. Sabda Kusuma untuk mencari R. Sumawinata di wilayah Cirebon.
Setelah mendapat
petunjuk keberadaan ayahnya, Sabda bergegas menuju Cirebon. . Namun keberadaan R. Sumawinata sudah pindah di Depok Ratu Jaya. Tepat pada
peringatan maulud nabi, R. Sabda Kusuma bertemu dengan R. Sumawinata ayahnya.
Kebahagiaan yang tidak terukur atas pertemuan R. Sabda Kusuma dengan R.
Sumawinata berujung pada ajakan sang ayah untuk melakukan riyadloh (perjalanan
spiritual). Dalam tahap awal perjalanan, Sabda diajak oleh R. Sumawinata
mengunjungi makam-makam para leluruh, makam wali-wali dan makam kusuma bangsa
di nusantara Indonesia. Tahap selanjutnya, R. Sabda Kusuma diajak mengunjungi
tanah Mesir dan Arab, mendatangi makam nabi-nabi dan leluhurnya.
Perjalanan riyadloh dilakukan selama kurang lebih
dua tahun. Dalam perjalanan itu, R. Sabda Kusuma tidak dibekali apapun oleh
ayahnya, terkecuali hanya 99 butir jagung. Dengan 99 butir jagung itulah R. Sabda Kusuma mengisi energinya ketika
lapar. Untuk mencukupi kebutuhan lain selama perjalanan, sesekali R. Sabda
Kusuma berkerja di tempat mereka singgah. Karena ayahnya yang sudah tua, selama
perjalan R. Sumawinata meminta pada R. Sabda Kusuma untuk menggedongnya. Hanya
sesekali mereka menggunakan jasa angkutan, perjalanan banyak dilakukan dengan
berjalan kaki.
Dalam cerita
yang dituturkan oleh Sabda Sendiri di rumah kakaknya, Sabda pernah mengalami
keputusasaan dalam mengikuti perjalanan spiritual dengan ayahnya (R. Sumawinata).
Keputusasaan itu disebabkan oleh siksaan badan yang tidak tahu kapan berakhir
karena harus menggendong ayahnya dalam setiap kesempatan. Ketika mewati jembatan sebuah sungai yang cukup besar, R.
Sabda Kusuma berniat mengakhiri hidupnya dengan cara menceburkan diri kesungai
dari atas jembatan.Namun niat itu
dicegah oleh ayahnya.
Selama dalam
perjalanan itulah hikmah-hikmah spiritual dia alami bersama ayahnya. Dalam
perjalanan juga R. Sabda Kusuma mendapatkan banyak cerita-cerita kehidupan,
ilmu-ilmu kegaiban, dan amalan-amalan lain yang tertuang dalam buku lempiran
Sabdaning Suma. Setelah perjalanan dirasa cukup, R. Sumawinata memiliki tinggal
di Terban. Selama di
Terban, R. Sumawinata dibuatkan rumah sederhana sebagai tempat mengajar R.
Sabda Kusuma dan beberapa murid lainnya (wawancara dengan kakak R. Sabda Kusuma).

Gambar : 03.1
Lukisan R. Sumawinata
Pada hari Kamis, 1 Mei 1997 R. Sabda Kusuma melangsung perkawinan
pertamanya dengan Siti Choiriyah, wanita kelahiran Desa Klumpit, Kecamatan
Gebok, Kabupaten Kudus. Siti Choiriyah lahir pada tanggal 13 Maret 1972. Sejak
saat perkawinannya dengan Siti Choiriyah, R. Sabda Kusuma tinggal di klumpit dan memilih bekerja
sebagai pedagang barang-barang bekas (rosok). Saat
perkawinan, nama R. Sabda Kusuma tidak digunakan dalam acara perkawinan.

Gambar : 03.2
Lukisan Kanjeng
Ratu (R.A Sri Ana Aniqul Unza)
Oleh karena
itu, setahu warga suami dari Siti Choiriyah adalah Kusmanto. Salah satu warga
yang pernah melakukan pendataan penduduk pada tahun 2000 bahwa nama R. Sabda Kusuma tidak di kenal oleh warga. Setahu
warga, nama yang dikenal di Klumpit
adalah
Kusmanto, bukan R. Sabda Kusuma.
Dan kalau yang dimaksud dengan R. Sabda Kusuma itu adalah suami Siti Choiriyah yang berkerja penjual rosokan (barang-barang bekas) tidak lain adalah Kusmanto. (Wawancara
dengan tokoh masyarakat Desa Klumpit)
Pada
pertengahan tahun 2000, R. Sabda Kusuma
pindah di Desa Getas Pejaten menempati rumah Empu Santoso bersama istri dan
keponakannya. Dalam kepindahannya dari Desa Klumpit, R. Sabda Kusuma tidak
meminta surat ketengan pindah pada pihak administrasi desa. Saat tinggal di
Getas, R. Sabda Kusuma banyak dibantu oleh Empu Santoso dalam bisnis jual beli
kertas dengan menggunakan perusahaan kakaknya, UD. Sumber Rejeki Jaya
Mulia. Sambil berdagang kertas bekas, R.
Sabda Kusuma selama tinggal di Getas juga mulai didatangi orang. Warga getas
dan juga Empu Santoso menyebutnya sebagai murid karena ada praktek pengajaran.
Ajaranya R. Sabda Kusuma saat itu, berbentuk rapal (bacaan) untuk
dihafalkan seperti : sin, wawu, mim; hu Allah ya Allah ya Rosulullah, ya
Rahman, ya Rahim, ya Lathif ya Lathif.
Lama kelamaan
muncul benih ketidak cocokan dengan Empu Santoso, R. Sabda Kusuma akhirnya
memutuskan kembali ke Desa Klumpit, kampung istrinya. Akan tetapi R. Sabda
Kusuma tidak secara penuh tinggal di Klumpit,
Sabda sesekali singgah di Desa Karangayar, Kabupaten Demak. Selama tinggal
di Karangayar, R. Sabda Kusuma menempati Bedeng
(tempat tinggal sementara dan sekaligus untuk gudang) yang menjadi tempat
usaha Bapak Abdul Lathif. Bedeng dibangun di pinggir jalan raya Demak-Kudus
diatas tanah milik PJKA tidak jauh dari jembatan Tanggulangin, perbatasan
antara Demak dengan Kudus.
Hari berganti
minggu, minggu berganti bulan, dan bulan berganti tahun. Setelah sekian lama
tinggal di Sabda memutuskan untuk mengajukan pindah ke desa Karangayar dengan
identitas yang berbeda yaitu mengubah nama yang tertera dalam KTP, dan daftar
Keluarga dengan Indentitas Baru.
Bersamaan dengan kepindahannya di Karangayar, nama Kusmanto sebagai
identitas adminitrasi kependudukan diubah menjadi R. Sabda Kusuma dan istrinya berubah
Sri Ana Aniqul Untza. Dengan identitas baru yang di miliki, R. Sabda Kusuma
bersama Sri Ana Aniqul Untza melangsungkan perkawinan keduanya sebagai usaha
untuk mbangun nikah atas perintah (wasiat) ayahnya (R. Sumawinata)
pada tanggal 10 Desember 2004 di Karangayar.
Kehadiran R.
Sabda Kusuma kurang lebih 2 tahuh di Desa Karanganyar, Kecamatan Karangayar, Kabupaten Deamak. Selama tinggal di Karangayar, R. Sabda Kusuma
tidak pernah berbuat negatif atau membuat
resah masyarakat. Akan tetapi setelah mendapat tudingan sesat dari kelompok
masyarakat menara yang mendapat ekspose media. Kehidupan R. Sabda Kusuma selama
tinggal di Karangayar ikut terusik. Hal itu disebabkan oleh informasi yang
disampaikan oleh kelompok masyarakat menara tidak sesuai dengan fakta yang
sebenarnya. (Wawancara dengan Abdul Lathif, tanggal 12 Desember 2010)
Berbekal dengan
identitas barunya, R. Sabda Kusuma kemudian pindah ke dari Karangayar, Demak, menuju Kelurahan Kauman, Kecamatan Kota Kusud.
Berdasarkan Surat Keterangan Pindah dari Pemerintah Kecamatan Karangayar,
Demak, Nomor 475/76/VI/2005, R. Sabda Kusuma mulai berdomisili di Desa Kauman,
RT.01. RW. 01, Kecamatan Kota Kudus sejak tanggal 2 Juni 2005. Selama menetap
di Kauman, R. Sabda Kusuma awalnya tinggal
di sebuah rumah kontrakan yang lokasinya tidak jauh dari Masjid Menara dan
Makam Suan Kudus. Rumah kontrakan di Menata selang beberapa tahun akhirnya
dibeli oleh R. Sabda Kusuma.
Selama enam
tahun di Desa Kauman Menara, secara sosial keluarga R. Sabda Kusuma dapat
diterima dengan oleh masyarakat. Hubungan dengan tetangga juga harmonis, tidak
ada sesuatu yang meresahkan. Sri Ana
Aniqul Untza dalam keseharian masih bisa menyempatkan diri bergaul di
masyarakat dengan aktif mengikuti kelompok pengajian. Bahkan, di rumah tempat tinggalnya Menara, Sabda sempat beberapa kali menggelar
acara Khaul mengenang kematian ayahnya R. Sumawinata dengan acara mengelar pengajian . Dalam acara Khaul tersebut
diisi dengan tahlil seperli layknya masyakat ahlussunnah waljamaah, khusunya
warga nahdiyin. Pada kahir acara diberi mauidloh
khasanah oleh tokoh kyai dari Kudus dan dihadiri pula oleh beberapa tokoh
ulama di Kudus dan lainnya yang
berpengaruh seperti KH. Sya’roni Ahmadi, KH, M. Salman Dahlawi (dari
Pompongan – Solo), K.H. Abdul Basyir (Jekulo Kudus), K.H. Abdul Rozak
(bonang-Lasem), K.H. MA’ruf Irsyad, K.H. Muhammadun (Kajen-Pati), K.H. Ulil
Albab (Kajeksan-Kudus) K.H. Nasrun Minallah (pompongan Solo), KH. Noer Khalim
Ma’ruf Asnawi (Demaan Kudus), Ustadz H. Abdul Rosyad. Ibu Hj. Nyai Dalhar dan
Ibu Hj. Nyai Noor Chana (Watu Congol-Muntilan), K.H. Abdul Ghofat (Gresik), K.H
Sidiq (Piji-Dawe), Kyi Moh Kiswan (Karang Rayung-Purwodadi), dan juga semasa
hidupnya K.H. Abdurahman Wahid (Gus Dur) juga sering memberikan restu pada
acara khaul ayahnya (R.Sumawinata)
Keberadaan R.
Sabda Kusuma di Kauman baru terusik ketika isu R. Sabda Kusuma menyebarkan
aliran sesar banyak diekspose media. Sabda sempat diusir warga untuk segera
meninggalkan Menara, namun Sabda tetap bersikukuh untuk tetap tinggal di Menara
sampai ada kejelasan kasus hukum yang sedang di tuduhkan kepada dirinya. R.
Sabda Kusuma aklhirnya meninggalkan secara dipaksa setelah kepolisian Kudus menahan dirinya atas
tuduhan menggandakan identitas
kewarganegaraan, bukan karena kasus penodaan agama.
Berdasarkan
hasil sidang di Pengadilan Negeri Kudus, identitas R. Sabda Kusuma
terunggap. R. Sabda Kusuma ditemukan
bukti kepemilikan dua surat nikah dikeluarkan instansi terkait dari Kabupaten
Kudus dan Demak dengan nama berbeda. Selain memiliki dua surat nikah yang
dikeluarkan Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Gebog, Kudus dan KUA Kecamatan
Karanganyar, Demak, Sabda juga memiliki beberapa KTP dan KK dengan nama yang
tidak sama (wawancara dengan Rustam Aji, tanggal 2010)
B.
Pokok-Pokok Ajaran R. Sabda Kusuma
Berasal dari hasil penelusuran lapangan dan hasil penyelidikan polisi,
bukti ajaran R. Sabda Kusuma terdapat 3 buku, yaitu 1) Lampiran Sabdaku-Suma :
Ilmu Thoriqot dan Alam Pengaturannya. 2) Lampiran Syahadat Ma’rifat. Dan 3) Lempiran Sabdaning-Suma: Kawerung Sangkan
Paraning Dumadi Pernataning Gusti Hyang Maha Agung. Dari ketiga kitab tersebut, hanya buku ketiga
yang diakui oleh Kelompok R. Sabda Kusuma. Sedangkan buku pertama dan kedua
tidak diakui sebagai bagian dari ajaran Milik R. Sabda Kusuma. Sampai sekarang,
dua buku yang pertama masih dalam proses
penyeledikan polisi, yaitu siapa sebenarnya yang menulis. Sehingga peneliti
memutuskan untuk menggunakan buku ketiga sebagai pedoman dalam mendiskripsikan pokok-poko
ajaran R. Sabda Kusuma.
Sekilas nampak dari tata layout buku Lempiran Sabdaning Suma muncul
nuansa magis yang kental. Pada Cover buku yang berwarna dominan hitam, terdapat
lingkaran kuning menyerupai bulan atau matahari yang di tengahnya terdapat tulisan
Allah dan Muhammad. Sekilas Nampak bulatan
kuning adalah purnama di tengah malam yang gelap. Tepat diatas lingkaran,
judul buku Lempiran Sabdaning Suma yang titulis dengan huruf Browalia.
Sementara pada bagian bawahnya terdapat tulisan: Sangkan Paraning Dumadi, Ngalam Pernataning Gusti Hyang Maha Agung
ditulis dengan huruf Bernart MT. Pada bagian bawah cover, tepat dibawah
lingkaran kuning tertulis wanahnu aqrobu ilaihi min khoblil warid.
Dari judul buku, Lempiran Sabdaning Suma: Sangkan Paraning Dumadi, Ngalam Pernataning Gusti Hyang Maha Agung bila
diartikan mengandung maksud: lempiran berarti susunan lembar kertas. Sabdaning
berarti perkataan yang mengadung tuah. Suma adalah sosok Eyang Sakti atau R.
Sumawinata yang menjadi ayah spiritual R. Sabda Kusuma. Sedangkan Sangkan Paraning Dumadi, Ngalam Pernataning
Gusti Hyang Maha Agung berarti : Asal Muasan Kejadian, Alam Semesta yang
diatur oleh Tuhan yang Maha Agung (Allah). Maka, buku ini adalah tuah dari dari
R. Sumawinata tentang ilmu ke-Tuhan-an.
Buku Lempiran Sabdaning Suma merupakan buku yang ditulis oleh Bapak Kyai Abdul
Lathif dan Bapak Kyai Abdul Kholiq,
orang dekat R. Sabda Kusuma sekaligus pamomongnya
(yang menjaga). R. Sabda Kusuma tidak secara khusus memerintahkan kepada
kedua pamomongnya itu untuk membukukan apa yang pernah di katakana ayahnya (R.
Sumawinata) pada dirinya selama mengikuti perjalanan riyadloh dengan R. Sumawinata. Namun sebelum penulisan Buku, Bapal
Kyai Abdul Latif dan Bapak Kyai Abdul Kholiq meminta restu pada R. Sabda Kusuma dan
beberapa ulama termasuk pada K.H Sya’roni Ahmadi. Bahkan K.H. Syakroni Ahmadi,
secara khusus diminta untuk mentaskhih (mengoreksi kesalahan isi) buku Lempiran
Sabdaning Suma sebelum buku itu di cetak. K.H Sya’roni Ahmadi bersedia dan sudah
menyerahkan hasil taskhihnya kepada Abdul Lathif.
Memasuki halaman-halaman awal buku, suasana mistik mulai terasa. Pada lempiran kedua setelah halaman cover (pada
halaman awal tidak tertera nomor halaman) terdapat gambar kepala harimau yang
dilingkari tulisan:
Sakderenge ngêrtos kêpengi mangêrtosi, saksampunipun ngêrtos mbotên
kenging makêrtosi, amêrsi titah menungso mênika penggenanipun lêpat kalayan
supe, mila kanthi mênika kêdah sagêt ngupadi lêrês kalayan eling, sangking lêpat
kita sinahu lêres, sangking supe kito sinahu eling.
Tulisan ini apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya:
Sebelum tahu berkeinginan tahu, setelah tahu
tidak boleh memberi tahu, sebab manusia itu tempatnya salah dan lupa, oleh
karena itu harus bisa mencari benar dan ingat, dari kesalahan kita bebelajar
kebenaran, dari lupa kita belajar ingat”
Menurut penjelasan R. Sabda Kusuma, gambar kepala harimau adalah simbul
yang dimiliki oleh Prabu Silihwangi, penguasa kerajaan Sunda. Simbul itu
dipakai untuk memberikan ingatan pada pesan mendiang ayahnya (R. Sumawinata)
untuk senangtiasa memberikan wewangian
(contoh yang baik pada masyarakat) meskipun generasi terus berganti. Wewangian
adalalah bau harum yang diambil dari makna kata wangi dalam frase silihwangi.
Lembar selanjutnya, terdapat gambar kereta kencana yang ditarik empat
ekor harimau sedang menyebrangi laut.
Kereta dikendalikan oleh dua orang lelaki yaitu sosok Eyang Sakti (tokoh
spiritual sabda) dan R. Sabda Kusuma sendiri. Sementara dalam tandu kereta,
perempuan dengan memakai mahkota ratu duduk di dalamnya (kanjeng ibu ratu).
Pada sisi kanan atas kereta terdapat gambar masjid menara. Gambar kereta
kencana serupa dengan gambar yang menghiasi rumah R. Sabda Kusuma di Jl. Menara
Gg. II, Desa Klumpit, serta rumah saudara-saudaranya di Perdukuhan Tempel
Terban. Tepat diatas Gambar terdapat tulisan “Rojo Macak Kawulo, Ratu Macak
Sudro, Wong Mulyo Macak Nisto”

Gambar : 03.4
Lukisan Kereta Kencana di Rumah Kakak R. Sabda
Kusuma di Desa
Terban Jekulo Kudus
Buku Lempiran Sabdaning Suma yang diakui oleh Bapak Kyai Abdul Kholik dan
Bapak Kyai Abdul Lathif sebagai penulis dan sekaligus murid R. Sabda Kusuma
merupakan intisari dari ajaran Sabdakusuma. Dalam Buku Lempiran Sabdaning Suma
terdiri atas 30 bagian pembahasan sebagaimana diurai dalam bagian isi buku. Ketigapuluh bagian isi buku Lempiran
Sabdaning Suma yaitu :
1.
Pambukaning hatur
2.
Purwaning Lelampahan sang Pangarsaning Jagat
3.
Parerepen Tindak Lampahipun Cahya Muhammad Minangka Dutaning Hyang cahya
Kang Sekawit
4.
Werdinipun Khuruf Hijaiyah Alif Mawi Haqiqi Ma’rifatullah
5.
Sifat-sifat Wajib Allah Swt Kalih Dasa Dipun Pilahaken Dados Sekawan
Perangan
6.
Sifat-sifat Wajib Allah SWT Kalih Dasa Kasebat Dipun Pilahaken Dados
Kalih Perangan
7.
Tataran kaweruh Hakekat Tumuju Wonten ing Haqiqi Ma’rifatullah
8.
Silsilah Dutaning Hyang Cahya
9.
Reresepan Lempiranipun Kanjeng Sunan gunung Jati
10.
Rerepen Saking Pasiten Pasundan
11.
Parerepen Ki Ageng Tempel
12.
Parerepen Pasiten Terban lan Redi Pati Ayam
13.
Reresepan Lempiran Sabdaning-Suma
14.
Kidung Sangking Sabdaning Suma
15.
Parerepen Punangganing Para Raja Ing Tanah jawi
16.
Suros Sandaning-Suma
17.
Ringesing Hatur Sabdaning-Suma
18.
Rererepen Lelampahanipun Nabi Khindir As
19.
Sastra Pawerdaning Sabdaning-Suma Lampahanipun Nabi Khindir As
20.
Pangripto Dumadining Jati Dirinipun Titah Manungsa
21.
Reresepan Tindak Lampahanipu Syeh Subakir
22.
Ramalanipun Syeh Subakir
23.
Keterangan Menurut Ulama Kang Winasis
24.
Reresepan Sandaning-Suma
25.
Tetengeripun Dajjal lan Penderekipun
26.
Keterangan Syeh Subakhir Mijiling Sang Wiji Panilih
27.
Tetengeripun Alam Mratelakaken Badha Mijilipun Sang Wiji Pamilih
28.
Pawelingipun Para Panisepuh Kang Minulyo ing Budi
29.
Lempiran Sabdaning Suma
30.
Pungkasaning Tembung
Dari ke 29 bagian pembahasan yanga ada pada Buku Lempiran Sabdaning
Suma apabila dikelompokkan pada dasarnya terdapat 4 intisari ajaran yaitu :
1.
Tauhid
Tauhid berasal dari bahasa Arab dari asal kata wahid yang berarti satu. Tauhid
secara umum diartikan sebagai ajaran untuk mengenal keesaan Allah yang terurai dalam sifat-sifatnya. Ajaran tauhid
dimaksudkan untuk mengenal nama-nama Allah sebagai perwujudan dari sifat-sifat
Allah. Ajaran tauhid dalam buku Lempiran
Sabdaning Suma diantaranya menjelaskan tentang nama-nama Allah yang wajib diketahui. Penjelasan sifat wajib yang dimiliki Allah
dalam Buku Lempiran Sabdaning Suma terletak pada bagian 1) Sifat-sifat Wajib
Allah Swt Kalih Dasa Dipin Pilahaekn Dados Sekawan Perangan; dan 2) Sifat-sifat
Wajib Allah SWT Kalih Dasa Kasebat Dipun Pilahaken Dados Kalih Perangan.
Menurut isi buku tersebut, sifat Allah yang wajib diketahui sebanyak 20
nama. Nama-nama Allah itu terbagi dalam empat bagian yaitu sifat nafsiyah,
sifat salbiah, sifat ma’ani dan sifat
ma’nawiyah. Kemudian jika dibagi lagi,
sifat wajib bagi Allah menjadi dua
bagian jaitu: 1) Nama-nama Allah yang bersifat istiqna dengan jumlah 11 sifat dan nama-nama
Allah yang bersifat iftiqor dengan sembilan
sifat. Keduapuluh sifat wajib bagi Allah yaitu : wujud, Qidam, baqo’,
mukhalafatulil hawadisi, qiyamuhu binafsihi, wahdaniyat, qodrat, irodat, ilmu,
hayat, sama’, basher, kalam, qodiran, Muridan, ‘aliman, sami’an, bashiron,
mutakaliman.
Melalui pengetahuan tauhid yang di dapat dari memahami sifat-sifat Allah
dan pemahaman agama yang bersumber dari Kitab Suci Al-Qur’an dan hadist,
manusia akan mendapatkan pengetahuan tentang kegaiban Tuhan. Dalam Buku Lempiran Sabdaning Suma di
sebutkan :
Dipun tambahi kalih dasa sifat-sifat Allah swt
puniko dipun wastani Kaweruh tataran Ing
Ngaman Pertananing Gusti Hyang Maha Agung (Allah Swt). Bab kasebat puniko
taksih dipun kantheni dhumateng awisan-awisanipun lan tenggel jawab ingkang
tansah dipun kantheni dhumateng awisanipun lan tanggeljawab ingkang tansah
dipun inget rinten saha dalu…” (Lempiran Sabdaning Suma, hal 56)
Kemudian dilanjutkan
dalam lembaran berikutnya :
Ing pawugeraning kaweruh ing ngalam pernataning Gusti Hyang Maha
Agung (Allah Swt) puniko kaweruh murti (ghoib), amargi pitedahipun tumuju mring
kaweruh roso sejati (kebatosan). Kaweruh murti mboten wonten seratipun. Wondene
ing padatanipun puniko dados awisanipun syare’at, amargi ajrih hambok menawi
mboten wadahipun (makomipun) (hal 57)
Pengetahuan tetang tauhid dalam buku Lempiran Sabdaning-Suma juga
diberikan penjelasan-penjesan dari dalil seperti : man arofa nafsahu faqot
arofa robbahu, wa man arofa robbahu faqotjahila nafsahu, wa man jahila nafsahu
fa qot jahila rabbahu, Artinya : Siapa saja yang mengetahui dirinya, maka
akan tahu Tuhannya, barang siapa yang mengetahui Tuhannya, maka tuhan akan ikut
pada diri manusia, dan barang siapa yang mengetahui kekurangan dirinya maka
Tuhan akan mengikuti apa yang dirasakan manusia. (Lempiran Sabdaning Suma, hal
56)
Oleh karenanya,
pengetahun tauhid yang didasarkan pada pemahaman syariat yang benar, diharapkan
akan memberikan perubahan pada diri manusia untuk menemukan makna ke-Tuhanan.
Makna ke-Tuhanan yang dimaksud yaitu hubungan antara mansuia sebagai mahluk
dengan Allah sebagai Kholiq. Dalam Buku
Lempiran Sabdaning Suma disebutkan bahwa maka tauhid dimaksudkan agar manusia
dapat mengetahui adanya alam gaib yang dinamakan “titik kosong kasampurna
saking kita hamung titah sakwantah dhumateng pengeranipun antawis kawula lan
gusti, gusti dan wawulo”. Artinya titik kosong kesempurnaan diri manusia
sebagai wujud mahluk yang hanya mengabdi kepada Tuhanya, seperti Mahluk dan
Tuhan, Tuhan dan Mahluk (Lempiran Sabdaning Suma : hal 64)
2.
Ajaran Tasawuf
Ajaran tasawuf merupakan ilmu kerohanian
Islam. Diantara ahli fiqih yang mengakui keabsahan tasawuf sebagai ilmu
kerohanian Islam, yaitu : Imam Muhammad
ibn Ahmad ibn Jazi al-Kalabi al-Gharnathi. Dalam kitabnya al Qawanin al Fiqhiyyah li Ibn Jazi hal. 277 menegaskan:
"Tasawuf masuk dalam jalur fiqih, karena ia pada hakikatnya adalah fiqih
batin (rohani), sebagaimana fiqih itu sendiri adalah hukum-hukum yang berkenaan
dengan perilaku lahir." Imam Muhammad `Amim al-Ihsan dalam kitabnya Qawa'id al-Fiqih, dengan mengutip pendapat Imam al-Ghazali,
menyatakan: "Tasawuf
terdiri atas dua hal: Bergaul dengan Allah secara benar dan bergaul dengan
manusia secara baik. Setiap orang yang benar bergaul dengan Allah dan baik
bergaul dengan mahluk, maka ia adalah sufi."
Dalam halaman 66 buku sabdaning suma, nampak adanya intisari ajaran tasawuf sebagai pengetahuan atau ilmu tentang
pencarian hubungan manusia dengan Tuhannya. Sebutan yang digunakan yaitu Tataran Kaweruh Hakekat Tumuju
Wonten ing Haqiqi Ma’rifatullah. Apabila diterjemahkan makna kata Tataran Kaweruh Hakekat Tumuju
Wonten ing Haqiqi Ma’rifatullah yaitu pengetahuan sejati
untuk menuju kepada kedekatan kepada Allah yang sebenar-benarnya.
Kata Ma’rifatuulah adalah kata
yang lazim digunakan dalam pembelajaran ilmu tasawuf sebagai
penggambaran/simbol tingkatan tertinggi. Dalam tasawuf Islam, tingkatan kedekatan manusia dengan Tuhan disebutkan ada empat
tingkatan, yaitu : syari’at, thariqat, hakikat, dan makrifat. Syariah merupakan pekerjaan jizim (syariatu fi'li jizim) yakni segala aturan-aturan yang berupa
perintah yang harus diketahui dan dijalani dan segala larangan-larangan yang harus
dijaui oleh seorang muslim
menyangkut ubudiyah baik kepada sang khaliq maupun sesama makluk dan alam
semesta yakni segala aturan yang berhubungan dengan ibadah kepada tuhan maupun
aturan yang berhubungan dengan alam sekitar.
Tataran Thoriqat merupakan
pekerjaan akal (thoroqotu fi'lu aqli)
dimana tugas akal adalah menjalani syar’i
secara terus menurus dari kecil hingga mati. Pada tataran ini pekerjaan akal hanya mampu menembus atau
hanya mengyakini pada sesuai yang rasional, dapat diterima akal. Sehingga
pengikut ajaran tasawuf belum mampu
memahami hal-hal yang belum terjangkau, seperti keberadaan kegaiban Tuhan. Sedangkan
Khaqiqot merupakana pekerjaan qolb (hati) dimana menjalani syar’i secara terus menerus dari kecil
hingga mati sehingga didalam qolb
akan menimbulkan rasa mahabah/rasa cinta kasih kepada Allah.
Makrifat merupakan pekerjaan ruh untuk mengetahui akan Ketuhanan. Tugas ruh adalah untuk melestarikan janji kepada TuhanNya semenjak manusia dalam
rahim ibunya yaitu sejak ruh ditiupkan kepada sang janin seorang ibu kemudian
manusia berada didunia ini hingga manusia Mati, kemudian
dibangkitkan lagi dimana ruh ini tetap langgeng. Pengetahuan akan ketuhanan ini
sebenarnya disetiap manusia ada namun pada saat saat tertentu akan terhijab
oleh nafsu manusia itu sendiri sehingga bila manusia selalu menuruti hawa
nafsunya maka tertutuplah pintu makrifatulloh tersebut, untuk menghilangkan
hijab tersebut diperlukan riyadhoh (latian-latian) secara terus menerus.
Dalam ajaran tasawuf R. Sabda Kusuma disebutkan bahwa tingkatan tertinggi
dalam ilmu tasawuf yaitu Haqiqi Ma’rifatullah, bukan ma’rifat. Untuk
mencapai tingkat tertinggi dalam hubungan manusia dengan Allah, manusia harus menemukan cahaya Tuhan yang berada
dalam alam maya atau dimensi ruhani (ngalam wewadi). Disebutkan dalam
Buku Sabdaning Suma : cahaya utawi nur inggih puniko ingkang boten ngetingalaken wujudipun kanthi kasunyatan
wonten ing ngalam padang, kasunyatanipun wonten hananging mboten dipun
ketingalen” artinya : cahaya atau nur (bahasa arab) yaitu
sesuatu yang tidak terwujud pada kenyataan di alam semesta, cahaya itu ada tetapi tidak nampak wujudnya.
Cahaya tuhan
yang dimaksudkan yaitu cahaya ma’rifatullah, itu
ada pada Nur Muhammad yang diturunkan
melalui Nabi-nabi. Tanpa adanya nur muhammad, mustahil manusia akan
menemukan hakekat kehidupan yaitu menyatunya diri manusia dengan dzat Penciptanya. Manusia yang mendapatkan Nur Muhammad mendapatkan kemulyaan sebagai rosul yang
berhak mendapatkan tugas menyampaikan wahyu, Nabi pertama yang mendapat nur Muhammad yaitu Nabi Adam. Keberadaan
Nur Muhammad sebagai manifestasi ketuhanan terus mengalir pada alur nabi-nabi, yaitu dari Adam, Daud, nabi-nabi yang lain hingga yang terakhir yaitu Muhammad. Dalam
buku lempiran Sabdaning Suma di sebutkan :
Ringkesing tembung, bilih sakyektosipun “Cahya Muhammad” utawi Haqoqo Muhammadiyya punika langgeng wontenipun saha
mituhinipun dhumateng Gusti Hyang Maha Agung (Allah Swt) Amergi
kawontenipun puniko Ka’Singitaken
dhening Gusti Pengeran Kang Murbaeng Dumadi, Kanthi kasunyatanipun dhumateng
“Harkat lan Martabatipun katimbang para Nalendra utawi para Raja. Sedaya nipun punika, amergo Gusti Hyang Maha Agung (Allah
Swt) sampun saestu-estu ngersaaken dhumateng satunggaling titah manungso
ingkang dados “wiji pamilih”. Saha ugi dadosaken pirso, bilih titang manungso kasebat
sampun wonten lan lumebet ing ngalam “Haqiqi Ma’rifatullah”. Kanthi bab kasebab
sampun mboten malih “dhohir lan haqiqinipun”. Amergi kawontenanipun titah
manungso kasebat sampung manunggil “Antawisipun Dzat lan Sifat”. Saha
manunggilipun puniko sampun ngantos dipun pirsani kanthi kawontenannipun
dhumateng tiyang manungsa puniko ing jisim badan wadakipun utawi dhohiripun
kewala. Saha Kawontenanipun punika mratelaaken skyektosipun bilih mboten woten Dzat menawi mboten wonten sifat, ugi mboten wonten sifat
menawi mboten wonten Dzat.
Selanjutnya dalam
buku lampiran sabdaning suma hal 70 disebutkan bahwa, ketika nabi meninggal, Nur Muhammad
tidak serta merta hilang bersama meninggalnya nabi. Akan tetapi Nur Muhamamd
masuk pada diri manusia yang di kehendaki oleh Allah yaitu Sayyidina Ali bin
Abi Tholib. Nur Muhammad terus dan terus masuk pada generasi-generasi manusia
selanjutnya sebagai pilihan Tuhan
yaitu, Sayyidina Abdul Kamil, Sultan
Maulana Idris Asghor, R. Syarif
Abdullah, R. Syarif Hidayatullah dan terakhir masuk pada diri R. R. Sumawinata,
yaitu tokoh yang disebut sebagai ayah dari R. Sabda Kusuma
Dalam buku Sabdaning Suma dibebutkan :
“Salajengipun cahya Muhammad punika gumantos malih lumebet dhumateng titah
manungsa kang kagungan asmo Sayyidina Ali bin Abi Tholib. Saklajengipun cahya
Muhammad puniko gumantos malih lumebet
ing titah manungsa ingkang kagungan asmo
Sayyidina Abdul Kamil. Saklajengipun cahya Muhammad puniko lumebet malih dhumateng
titah manungsa kang kagungan asma Sultan Maulana Idis Asghor. Saklajengipun
Cahya Muhammad puniko gumantos malih lumebet dhumateng titah manungsa kang
kagungan asma R. Syarif Abdullah Bani Israil (Sultan Mesir). Saklajengipun
Cahya Muhammad gumantos lumebet malih dumateng titah manungsa kang kagungan
asma R. Syarif Hidyatullah (panembahan Panata Gama Rosili8llah/P. natagiri).
Saklajengipun Cahya Muhammad gumantos lumebet malih dumateng titah manungsa
kang kagungan asmo R. R. Sumawinata (Eyang Sakti). (Lempiran Sabdaning Suma, Hal 70)
3. Khikmah Cerita Kehidupan
Buku Lempiran Sabdaning Suma
yang diakui oleh Bapak Kyai Abdul Lathif dan Bapak Kyai Abdul Kholik sebagai buku ajaran
mengandung banyak khikmah kehidupan yang di uraikan dalam bentuk cerita-cerita sejarah masa lalu. Uraian cerita dapat dibedakan dalam beberapa bagian
yaitu pertama. Cerita nabi-nabi
sebagai bagian dari alur yang mengautkan perjalanan Nur Muhamamad, mulai dari
nabi Adam hingga Nabi Muhammad. Karena Nur Muhammad dinilai memiliki sifat keabadian yang bisa masuk
(majing) pada diri manusia yang dipilih
oleh Allah, maka cerita-cerita itu dilanjutkan pada orang-orang yang dianggap
mendapatkan (kemasukan) nur muhammad yaitu
R. Syarif Hidyatullah, Raden Masduqi, Pangeran Jayakarta, R. Suma Winata, hingga kehidupan keluarga dan
orang tua R. Sabda Kusuma.
Kedua, yaitu cerita-cerita yang berisi tecerita
mistis, terutama yaitu pada proses lahirnya R. Sabda Kusuma yang dinilai
merupakan (95) berkaitn dengan hal gaib.
Diceritakan dalam buku itu, R. Sabda Kusuma sebenarnya adalah anak dari Syeh
Samsudin yang merupakan bagian dari generasi dari R. Syarif Hidayatulah. Ketika
R. Sabda Kusuma lahir, ibu yang mengandungnya, Sri Hambami meninggal dunia.
Oleh karenanya, R. Sabda Kusuma kemudian
diberikan kepada ahmad suyud (nama lain dari ayah R. Sabda Kusuma) untuk disimpan di gua siluman, gunung pati
ayam sambil menunggu anak keenammnya.
Apa yang disampaikan Syah Samsyudin dilaksanakan dengan baik oleh Ahmad
Suyud. Singkat cerita, ketika Ahamd Suyud telah mendapatkan anak keenam, didatangilah
bayi R. Sabda Kusuma yang telah lama disempan digua siluman. Menjadi sebuah
kenyataan apa yang dikatakan oleh Syeh Syamsudin ternyata benar, bayi R. Sabda
Kusuma masih hidup seperti semua. Atas pentunjuk dari syeh Symsudin, bayi R.
Sabda Kusuma kemudian dimasukan kedalam kandungan istrinya Ahmad Suyud untuk
dijadikan sebagai anak ke tujuh.
Selanjutnya, di halaman 98, menjelang kematiannya,
Ki Ageng Tempel alias Ahmad Sujud alias Ahmad Bapak Nasran, pada Ahad Legi
malam Senin Pahing tahun 1989 menjelang kematiaanya, ia memanggil R. Sabda Kusuma untuk diberitahukan perihal
jati diri R. Sabda Kusuma sebenarnya. Bapak Nasran (ayah biologis) berpesan pada R. Sabda Kusuma bahwa
sejatinya dia adalah bukan anaknya tetapi sebagai anak dari R. Sumawinata
alias, Eyang Sakti, alias Syeh Samsyudin yang masih keturunan dari Raden Syarif Hidayatullah
(Sunan Gunung Jati), keturunan dari Kesultanan Cirebon. Sebagai bukti, ditunjukkan kepada R. Sabda
Kusuma pusaka keramat Sunan Gunung Jati.
Diterangkan pula dalam diktat tersebut, bahwa atas isyaroh (petunjuk
dalam mimpi) R. Sabda Kusuma diperintahkan
oleh Nabi Muhammad untuk mencari ayahnya di Daerah Cirebon, terjadi pada
1995. Dalam pencariaanya R. Sabda Kusuma berhasil menemui ayahnya di Ratu Jaya, Depok. Di saba R.
Sumawinata konon lebih dikenal dengan nama Eyang Sakti. Berikutnya, R. Sabda
Kusuma melanglang buana ke Mesir dan beberapa tanah Arab dan berkunjung keberapa makam wali dan lelulurnya
di Nusantara Indonesia. Pada 1997, R. Sabda Kusuma pulang dari Jazirah Arab,
menuju ke Tempel, Terban. Ia kemudian menikah dengan Siti Choiriyah (Sri Anna
Aniqul Untza).
R. Sumawinata, menjelang kematiannya pada Senin Pon 16 Agustus 1999,
meminta kepada keluarga untuk mengunjungi R. Sabda Kusuma di Tempel. Beberapa
Muridnya, di antaranya Abdul Latif, mengaku mengetahui langsung pertemuan itu. R.
Sumawinata sendiri, dikabarkan meninggal pada Kamis Legi, 19 Agustus 1999, di
Depok Ratu Jaya
4. Ramalan Hari Kiamat dan
Munculnya Ratu Adil
Hampir separo buku Lepiran Sabdaning Suma berisi
ramalan tentang apa yang akan terjadi pada bumi di hari akhirnya. Ramalan Syeh
Subakir, sebelum datanggnya hari Kiamat disebutkan bahwa tanah jawa akan mengalami masa sengsara,
yaitu banyak orang mendapatkan fitnah dari saudaranya sendiri. Ciri-ciri akan
datangnya masa sengsara yaitu :
1. Orang kaki-laki jadi
perempuan.
2. Perempuan sudah
hilang rasa malu;
3. Banyak orang lupa
kepada Allah;
4. Banyak orang berbuat
jahat;
5. Banyak orang mati
karena terbakar (kebakaran);
6. Banyak perempuan
menjadi pelacur;
7. Banyak orang
melakukan poligami;
8. Banyak orang mencari
harta dari jalan yang tidak benar;
9. Banyak orang
melakukan suap;
10. Banyak tempat ibadah
yang bagus-bagus tetapi hanya digunakan untuk perdebatan;
11. Nilai agama kalah
dengan nilai harta benda dan tahta.
12. Orang jujur tidak
dipercaya, orang jahat mendapat tempat.
13. Dll.
Sementara itu untuk tanda-tanda kiamat menurut
ramalan buku tersbut yaitu :
1.
Keluarnya Dajjal
2.
Datangnya Imam Mahdi
3.
Turunya Nabi Isa
4.
Turunnya Ngakjud
Makjud
5.
Keluarnya matahari
dari barat
6.
Keluarnya Dabbat
7.
Banyak terjadi
paceklik dan kelaparan
8.
Rusaknya Ka’bah
9.
Hilangnya Al-Quran
10.
Kelarnya api dan
hancurnya alam semesta
Kemunculan ratu adil merupakan
bagian dari tahapan akan datangnya hari kiamat. Ratu adil yang diharapkan akan
memberikan perbaikan rusaknya dunia, tidak lain yaitu akan jatuh pada
orang-orang yang mendapatkan Nur Muhammad sebagai “wiji panilih”, orang yang
menjadi pilihan Tuhan. Orang yang menjadi pilihan Tuhan itu segala
perkataannnya akan terwujud. Dalam bahasa Jawa disebut idune idu geni. Orang
itu juga bisa tahu apa yang menjadi pikiran yang terseiman dalam hatinya,
mengetahui kejadian masa lalu, dan bertemu orang pada tempat yang berbeda
diwaktu yang sama. Ciri-ciri manusia yang menjadi pilihan tuhan sebagai ratu
adil yaitu tidak punya bapak dan ibu. Dalam hidupnya orang itu hanya
mengamalkan trisulaweda. Dia tidak disebut sebagai Begawan, Pandhito, akan
tetapi lebih dari itu. (Sabdaning Suma, hal. 231-233)
C. Pengenalan
Ajaran
Secara umum apa yang dilakukan oleh R. Sabda Kusuma tidak jauh beda dengan apa yang
diajarkan dalam syareat agama Islam. Akan tetapi, sebagai tokoh sentral
dalam kelompok yang pernah mengalami pengalaman ruhani dan mendapatkan
pengetahuan dari ayah spiritualnya, maka ada hal-hal khusus yang sifatnya
tertutup bagi orang luar. Ajaran khusus ini memang banyak mengandung ajaran-ajaran yang tidak masuk akal.
Sulit untuk dicerna oleh akal pada masyarakat umumnya. Seperti proses
menitisnya (perwujudan) kembali wujud R. Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) dalam rangkaian kehidupan pada generasi
berikutnya. Proses penitisan seolah ada kehidupan setelah kematian yang dapat
berlangusng beberapa kali dalam bentuk yang lain. Yang paling sulit dicerna oleh akal
yaitu proses kalahiran sabda yang sebelumnya telah berwujud seorang bayi yang
kemudian oleh Bapak Nasran, calon bayi R. Sabda Kusuma itu dimasukkan dalam
kandungan istrinya dengan cara gaib.
Dari analisa kehidupan yang dijalani oleh R. Sabda Kusuma, masyarakat mulai mengenal R. Sabda Kusuma sejak kepindahannya di
Desa Getas Pejaten, Kecamatan Jati Kabupaten Kudus. Masyarakat mengenal apa yang dilakukan Sabda hanya teman-teman dekatnya yang bersahabat
karena dibangun oleh relasi hubungan bisnis atau mereka yang tergabung dalam KOPPUMA. R. Sabda Kusuma
tidak melakukan penyebaran
ajaran secara khusus dan tidak ada kegiatan resmi yang berisi kegiatan
pengajaran.
Biasanya orang-orang yang datang kepadanya adalah untuk meminta tolong dalam
mengatasi masalah kehidupan. Karena kebetulan, R. Sabda Kusuma memiliki beberapa
kelebihan yang orang awam menyebutnya sebagai paranormal. Sebagai orang yang
dituakan dalam kelompok tentunya R. Sabda Kusuma memberikan nasehat bagaimana
mensikapi masalah-masalah yang muncul dalam hidup. Yang terpenting dari Sabda adalah melakukan
kegiatan baik bagi umat manusia, yaitu amar ma’ruf nahi mungkar sebagaimana di
pesankan oleh median ayahnya, R. Sumawinata.
Kata R. Sabda Kusuma:
Islam harus memberikan suri tauladan yang baik
ditengah masyarakat umum, ditengah masyarakan non muslim harus memberikan
contoh. Alkhirnya saya terjun semua, karena saya memberikan contoh kehidupan
yang harmanis, sehingga banyak orang Kristen yang masuk Islam dan saya serahkan
kepada mbah yai (kyai). (Wawancara dengan R. Sabda Kusuma,
Selama kurang lebih enam tahun hidup di Desa Kauman,
Menara Kusus, R. Sabda Kusma merasa
tidak pernah memiliki murid, akan tetapi hanya beberapa orang dekat yang
posisinya dibangun dari hubungan keanggotaan dalam koperasi, yaitu sekitar 40
orang. Seperti apa yang diakui
oleh kakak perempuan Sabda, rukmini. Kami semua adalah keturuan kusuma (sejenis
darah biru yang memiliki tugas perjuangan khusus dari leluhurnya), begitu kata Rukmini
didepan peneliti dan beberapa anggota
keluarganya di Terban. (wawancara dengan rukmini tanggal 31 Oktober 2010)
Rasa Simpati Masyarakat terhadap Sabda bertambah ketika, R. Sabda
Kusuma melangsungkan perkawinan dengan mbangun
nikah dengan Siti Choiriyah di Desa Klumpit, Gebok Kudus. Keluarga Siti sendiri,
hidup dari latar belakang keluarga yang hampir sama dengan kehidupan R. Sabda
Kusuma. Ayah Siti menurut penuturan warga setempat adalah sosok orang pintar (paranormal) sebagaimana profesi yang pernah
dijalani oleh Bapak Nasran ayah R. Sabda Kusuma. Bekal latar belakang keluarga
yang hampir sama, menjadikan keluarga dari pihak Istri juga menerima apa yang
menjadi keseeharian R. Sabda Kusuma.
Dari
pengamatan warga Klumpit, R. Sabda Kusuma memiliki daya tarik tersendiri
bagi orang lain, yaitu setelah kedatangan R. Sabda Kusuma, Keluarga dari pihak isteri dilihat dari sisi ekonomi
mengalami peningkatan. Di contohkan salah seorang warga Klumpit bahwa saudara-saudara Siti Khoiriyah
(istri Sabda) setelah meminta do’a restu kepada R. Sabda Kusuma usahanya mengalami kemajuan yang cukup dratis. Dalam waktu yang
tidak terlalu lama, usaha konveksi yang dirintis oleh kakak Siti secara tiba-tiba berkembang
dengan pesat sehingga mampu mendirikan bangunan baru untuk menampung
karyawan-karyawannya.
Di masyarakat Kudus, isu R. Sabda Kusuma memiliki kemampuan
untuk membuat orang menjadi kaya adalah daya tarik bagi masyarakat untuk datang meminta bantuan atau do’a restu pada R.
Sabda Kusuma. Kemampuan R. Sabda Kusuma ini ada
hubungannya dengan kepemilikan kunci harta karun Sunan Gunung Jati yang tersimpan pada simpul-simpul
kekuatan magis di Nusantara. Keluarga R. Sabda Kusuma ketika ditanya, apa yang dimaksud dengan simpul-simpul
kekuatan magis nusantara, tidak
menjelaskan secara pasti, karena penjelaskan tentang harta karun tidak bisa
dijelaskan secara syariat-hukum dengan dasar rasio.
Hubungan R. Sabda Kusuma dengan pihak luar (masyarakat) umumnya dibangun melalui
hubungan perdagangan dan pertemanan. Warna salah satu orang yang pernah datang untuk minta do’a restu
pada R. Sabda Kusuma mengaku pada
awal hubungan bisnis perdagangan barang rosok. Karena sering berhubungan dalam
bentuk perdagangan, lama-kemalamaan terjadi kedekatan. R. Sabda Kusuma sering
memberikan nasehat tentang hikmah kehidupan.
Pengakuan Bapak
Margono, seorang pelukis yang pernah disuruh membuat lukisan Bapak Abdul
Latif, kepada R.Sabda Kusuma karena mengalami masalah ditempat kerja. Seperti pengakuna winarno
yang pertama kali
mengenal aliran Sabdo ketika mendapat pesanan lukisan kereta dari Kusmanto
alias Sabdo Kusuma. “Dia pesan
lukisan melalui Abdul Latif, selanjutnya saya diperkenalkan dan ditawari untuk
mengikuti pengajian kelompok mereka,” ujarnya. Kegiatan lain yang menonjol pada R. Sabda Kusuma yaitu peringatan khaul
ayahnya yang diclaim memiliki nasab sampai pada sunan gung jati. Acara kahul hampir
dilakukan tiap tanggal tahun.
Dalam acara khaul ayahnya, Raden R. Sumawinata bin Pangeran Natagiri(Eyang Syarih
Hidyatullah/Sunan Gunung Jati dihadiri
oleh sejumlah tokoh. Pada khaul yang ke
8 hasil Dengan menyandingkan
ulama-ulama besar, Pada acara kaul yang
kedelapan. Tanggal 2 Agustus 2007 Gusdur cigancur, Qosim gunungjati, bdul
gofar, Hj. Nor. Ingkang dipun rawuhi : KH. Sya’roni Ahmadi, KH, M. Salman
Dahlawi (dari Pompongan – Solo), K.H. Abdul Basyir (Jekulo Kudus), K.H. Abdul
Rozak (bonang-Lasem), K.H. MA’ruf Irsyad, K.H. Muhammadun (Kajen-Pati), K.H.
Ulil Albab (Kajeksan-Kudus), K.H. Rahman Abdul hadir K.H Abdul Basyir, KH. Ulil Albab (Kajeksan
Kudus) K.H. Nasrun Minallah (pompongan Solo), KH. Noer Khalim Ma’ruf Asnawi
(Demaan Kudus), Ustadz H. Abdul Rosyad symbol kemudian ini Kegiatan ini di CD kan yang menjadi bahan untuk
sosialisasi bagi calon pengikut atau tontonan tetantangga. Pada acara khaul
juga Sabda mencetak buku yang bersiai sejarah singkat tentang keluarga sabda.
D. Munculnya Polemik R. Sabda Kusuma
Akibat dari ulah Bambang Supriyono yang tidak
mematuhi aturan organisasi, terjadi kekisruhan dalam managemen Koperasi Putra
Kusuma Quddus (KOPPUMA) yang berbuntut pada pemecatan Bambang Supriyono dari
kedudukannya sebagai ketua KOPPUMA. Jauh sebelum Bambang Supriyono di pecat,
pihak pelindung koperasi sudah pernah melakukan peringatan kerasa kepadanya. Sebelumnya Bambang Supriyono telah di jatuhi
hukuman peringatan dengan disekors sebagai pengurus selama satu bulan. Akan
tetapi beberapa bulan selanjutnya, Bambang kembali melekukan kesalahan yang
dinilai sudah keterlaluan dan memalukan organisasi. (Wawancara dengan R. Sabda
Kusuma, 16 November 2010)
Secara lengkap, sesuai dengan surat yang dikeluarkan
oleh pengurus KOPPUMA Alasan yang diajukan oleh pihak pengurus dalam pemecatan
Bambang Supriyono yaitu: 1) Tidak bisa
mengayomi para pengurus dan anggotanya; 2) Memberikan contoh buruk
dengan memprovokasi kepada para anggota koperasi dan pengurus agar keluar dari
KOPPUMA; 3) Dia terbukti mengajak beberapa anggota koperasi untuk keluar dari
Aqidah Islam; 4) Menunjukan sikap arogansi dengan berkelahi sesama anggota
dan pengurus KOPPUMA; 5) Tidak bisa memajukan usaha koperasi untuk berkembang
sesuai layaknya yang tercantum di dalam AD ART Koperasi Putra Kusuma Quddus.
(Dokumen KOPPUMA)
Bambang dipecat dengan tidak hormat terhitung mulai tanggal 4 Agustus 2009.
Akibat dari pemecatan itu, dalam hati Bambang muncul perasaan kecewa terhadap R. Sabda
Kusuma selaku pelindung KOPPUMA.
Kekecewaan Bambang menjadi dendam dalam hati, sehingga ia mencari cara
untuk menghancurkan R. Sabda Kusuma. Menurut penuturan R. Sabda Kusuma lewat
catatan ungkapan hati tanggal 7 November 2009, Bambang menaruh dendam pada R.
Sabda Kusuma dengan cara melakukan pembunuhan karakter melalui penyebaran isu
ajaran sesat. Melalui Buku yang dibuat Bapak Kyai Abdul Kholik dan Bapak Kyai
Abdul Wahid, sebagian dari isi buku diplesetkan
dengan mengubah isi buku. (Wawancara dengan R. Sabda Kusuma, 16 November 2010)
Dalam upaya menjatuhkan R. Sabda Kusuma, Bambang Supriyanto melakukan
cara melalui pendekatan terhadap warga seputar menara melalui Pengurus Yayasan
Masjid Menara. Dugaan adanya ajaran sesat pada aliran R. Sabda Kusuma, oleh
Bambang di beberkan pada pengurus Yayasan Masjid Menara. Bambang menginformasikan bahwa, di wilayah
menara terdapat aliran sesat, yaitu tepatnya di Gang II Jalan Wahid Hasim, RT
01/RWI, Kelurahan Kauman, Kecamatan Kota Kudus. Aliran sesat yang dimaksud
tidak lain yaitu aliran yang dibawa oleh R. Sabda Kusuma. Tuduhan pokok yang disampaikan pada masyarakat yaitu R. Sabda
Kusuma dituduh telah telah mengubah kalimat sahadat.
Sejak itu,
masyarakat mulai ramai memperbincangkan ajaran
R. Sabda Kusuma karena informasi dari media. Perberitaan
tentang R. Sabda Kusuma tidak hanya sebatas pada media lokal, tetapi media
nasional. Dari informasi media, kasus R. Sabda Kusuma
semakin memanas. Masyarakat seputar
menara yang merasa memiliki kultur budaya santri dan sekaligus symbol religi
masyarakat kudus menjadi terusik, dan tidak menerimakan adanya aliran sesat
diwilayahnya. Akhirnya mulcul desakan
dari warga
masyarakat untuk segera
mengusut kasus R. Sabda Kusuma sampai pada ranah hukum.
Untuk membuktikan dugaan berkembangnya aliran
sesat R. Sabda Kusuma di seputar Masjid
Menara. Sejumlah
pihak yang terdiri ketua Rukun Tetangga (RT), Ketua Rukun Warga (RW), sejumlah tokoh masyarakat dan tokoh agama
termasuk ketua Yayasan Masjid Menara dan Kepada Desa Kauman sepakat membentuk
wadah untuk menyelidiki kasus yang dilaporkan Bambang Supriyanto. Selanjutnya, warga seputar menara
membentuk tim yang diberi nama Tim Masyarakat Menara (TMM) dan menunjuk
Maehesah Angni sebagai ketua. (Wawancara dengan Maehesah Angni, ketua TIM
Menara, 23 Oktober 2010)
Setelah bukti-bukti dirasa cukup kuat, TMM
mengambil langkah
menginformasikan kasus dugaan aliran sesat yang di tuduhkan pada R.
Sabda Kusuma kepada pihak-pihak terkait. Melalui surat laporan tanggal 3
november 2009, R. Sabda Kusuma dilaporkan pada Polda Jateng yang surat
pelaporan ditantatangani oleh beberapa elemen masyarakat diantaranya yaitu
unsur BPD (Badan Perwakilan Desa, ketua RT dan RW, Serta Tokoh Masyarakat
Setempat). Selain kepada Polda Jetang Surat itu juga ditembuskan kepada :
Polres Kudus dan Komandan Kodim.
Sebagai respon terhadap desakan masyarakat menara, pada tanggal 9 November
2010, MUI Kudus bersama dengan elemen perintah yaitu Koramil, Polres,
Kejaksaan, Satpol PP, Kesbang Linmas, Depag, dan TTM, menggelar pertemuan untuk
koordinasi di Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbang Polimas)
Kudus. Hasil dari pertemuan di Kesbang Polimas yang tanpa dihadiri oleh pihak R.
Sabda Kusuma, merumuskan sebuah
kesepakatan yang menguatkan dugaan bahwa ajaran R. Sabda Kusuma terindikasi sesat.
Sehari setelah digelarnya rapat koordinasi di Kantor Kesbang Polimas, MUI Cabang
Kabupaten Kudus kemudian mengeluarkan fatwa. Dalam Fatwa MUI yang dituangkan
dalam surat resmi MUI Kabupaten Kudus dengan nomor surat K.30/MUI/XI/2009 dan
tanggal surat 10 November 2009, menilai R.
Sabda Kusuma secara jelas telah menyimpang dari ajaran Islam, yaitu mengubah
sahadat yang seharusnya berbunyi “Asyhadu annla Illaha Illallah, Wa asyhadu
Anna muhammadan rasululllah” berubah menjadi “Asyhadu annla Illaha
Illallah, Asyhadu Anna R. Sabda Kusuma Rasulullah”. Surat itu
ditandatangani oleh Ketua Umum, K.H.
Muhammad Syafiq Nashan dan Sekretaris Umum Drs. H. Akhmad Mundakir, M.SI.
Setelah keluarnya surat pernyataan dari MUI Kudus, pihak R. Sabda Kusuma
baru diminta Klarifikasi tentang dugaan
adanya pengubahaan dua kalimat sahadat di kantor Departemen Agama (Depag)
Kabupaten Kudus tanggal 12 November 2009. Dalam pertemua itu pihak sabda
membamtah telah melakukan apa yang telah dituduhkan. Penolakan Sabda terhadap
tuduhan itu diwujudkan dalam bentuk surat pernyataan resmi bermaterai. Penolakan serupa juga dikemukakan oleh R. Sabda Kusuma saat diminta datang dalam pertemuan di
Kantor Kesbangpolinmas Kudus tanggal 16 November 2009 bersama TMM, MUI Kudus,
Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Satpol PP serta beberapa orang yang dulu
dianggap sebagai pengikut R. Sabda Kusuma.
(Wawancara dengan anggota kelompok sabda, Abdul Latif dkk. Tanggal 16
November 2010; Radar Kudus, 13 November 2009)
Desakan kuat
masyarakat Menara pada memerintah untuk segera menyelesaikan tindakan dugaan
sesat aliran R. Sabda Kusuma mulai memberikan dampak pada situasi sosial di
sekitar menara. Masyarakat menara menilai, tindakan yang dilakukan oleh aparat pemerintah lamban. Penangan pemerintah
selama ini juga dinilai belum bisa menyentuh subtansi permasalahan. Akibatnya,
ketegangan sosial mulai muncul antara pihak R. Sabda Kusuma dengan pihak Tim
Masyarakat Menara. Masyarakat menara
mendesak pada pihak R. Sabda Kusuma segera meninggalkan wilayah kauman
karena menilai dari bukti-bukti yang telah dikumpulkan TMM menguatkan dugaan adanya pelencengan ajaran
Islam.
Masyarakat Menara khawatir citra kota santri yang disandang Kota Kudus,
utamanya diwilayah sekitar Kota Kudus sebagai pusat ajaran Islam ternoda
seiring dengan dugaan ditemukannya aliran sesat yang berada di desa Kauman.
Kekhawatiran lain beralasan banyak warga dari luar Kota Kudus yang belajar di
Pondok Pesantren tidak jauh dari Masjid Menara Kudus akan ikut terpengaruh.. Jangan-jangan anak-anak mereka terpengaruh
oleh apa yang menjadi isu masyarakat di Kota Kudus, begitu keluh salah seorang
warga sebagimana di kutip oleh media. (Radar Kudus 23-11 2009)
Dengan maksud untuk menjaga hal-hal yang tidak dinginkan pada tanggal 23
November 2009, kelurahan menara sebagai wakil masyarakat dengan sejumlah tokoh
dan elemen masyarakat lain mengundang R. Sabda Kusuma di kantaor Kelurahan
Kauman. Dalam pertemuan itu, secara resmi perwakilan masyarakat menara mendesak
pada pihak Sabda meninggalkan Kompleks Masjid Menara. Namun, pihak sabda
bersikukuh untuk tetap dimenara, dengan alasan menghormati proses hukum yang
sedang dilakukan oleh polisi dan menunggu keputusan pengadilan.
Ketidak sabaran warga dalam menunggu proses pengadilan dan bergulirnya
isu-isu yang berbau provokasi terhadap situasi menjadikan suasana sosial memanas. Sebagian dari kelompok TIM menara mengaku
mendapat terror SMS yang berisi ancaman. Warga Menara menggelar aksi penolakan
pada tanggal 11 Desember 2009. Sehabis salat jum’at warga untuk mendatangi rumah kontakan R. Sabda
Kusuma di Jalan Menara Gang II RT 01/RW I Kelurahan Kauman Kudus. Dalam aksi,
hadir ketua TTM, Maesah Anggni, ketua RT. Untuk menjanga situasi, aksi juga
dihadiri oleh AKP Suyatmi, Kapolsek Kota Kudus dan Kasi Ediologi Kesbangplinmas
Kudus, Noor Hadi. Dalam kesempatan itu warga meminta pada pihak Sabda untuk
tidak memperkeruh suasana dan mematuhi kesepakatan yang telah digelar
sebelumnya di Balai Kelurahan pada tanggal
23 November 2009. (Radar Kudus, 12 Desember 2009)
Ketegangan-ketegangan sosial yang mulai muncul di masyarakat mendapatkan
respon dari pihak kepolisian untuk segera melakukan penyelidikan terhadap
dugaan sesat pada ajaran R. Sabda Kusuma. Langkah-langkah penyelidikan
terhadap-pihak terkait seperti orang penulis buku Sabdaning Suma, dan
barang-barang bukti yang diserahkan oleh TTM di pelajari. Akan tetapi pihak
Kepolisian setelah melakukan penyelidikan, justru menemukan pelanggaran hukum lain yang memiliki
bukti kuat. Pelanggaran hukum baru yang ditemukan yaitu
Sabda telah memberikan keterangan palsu pada data kependudukan sebagai akte
autentik saat mengurus kartu tanda penduduk (KTP), kartu keluarga (KK), dan
surat nikah. (Radar Kudus,
Rabu, 16 Desember 2009, R. Sabda
Kusuma bersama istrinya ditahan oleh aparat kepolisian karena terbukti
melakukan pelanggaran hukum berupa memasukkan keterangan palsu pada akte
autentik saat mengurus kartu tanda penduduk (KTP), kartu keluarga (KK), dan
surat nikah.
Soal kasus Kusmanto melakukan penistaan agama, kata Suwardi, masih terus dilakukan penyidikan. Atas tindakannya melanggar hukum, Kusmanto dapat dijerat pasal 266 KUHP tentang Pemalsuan Surat, dengan ancaman hukuman penjara paling lama tujuh tahun.
Soal kasus Kusmanto melakukan penistaan agama, kata Suwardi, masih terus dilakukan penyidikan. Atas tindakannya melanggar hukum, Kusmanto dapat dijerat pasal 266 KUHP tentang Pemalsuan Surat, dengan ancaman hukuman penjara paling lama tujuh tahun.
Berkas kasus
memasukkan keterangan palsu akta autentik yang dituduhkan kepada Kusmanto (40)
alias R. Sabda Kusuma bersama istrinya Siti Choriyah (37) dilimpahkan ke
Kejaksaan Negeri (Kejari) Kudus, Jumat
12 Peb 2010. Tiga jaksa penuntut umum (JPU) disiapkan untuk menangani
kasus tersebut. Jaksa yang ditunjuk menangani kasus R. Sabda Kusuma, yakni M
Mahrus, Munfaizin, dan Een Indrayani.
Kasus Kusmanto
(40) alias R. Sabda Kusuma yang didakwa memasukkan keterangan palsu akte
autentik mulai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Kudus, Senin, 1 Maret
2009. Agenda sidang pertama kasus R. Sabda Kusuma di PN Kudus, yang dipimpin
oleh Majelis Hakim Agung Suradi, yakni pembacaan dakwaan dan pemeriksaan saksi.
Dalam dakwaan primer yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) M Mahrus, Sabda
didakwa melanggar pasal 266 ayat (2) junto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP tentang
Pemalsuan Surat, sedangkan dakwaan subsider pasal 263 ayat (2), junto pasal 55
ayat (1) ke 1 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 7 tahun. Setelah pembacaan
dakwaan, majelis hakim memutuskan sidang ditunda untuk agenda pemeriksaan saksi
karena JPU belum bisa menghadirkan saksi.
Di akhir
sidang, Rabu 14 Maret 2010, Pengadilan Negeri Kudus menjatuhkan hukuman
terhadap R. Sabda Kusuma dan istrinya, Sri Ana Uniqul Unstsa atas terdakwa
kasus pemalsuan surat-surat kependudukan. Majelis hamim memberikan hukuman
kepada R. Sabda Kusuma selama enam bulan penjara, dan istrinya 37 tahun, lima bulan
penjara. Vonis yang dibacakan Ketua
Majelis Hakim Agung Suradi, lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum M Mahrus menuntut Sabda hukuman satu tahun
penjara dan Sri Ana 10 bulan penjara.
Majelis hakim menyatakan tindakan yang memberatkan terdakwa yaitu mereka
terbukti merusak sistem administrasi kependudukan. Sedangkan hal yang
meringankan, kata Agung Suradi, mereka menyesali segala perbuatannya. Barang bukti terkait surat-surat penting
seperti Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, Buku Nikah serta surat pindah
atas nama R. Sabda Kusuma dan Sri Ana yang dikeluarkan dari Desa Karanganyar,
Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, disita untuk dimusnahkan.
E. Pokok AJaran Yang dianggap Meresahkan
Melalui surat pengaduan warga kauman,
kecamaan Kota Kusus yang ditandatangani sejumlah elemen masyarakat yaitu : Ahmad Cahnafi (Ketua BPD), Mc. Fatchan (Wakil BPD), H. Tahuchid (Sekretaris
BPD), H.M Maksun (anggota BPD), Lutfi (Anggota BPD), Chamdan (Ketua RW I), HM.
Farhan (Ketua RT 01), Lailal Muna (Ketua RT 02) Mahfud SH (ketua RT 3) dan H.M
Faruq (Tokoh Agama), masyarakat kauman melaporkan kasus Sabda Kusuam pada pihak yang berwajib atas tuduhan melakukan
praktek ajaran yang menyesarkan dan
meresahkan masyarakat yaitu :
1. Mengajarkan Islam Hakekat, ma’rifat
tanpa landasan yang benar, diantaranya dengan mengartikan ayat-ayat Al-qur’an
dengan semaunya sendiri, yang menurut versi bersangkutan adalah berdasarkan
pemahaman ma’rifat.
2. Disalah satu buku terbitannya,
membuat kalimat shahadat dan shalawat
yang menyebutkan mananya sebagai Rosulullah.
3. Menyebut dirinya dengan gelar ya
malikul kudus min habbil wariid, dan
menurut informasi muridnya, juga telah
berani mengaku dirinya Tuhan (pangeran).
4. Mengaku dirinya sebagai :
a. Dutaning Hyang Cahaya (Nur Muhammad)
dan sekaligus sebagai turunan Nabi Muhammad SAW yang di akhir jaman ini sebagai
imam mahdi.
b. Cucu sunan Gunung jadi dari garis keturunan kanoman
c. Satrio Piningit yang nantinya sebagai
maharaja di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kemudian negeri ini akan
diybah menjadi Kerajaan Nusantara.
Dalam surat aduan yang ditujukan
kepada POLDA jateng, kelompok masyarakat menara juga menyampaikan adanya
praktek yang diindikasikan dengan kuat telah melakukan penipuan dengan cara
mengumpulkan sebuah uang (ratusan juta rupiah) dari para murid yang digunakan
sebagai uang muka pengambilan harta waris kesultanan Cirebon yang katanya
sekarang masih terpendam.
Dalam surat tuduhan tersebut ketika tersebar dimedia, yang
paling banyak mendapat sorotan masyarakat yaitu tuduhan adanya pengubahan dua
kalimat syahadat. Sehingga oleh MUI yang tanpa melalui klarifikasi terlebih dahulu terhadap R. Sabda Kusuma
telah menjatuhkan statemen sesat melalui surat penyataan yang di keluarkan pada
tanggal 9 Novemver 2009. Tuduhan itu akhirnya
tidak terbukti, karena dalam persidangan kasus yang disidangkan berbeda
dari apa yang selama ini dituduhkan.
BAB IV ANALISIS
IMPLIKASI TUDUHAN SESAT
TERHADAP
KELOMPOK R. SABDA KUSUMA DALAM KAITANNYA
DENGAN
KEHIDUPAN SOSIAL KEAGAMAAN
A. Polemik Hukum R. Sabda
Kusuma
Polemik Kasus R. Sabda Kusuma di
Kabupaten Kudus berujung pada pengadilan keluarga Kusmanto. Kusmanto yang
merupakan nama lain dari Sabda Kusma dijatuhi hukuman 5 bulan penjara,
sedangkan istrinya Sriana ainul unsa alisa Siti terkena hukuman 4 bulan, lebih
ringan dari suaminya. Akantetapi, subtansi hukum yang di tetapkan hakim keluar
dari substansi kausul hukumnya yang pertama,
yaitu tuduhan penodaan agama karena dianggap telah mengubah saahadat
yang selama ini menjadi rukun bagi pemeluk agama Islam. R. Sabda Kusuma bersama istrinya justru di
tuduh melakukan pemalsuan identitas kependudukan, sehingga ia dikenakan pasal
undang-undang hukup pidana Sabda didakwa
melanggar pasal 266 ayat (2) junto pasal 55 ayat (1) tentang pemalsuan surat.
Sejak mencuatnya kasus R. Sabda Kusuma hingga saat ini,
muncul stigma di masyarakat bahwa R. Sabda Kusuma dipandang sebagai aliran baru
yang menodai kemurnian agama Islam. Stingma negative itu muncul salah satunya disebabkan oleh Fatwa dalam Surat Penyataan MUI Kabupaten Kudus,
yang dilandasi oleh hasil pertemuan beberapa elemen masyarakat dan pemerintah
tanggal 9 Nopeber 2010 di Kantor Kesbang- polinmas Kabupaten. Fatwa MUI yang
tertulis dalam surat pernyataan menyebutkan adanya temuan Aliran Sesat R. Sabda
Kusuma yang merubah kalimat syahadat dengan ucapan: “Asyhadu Anlaa
Ilaaha Illallah, Wa Asyhadu Anna Sabdo Kusuma
Rasullullah”.
Surat Pernyataan MUI tersebut
ditandatangani oleh Ketua dan Sekretris Umum, tertanggal 10 November 2010. Dampak dari pernyataan MUI itu mengarah pada kelompok yang dipimpin oleh Kusmanto
sebagai tertuduh karena Kusmanto tidak lain adalah R. Sabda Kusuma, yang
tinggal di desa kauman kecamatan Kota Kudus yang diangap membuat keresahan di masyarakat.
Penetapan Aliran R. Sabda Kusuma oleh
MUI didasarkan oleh 3 barang bukti buku yang
diajukan oleh Masyarakat Menara sebagai kelompok masyarakat yang mengaku resah
atas munculnya kelompok aliran R. Sabda Kusuma. Ketiga barang bukti yang
diajukan oleh kelompok Masyarakat Menara yaitu Buku Lampiran Sabdaku Suma Ilmu
Thoriq dan Alam Pengaturannya, buku Lampiran Syahadat Ma’rifat, dan buku Lempiran
Sabnaning Suma.
Dalam buku Lampiran Syahadat Ma’rifat
halaman 30 memang terdapat perubahan kalimat syahadat yang ditulis dalam bahasa
arab dengan bunyi “ashaduallaillahaillallah wa asyahadu anna R. Sabda Kusuma
rosulullah wa imamul mahdi”. Akan tetapi, Penetapan adanya kelompok Sesat
yang mengarah pada kelompok Sabda Kusma
yang dipimpin oleh Kusmanto tanpa di dahului dengan pemanggilan
Kusmanto. Sehingga permasalahan menjadi rumit ketika dari ketiga buku yang di jadikan barang bukti,
hanya buku ketika yang diakui sebagai milik kelompok R. Sabda Kusuma.
Dengan disidangkannya Kasus R. Sabda
Kusuma pada persolaan pemalsuan identitas kependudukan, maka opini publiks yang
sudah terlajur terbentuk menjadi tidak jelas. Apakah benar atau tidak kelompok R.
Sabda Kusuma menyebarkan aliran sesat atau tidak masih menjadi tanda tanya
besar di masyarakat. Maka sebenarnya siapa yang membuat buku yang salah satunya
berisi tentang perubahan syahadat mencaji bagian kunci untuk mengungkap dugaan
penodaan agama yang dituduhkan kepada kelompok R. Sabda Kusuma.
Sekilas memang ketiga buku itu
ditulis oleh orang yang sama karena sebagian besar isinya mengarah pada
subtansi masalah yang sama. Simbol-simbul tertentu yang sama baik dalam
bentuk teks maupun gambar
dalam ketiga buku tersebut banyak digunakan. Akan tetapi bisa
dimungkinkan juga, ada pemalsuan atau penyalahgunaan teks-teks yang ada untuk
kepentian pembunuhan karakter atau kepentingan politik kelompok tertentu. Sehingga
kemungkinan dugaan adanya motif tertentu dalam kasus R. Sabda Kusuma bisa
terjadi, bukan sekedar permasalahan keresahan masyarakat Menara.
Dilihat dari latar belakang kasus
kejadian seperti yang tuturkan oleh Tim Masyarakat Menara, bahwa munculnya
kasus Sabda Kusma kepermukaan adalah hasil dari laporan salah satu pengikut
sabda yaitu Bambang Supriyono. Sementara itu, menurut penuturan R. Sabda Kusuma,
Bambang Supriyono adalah pengikutnya yang tergabung dalam KOPPUMA yang telah
beberapa kali melanggar aturan koperasi sehingga dipecat dali ketua KOPPUMA. Pada sisi lain, Bambang Supriyono bukan warga
menara tetapi warga megawon, RT.03, RW IV Kudus.
Sementara posisi R. Sabda Kusuma di menara sebenarnya sudah
cukup lama, yaitu mulai tahun 2005. Sebelum kasus hukum R. Sabda Kusuma muncul
dipermukaan, selama tinggal di Menara tidak pernah terjadi itu atau complain
dari masyarakat terhadap keluarga R. Sabda Kusuma. Padahal, selama R. Sabda
Kusuma berada di menara telah tiga kali menggelar acara khaul kematian
Sukmawina yang melibatkan melibatkan sejumlah tokoh ulama setempat, seperti
K.H. Abdul Basyir (Jekulo Kudus), K.H. MA’ruf Irsyad, K.H. Ulil Albab
(Kajeksan-Kudus), (Kajeksan Kudus) K.H., KH. Noer Khalim Ma’ruf Asnawi (Demaan
Kudus)
Oleh karena itu, jika memang R. Sabda Kusuma membawa
keresahan pada masyarakat menara, karena menyebarkan aliran sesat. Mengapa itu
tidak terjadi dari awal kedatangan R. Sabda Kusuma. Pengungkapan Bambang Supriyono
atas tuduhan adanya aliran Sesat yang dipimpin oleh R. Sabda Kusuma tidak
mencerminkan ada unsur keresahan yang subtansial atau murni muncul pada
masyarakat Menara.
Kemudian kalau memang Bambang merasa dirugikan, atau
memang benar Kelompok R. Sabda Kusuma melakukan tindakan yang menyalahi hukum,
mengapa Bambang tidak langsung melaporkan kasus R. Sabda Kusuma kepada polisi?
Dan mengapa pengungkapan Bambang pada kasus tersebut dilakukan setelah dirinya
dipecat dari kepengurusan R. Sabda Kusuma?
Ada fakta lain yang dituturkan oleh R. Sabda Kusuma, jauh
sebelum Bambang Supriyono melaporkan kasusnya ke TIM menara, bahwa Bambang Supriyono pernah meminta pada
pada dirinya untuk mendukung proses pencalonan ketua Yayasan Menara, Syafiq
Naskan menjadi calon Wakil Bupati Kudus. Namun R. Sabda Kusuma menolak karena
dari pihak keluarga istri Sabdaku Kusuma
juga sedang mencalonkan diri. R. Sabda
Kusuma yakin, bahwa kasus hukum yang menimpa dirinya adalah ulah dari Kelompok Bambang
yang sakit hati karena kalah dalam pemilihan bupati dan juga telah dipecat dari
ketua koperasi KOPPUMA. Diceritakan pula
oleh R. Sabda Kusuma, bahwa Bambang Supriyono
memiliki kedekatan dengan Ketua Yayasan Masjid Masjid menara karena
pernah menikahkan Bambang dan juga pendukung dalam pencalonan Bupati. (Wawancara
dengan R. Sabda Kusuma, 16 November 2010)
Ditinjau dari sisi hukum, penyelesaian konflik warga menara
dengan R. Sabda Kusuma tidak bisa serta merta dilakukan melalui meja hijau. Dalam kasus dugaan
penodaan agama perlu adanya penyelidikan
lebih dalam unsur-unsur penodaan terpenuhi. Dalam Penetapan Presiden Republik
Indonesia (Penpres RI) Nomor 1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan
Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama disebutkan bahwa: Setiap orang dilarang
dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan, atau mengusahakan
dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan
kegiatan-kegiatan keagamaan yang
menyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan
mana yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.
Ada bebera kata kunci yang bisa diambil dari pasal 1
Penpres RI Nomor : 1/PNPS Tahun 1965 yaitu : 1) adanya unsur kegiatan yang
sengaja dilakukan dimuka umum 2) adanya unsur pengajak, menganjurkan, atau
penceritaan pada khalayak. 3) ajaran yang ditafsirkan bersifat pokok dari
ajaran agama tertentu, bukan ajaran yang sifatnya rufudiyah (masih dalam
perdebatan). Kemudian apabila ketiga unsur tersebut terpenuhi dalam kegiatan
sebuah aliran atau kelompok keagamaan, maka langkah yang dapat diambil yaitu
melakukan perintah dan peringatan keras
terhadap kelompok yang di tuduh melakukan kegiatan yang mengarah pada penodaan
agama untuk tidak melakukannya. Peringatan keras itu dilakukan
dengan bentuk keputusan bersama Menteri
Agama, Menteri/Jaksa Agung, dan Menteri dalam Negeri.
Dari langkah pemberi peringatan keras, jika suatu kelompok
agama yang dipandang melakukan penodaan suatu agama masih melakukan kegiatan
sebagaimana disebut dalam pasal 1, maka presiden dapat membubarkan suatu
kelompok keagamaan atau organisiasi keagamaan tertentu yang diapandang melaukan
kegiatan yang melanggar ketetntuan perundangan sebagai oraganisasi terlarang
setelah mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan
Menter Dalam Negeri. Ketentuan tentang penetapan sebagai organisasi terlarang
tersebut dalam pasal ayat 2 pasal 2 Penpres RI Nomor : 1/PNPS Tahun 1965.
Kemudian sebagaimana tersebut dalam pasal 3 Penpres RI
Nomor : 1/PNPS Tahun 1965, orang atau organisasi atau aliran kepercayaan
tertentu apabila terus melanggar
ketentuan pasal 1, dan pasal 2, maka orang, penganut, anggota/atau
anggota pengurus oragnaisai yang bersangkutan dapat dipidanakan dengan pidana
penjara semala-lamanya lima tahun.
Oleh karena itu, langkah polisi tidak menjatuhkan pasal
tuduhan penodaan agama pada kasus R. Sabda Kusuma di Kabupaten Kudus sangat
tetap. Terlebih lagi tuduhan penodaan dari fakta-fakta hukumnya lemah, seperti
belum ditemukannya siapa penulis buku Lampiran Sabdaku-Suma : Ilmu Thoriqot dan Alam
Pengaturannya, dan Buku Lampiran Syahadat Ma’rifat.
Namun demikian pengalihan proses pengadilan Sabda pada Kasus
lain yaitu pemalsuan dokumen identitas sangatlah rawan terhadap konflik sosial
keagamaan di masyarakat. Hal itu disebabkan dari proses penangkapan dan
penahanan, hingga persidangan, opini public sudah terlanjur pengarah pada kasus
penodaan agama yaitu tuduhan penyebaran aliran sesat. Sehingga subtansi kasus
sebagai sebab hukum yang pertama tidak bisa terselesaikan. Ketidak pastian
hukum menyebabkan konsisi mengambang yang berakibat kegamangan hukum yang dapat mempengaruhi sikap masyarakat. Terlebih lagi
lebel sesat yang mengarah pada di R. Sabda Kusuma tidak dicabut oleh MUI.
Tuduhan sesar adalah sinyalemen yang sangat berbahaya karena syarat dengan unsur sara yang bisa
menyulut emosi sosial dalam kaitannya persoalaan keyakinan.
B.
Dampak Sosial Kasus R. Sabda Kusuma
Dari surat keterangan MUI, penetapan R. Sabda Kusuma
sebagai aliran sesat sangat mempengruhi opini public, karenanya menyentuh
perasaan hak asasi keagamaan. Meskipun MUI tidak menyebutkan nama sebuah
kelompok atau mengarah pada sesorang
akan tetapi jika diruntut pada alur masalah, penetapan sesat itu mengarah pada
kelompok masyarakat yang dipimpin secara non formal oleh Kusmanto yang memiliki
nama lain R. Sabda Kusuma.
Dilihat dari dasar hukum yang digunakan MUI sangatlah
lemah. Dalam surat pernyataan yang ditandatangani oleh ketua umum dan
sekretaris umum MUI Kudus, MUI kudus hanya menyebutkan alasan penetapan sesat
pada aliran R. Sabda Kusuma yaitu dari hasil rapat yang di gelar di Kantor
Kesbang Polinmas Kabupaten Kudus tanggal 9
November 2010, tanpa menyebutkan rincian hasil rapat dan dihadiri oleh
siapa. Dalam rapat tersebut , kelompok Sabda Sabda tidak diminta hadir dalam
rapat untuk diminta penjelasan terlebih
dahulu.
Dalam Surat penyataan MUI itu hanya menyebutkan adanya
termuan perubahan kalimat syahadat yang disasarkan pada buku. Namun ketika
dimintakan klarifikasi pada kelompok Sabda, kelopok R. Sabda Kusuma tidak
mengakui itu sebagai buku yang dianut oleh mereka. Itu artinya penetapan sesat
yang mengarah pada R. Sabda Kusuma alias kusmanto harus dilakukan penyelidikan
terlebih dahulu menurut penetapan
pengadilan, sebelum dinyakan Sabdo Kusuma alias Kusmanto dituduh berada di
balik temuan buku yang mengandung unsur penodaan agama. MUI tidak bisa dengan
mudah menyebut orang, atau kelompok tertentu atas dasar aduan masyarakat yang
mengaku resah atas tindakan seseorang atau kelompok keagaaan tertentu.
Pada tanggal 9 November 2007, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan 10
kriteria aliran sesat. Apabila ada satu ajaran yang terindikasi punya salah
satu dari kesepuluh kriteria itu, bisa dijadikan dasar untuk masuk ke dalam
kelompok aliran sesat. Namun dalam dalam ranah humum positif, penetatap sesat
MUI masih dalam perdebatan, apakah bisa dijadikan dasar hukum
atau tidak. Kesepuluh criteria sesat yang menjadi indicator yaitu :
1.
Mengingkari rukun iman (Iman kepada Allah, Malaikat,
Kitab Suci, Rasul, Hari Akhir, Qadla dan Qadar) dan rukun Islam (Mengucapkan 2
kalimat syahadah, sholat 5 waktu, puasa, zakat, dan Haji)
2.
Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai
dalil syar`i (Alquran dan as-sunah),
3.
Meyakini turunnya wahyu setelah Alquran
4.
Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Alquran
5.
Melakukan penafsiran Alquran yang tidak berdasarkan
kaidah tafsir
6.
Mengingkari kedudukan hadis Nabi sebagai sumber ajaran
Islam
7.
Melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul
8.
Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul
terakhir
9.
Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan
syariah
10. Mengkafirkan
sesama Muslim tanpa dalil syar’i. (http://www.media-islam.or.id)
Akibat
dari penetapan MUI itu, persoalan menjadi rumit dan cenderung memanas,
ketika masyarakat menara tidak terima terhadap pengakuan Kusmanto Sujono
sebagai pimpinan menolak yang menolak tuduhan terhadap dirinya telah mengubah
sahadat yang menjadi pokok keimanan umat Islam. Dengan penetapan MUI
terhadap kelompok R. Sabda Kusuma sebagau aliran sesat maka secara
prikologis dan sosiologis masyarakat menara khususnya mendapat perlindungan
dari kelompok yang memiliki kekuasaan
secara agama. Dengan label sesar, orang dapat dengan mudah melakukan tindakan
anarkis.
Dengan penetapan MUI maka persolan R. Sabda Kusuma
berkembang menjadi persoalan minoritas dan mayoritas yang didalamnya terdapat
hegemoni kekusaan agama dalam ranah politik. Persoalan R. Sabda Kusuma yang
semula berada pada ranah indivual yaitu antara pribadai R. Sabda Kusuma dengan
pribadi bambang Priyanto yang kemudian berkembang pada masalah kelompok, dan
akhirnya berkembang lagi pada masalah sosial yang melibatkan banyak elemen di masyarakat
akibat dari pemberitaan media massa.
Meminjam
pendapat Martin dalam tulisannya tentang
“Gerakan Sempalan di Kalangan Ummat Islam Indonesia” yang pernah dimuat di Ulumul
Qur'an vol. III no. 1, 1992, 16-27. Posisi MUI dalam kasus R. Sabda Kusuma
tidak ubahnya sebagai “mainstream” atau “ortodoksi” yang memposisikan sebagai aliran induk yang harus
dihormati kedudukannya. Sehingga R. Sabda Kusuma dianggap telah menyempal dari
aliran induk yang dalam hal ini yaitu dari kelompok umat Islam yang berhauan
ahlu sunah waljamaah
Dalam pendekatan
sosiologis ini, "ortodoksi" dan "sempalan" bukan konsep
yang mutlak dan abadi, namun relatif dan dinamis. Ortodoksi atau mainstream
adalah faham yang dianut mayoritas umat -- atau lebih tepat, mayoritas ulama;
dan lebih tepat lagi, golongan ulama yang dominan. Sebagaimana diketahui,
sepanjang sejarah Islam telah terjadi berbagai pergeseran dalam faham dominan -
pergeseran yang tidak lepas dari situasi politik. Dalam banyak hal, ortodoksi
adalah faham yang didukung oleh penguasa, sedangkan faham yang tidak disetujui
dicap sesat; gerakan sempalan seringkali merupakan penolakan faham dominan dan
sekaligus merupakan protes terhadap ketimpangan sosial atau politik.
Sebagai
contoh, Faham aqidah Asy'ari, yang sekarang merupakan ortodoksi, pada masa
'Abbasiyah pernah dianggap sesat, ketika ulama Mu'tazili (yang waktu itu
didukung oleh penguasa) merupakan golongan yang dominan. Jadi, faham yang
sekarang dipandang sebagai ortodoksi juga pernah merupakan sejenis
"gerakan sempalan". Bahwa akhirnya faham Asy'ari-lah yang menang,
juga tidak lepas dari faktor politik. Contoh yang lebih tepat adalah gerakan
Islam reformis Indonesia pada awal abad ini (seperti Al Irsyad dan
Muhammadiyah) yang dengan tegas menentang "ortodoksi" tradisional
yang dianut mayoritas ulama, dan dari sudut itu merupakan gerakan sempalan.
Selama
proses penyelidikan kasus berlangsung, dampak yang nyata dari tuduhan sesat
kelompok Sabda Kusma udah muncul. Sebagaimana
diekspose oleh media yaitu muncul ketegangan sosial yang benbentuk pemaksaaan yang mengarah pada
tindakan anarkis. R. Sabda Kusuma yang berada tinggal di RT01 RW I Kelurahan
Kauman Kecamatan Kota Kabupaten Kudus pada tanggal 23 November 2009 dipaksa
untuk menandatangi surat pernyataan yang
berisi pernyataan kesanggupan untuk pindah dari menara setelah proses hukum
selesai. Akan tetapi, belum sampai proses hukum itu selesai, massa sudah
memanas, akibat profokasi dari
pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Kemarahan warga berbunut pada pengerahan
massa dari TIM menara untuk mendatangi rumah R. Sabda Kusuma.
Kegangan
antar kelompok R. Sabda Kusuma dengan TIM menara terus saja terjadi. Dipihak
TMM mengaku mendapatkan aksi terror dari pihak-pihak yang diduga dari kelompok
Sabda. Teror bernada ancaman itu dialamatkan pada saksi-saksi yang telah
memberikan keterangan di kepolisian. Bahkan warga kauman juga digegerkan dengan
isu yang berkembang dengan nada merendahkan dan ejekan. Sehingga akan
dikhawatirkan memancing emosi warga. Warga Kauman dituduh tidak punya nyali,
tidak berani melawan. Namun, ketika di konfirmasi pada pihak R. Sabda Kusuma,
semua tuduhan itu disangkal. Bahwa apa yang dituduhkan warga pihak kami
melakukan profokasi itu tidak benar. (Radar Kudus, 13 Desember 2009)
Selain
dampak ketegangan sosial yang mengarah
secara langusng pada R. Sabda Kusuma sebagai figure dalam kelompok, dampak lain
juga mengarah pada orang-orang dekat yang biasa disebut murid
atau pengikut dan keluarga. Abdul latif misalnya, Sebagai sosok modin secara sosial
setelah kaus R. Sabda Kusuma muncul dipermukaan
dia menjadi dikucilkan
dimasyatrakat, sehingga tidak bisa menjalanjan tugasnya dengan baik. Meskipun
secara legas, posisi modin yang dijabat oleh Abdul latif belum dicabut, namun
karena desakan masyarakat, abdul latif memilih untuk mengundurkan diri dari
jabatannya. (Wawancara dengan Abdul Lathif, 16 Novermber 2010)
Dengan
penyelesaikan kasus R. Sabda Kusuma pada persolan yang bukan merupakan subatnsi
hukum yang menjadi
kausul utama yaitu pengaduan masyarakat
tentang dugaan adanya penyimpangan ajaran yang mengarah kesesatan maka di
masyarakat akan memunculkan kegelisaan.
Kegelisaan yang tidak berdasar akan menghasilkan perasaan juriga
terhadap kelompok R. Sabda Kusuma masih bisa terjadi, karena
tidak ada kejelasan hukum. Sementara
kelompok Samda Kusuma juga merasa tidak
nyaman dalam kehidupan sosialnya.
Munculnya
kegelisaan beragama dialami oleh masyarakat Desa Padurenan. Masyarakat Padurenan
mendengar kabar kepindahan R. Sabda Kusuma pulang ke kampong isterinya,
Klumpit. Kecurigaan masyarakat dapat dilihat dari desas desus yang tersebar di
masyarakat bahwa R. Sabda Kusuma akan membangun pondok di Desa Klumpit. Tetapi
ketika dicek oleh peneliti, R. Sabda Kusuma hanya membuat gazebo di depan rumah
dan melakukan perbaikan terhadap rumah belakang. Demikian juga keluarga sabda,
kecurigaan warga itu juga dirasakan karena ada pihak ketiga yang bermain.
Keluarga Sabda selama tinggal di Klumpit
setelah keluar dari penjara mendapatkan isu yang tidak sedap. Masyarakat
Klumpit mendapat pengaruh dari orang
luar untuk mengusir R. Sabda Kusuma dari kampong halaman isterinya. (Wawancara
dengan Siti Khoiriyah, 16 November 2010)
Suasana dan isu-isu sesat yang
menyesatkan masyarakat inilah yang bisa menyebabkan suasana keberagamaan tidak
kondusif, karena ada perasaan curiga antara pihak Sabda dengan kelompok yang
tidak senang. Pihak-pihak yang selama ini menginginkan kasus R. Sabda Kusuma
dip roses sesuai dengan tuduhan awal yaitu penodaan agama, menjadi kecewa.
Sehingga memunculkan kelompok-kelompok yang tidak puas dengan proses hukum yang
terjadi.
D. Dampak Perbedaan Pemikiran
Dilihat dari sisi pokok-pokok ajaran
yang tertuang dalam buku Lempiran
Sabdaning Suma yang diakui sebagai milik kelompok R. Sabda Kusuma, nampak bahwa
ajaran R. Sabda Kusuma syarat dengan nuansa mistis dan sinkretisme. Ajaran
Sabda Kuma secara umum sudah banyak menggunakan bahasa Jawa sebagai media penuturan. Singkretisme ajaran nampak dari konsep-konsep yang digunakan. Dari awal
halaman sunah nampak dari penggunaan kata “Rojo Macak Kawulo, Ratu Macak Sudro, Wong Mulyo Macak
Nisto”. Kata kata tersebut adalah bagian dari konsep dalam falsafah yang
digagas oleh pujangga Jawa.
Pada sisi yang lain terutama pada konsep tauhid dan ajaran taswuf yang
diajarkan oleh kelompok R. Sabda Kusuma banyak mengambil dari konsep Islam.
Menurut penjelasan Abdul Latif dan Abdul Wahid, dalam ajaran tauhid yaitu
terkait sifat-sifat Allah dengan jumlah dua puluh diambil dari konsep yang
dijelaskan dalam Kitab Jauhar Tauhid karangan Syeh Ibarahim Al-Qoni. Akan
tetapi penjelasan terkait dengan pengamalan dalam kehidupan manusia, banyak
mendapatkan masukan dari unsure kejawen. Seperti penjelasan tentang manusia, yang
di ciptakan oleh Allah dari empat unsure, yaitu bumi, air, angin dan api. Dalam
penjelasan keempat unsure itu memiliki makna tersendiri yaitu: wadi, madi,
mani, manikem. (Lempiran Sabdaning Suma, hal 59)
Dalam konsep tasawuf terdapat ajaran Nur Muhammad sebagai intisasi
kehidupan. Konsep Nur Muhammad adalah lazim digunakan dalam ilmu-ilmu thoriqoh.
Siapa yang bisa mendapatkan Nur Muhammad itulah yang bisa mencapai hakekat yang
sebenarnya dari tinggkatan tertinggi dalam tarekat (laku tasawuf). Bagi ulama
yang mendalami tasawuf dapat memahani konsep Nur Muhammad sebagai bagian dari
keabadian Tuhan. Seperti teori yang diciptakan oleh Al
Hallaj yang mencetuskan teori hulul menyatakan bahwa Nur Muhammad mempunyai dua
bentuk, yakni Nabi Muhammad yang dilahirkan dan menjadi cahaya rahmat bagi alam
dan yang berbentuk nur. Nur Muhammad adalah cahaya semula yang melewati dari
Nabi Adam ke nabi yang lain bahkan berlanjut kepada para imam maupun wali.
Cahaya melindungi mereka dari perbuatan dosa (maksum) dan mengaruniai mereka
dengan pengetahuan tentang rahasia ketuhanan.
Alimul Fadhil H Muhammad Zaini bin
Abdul Ghani al-Banjari, Guru Sekumpul memulai penjelasannya dengan ungkapan
yang sangat dikenal dalam dunia tasawuf, di mana untuk mengenal Tuhan seseorang
harus terlebih dahulu mengenal akan dirinya. Maksudnya, untuk sampai kepada
pengenalan terhadap Tuhan, haruslah terlebih dahulu dipahami dua hal. Pertama,
ia harus terlebih dahulu mengenal asal mula akan kejadian dirinya sendiri. Dari
mana, di mana dan bagaimana ia dijadikan? Kedua, harus terlebih dahulu
mengetahui apa sesuatu yang mula-mula dijadikan oleh Allah Swt. Kedua perkara
itu menjadi prasyarat kesempurnaan bagi penuntut ilmu tasawuf (salik) dalam
mengenal (makrifah) kepada Allah.
Yang mula-mula dijadikan oleh Allah
adalah Nur Muhammad Saw lalu dijadikanlah roh dan jasad alam semesta. Roh (dan
roh manusia) diciptakan Allah, sedangkan jasad manusia diciptakan mengikut
kepada dan dari jasad Nabi Adam as. Karena itu, Nabi Muhammad Saw nenek moyang
roh, sedangkan Nabi Adam as adalah nenek moyang jasad. Hakikat dari penciptaan
Adam as sendiri berasal dari tanah, tanah berasal dari air, air berasal dari angin,
angin berasal dari api, dan api berasal dari Nur Muhammad.
Pada prinsipnya roh manusia
diciptakan dari Nur Muhammad, jasad atau tubuh manusia pun hakikatnya berasal
dari Nur Muhammad. Jadilah kemudian cahaya di atas cahaya (QS An-Nuur 35). Di
mana roh yang mengandung Nur Muhammad ditiupkan kepada jasad yang juga
mengandung Nur Muhammad. Bertemu dan meleburlah kemudian roh dan jasad yang
berisikan Nur Muhammad ke dalam hakikat Nur Muhammad yang sebenarnya. (Banjarmasinpost.co.id Jumat, 25 Juni 2010)
Nuansa Sinkretis dalam ajaran R. Sabda Kusuma
diantara dapat dilihat dalam konteks sosiologi keagamaan
masyarakat Jawa. Meski ulama-ulama Islam telah berhasil
melakukan Islamisasi Jawa, namun nuansa sinkretisme dalam praktek ibadah
tetap saja ada. Hal ini disebabkan oleh pengaruh kekuasan raja dalam melakukan
perpaduan kebudayaan. Dengan diakuinya
agama Islam menjadi agama di lingkungan istana Mataram oleh Sultan Agung, Kebudayaan
Islam menjadi bagain yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Jawa. Proses
Islamisasi Kebudayaan Jawa semakin nyata ketika Kebijakan Sultan agung
mengganti tahun saka menjadi tahun Jawa dengan berpedoman pada tahun hijrah
pada penanggalan Islam masih terus dilestarikan.
Dalam kontur budaya Jawa, Raja adalah sosok yang dipandang
memiliki keuatan yang terhubung langsung dengan penguasa alam. Raja Jawa juga
dipandang memiliki kekuatan mampu
berhubungan dengan arwah nenek moyang, Nyai Roro Kidul, dan mahluk-mahluk halus
yang menguasai gunung merapi dan gunung lawu. Hubungan sultan dengan dunia
supranatural ini diwujudkan dengan tradisi labuan sebagai bentuk persembahan
sesaji pada Nyai Roro Kidul. Ritual labuhan pantai selatan ini adalah ritual
yang dianggap sangat penting bagi Kraton Jogja dengan tujuan untuk mendapatkan
kesejahteraan dan keselamatan hidup.
Sehingga selain pemeluk agama menyakini adanya Allah, mereka juga
meyakini adanya kekuatan-keutaan benda-benda. (Soemarjan 1991)
Ingkulturasi Islam dengan kebudayaan Jawa jelas terlihat
dari berbagai bentuk upacara tradisi yang digelar oleh masyarakat dalam
menyambut kedatangan bulan-bulan yang dianggap memiliki nilai berkahan. Gelar
kebudayaan seperti, grebeg maulud, grebeg suro. Khusus pada bulan suro dianggap
sebagai bulan sacral. Oleh karena itu dianggap bulan yang suci, bulan untuk
melakukan perenungan, bertafakur, berintrospeksi, mendekatkan diri kepada Sang
Khalik. Cara yang dilakukan biasanya disebut dengan laku, yaitu mengendalikan
hawa nafsu dengan hati yang ikhlas untuk mencapai kebahagiaan dunia akhirat.
Selain itu pada konteks kepercayaan masyarakat juga masih
ada menyakini adanya satrio piningit seseuai dalam ramalan jaya baya. Sebahagian
masyarakat bangsa Indonesia bahkan dengan kepercayaannya meyakini bahwa
"Ratu Adil" atau Satrio Piningit ialah sosok pemimpin yang mampu
membawa Nusantara atau Bangsa Indonesia menuju negara yang gemah ripah loh
jinawi toto tentrem kertoraharjo (kaya sumber daya alam dan subur, aman,
tentram, dan sejahtera). Bung Karno Sang Proklamator Bangsa Indonesia pun di
suatu kesempatan pernah menyatakan bahwa, kelak suatu saat nanti Bangsa
Indonesia akan dipimpin oleh seorang "Ratu Adil" atau Satrio Piningit
yang mampu membawa Bangsa Indonesia menuju zaman keemasan.
Mengikuti alur ramalan Prabu Sri Jayabaya tentang keadaan
Nusantara, di suatu masa di masa datang, akan ada suatu masa yang penuh
bencana. Gunung-gunung akan meletus, bumi berguncang-guncang, laut dan sungai
akan meluap. Ini akan menjadi masa penuh penderitaan. Masa kesewenang-wenangan
dan ketidakpedulian. Masa orang-orang licik berkuasa, dan orang-orang baik akan
tertindas. Tetapi, setelah masa yang
paling berat itu akan datang zaman baru. Zaman yang penuh kemegahan dan
kemuliaan. Zaman keemasan nusantara. Dan, zaman baru itu akan datang setelah
datangnya sang "Ratu Adil" atau Satrio Piningit.
Konsep kosmologi yang membentuk karekateri sosial dan
pemahaman agama masyarakat Jawa memberikan corak mistis pada pemahamaan agama.
Maka ketika R. Sabda Kusuma dapat meramu kosmologi jawa dalam bentuk mitos
–motos lama, maka masyarakat akandapat dengan mudah memahami. Sehingga secara
tidak langgung ajaran sabda mendapatkan legitimasi sosial. Bahkan legitimasi
itu semakin nyata ketika dalam ceramah yang disampaikan oleh Kyai Ma’ruf Irsyat
dari Kudus, menceritakan proses bangkitnya kembali badal sunan Bodang yang
sudah meninggal ketika sunan boning merasa tidak paus dengan pada yang
diberikan pembantunya yang baru. Sunan Bonang secara tidak sengaja memanggil
nama saleh badalnya yang dulu, atas kuasa Allah saleh yang tidak meninggal itu
bangkit datang kembali untuk melayani permintaan Sunan Bonang.
Dosen setain IAIN, Norsaid melihat bahwa fenomena R. Sabda
Kusuma merupakan fenomena keberagamaan atas respon terhadap realitas. Persoalan R. Sabda Kusuma bisa saja bersumber
dari pelarian atas persoalan sosial. Hal
ini tidak ubahnya dengan munculnya sekte sekte yang ada saat ini yang
ditibulkan dari rasa ketidak puasan terhadap agama-agama formal. Selain itu
kemunculan R. Sabda Kusuma juga bisa disebabkan oleh faktor ekonomi. Bisa juga
adanya fenomena tersebut muncul akibat dari ketidak puasaan terhadap pemerintah, maka peneyelesaiannya tidak bisa dengan cara serta merta hitam diatas
putih. Perlua danya pendekatan budaya
terhadap mereka.
Menurut Zamhuri pengamat sosial Kudus, fenomena R.
Sabda Kusuma tidak semata fenomena yang
berdiri sendiri sebagai fenomena agama. R. Sabda Kusuma juga merupakan fenomena sosial
yang didukung oleh kegiatan ekonomi yang dibalut dengan bungkus aliran
pemikiran keagamaan. Penyebanya pertama agama mainstrem yang estabilis kurang
memberikan jawaban terhadap fenomena atau
persoalan yang berkembang di masyarakat akhrirnya ketika ada pemahamaan keagamaan
yang dioanggap bisa memberikan jawaban terutama pada hal peroalan ekomomi,
akhirnya itu menjadi diminati oleh sebagian masyarakat yang memang pondasi
keayakinan agamanya kurang> Dalam pemahaman agama (estabilis) yang turun-temurun, maka akan ada
persoalan-persolakan baru yang berkembang tdiak bisam membeirkan jawaban. Maka
ketika ada pemikrian baru yang beda dan bisa memberikan jawaban maka, mereka menjadi tertari.
2) R. Sabda Kusuma merupakan usaha eksatisme atau pelarian
terhadap sistem keyakinan dan persoalan kehidupan yang selama ini diyakini,
yang kemudian mereka menemukan jawaban disitu. Sehinnga ini merupakan gejala
eksatis me sosial, yang didalamnya terhadap harapan peluruh dahaga spiritual.
3) Terhadap aura mistis yang coba dikontruksi oleh aliran R. Sabda Kusuma.
Masarakat kita yang mayorita sebagai Islam jawa itu kan suka terhadap hal-hal
mistis. Ketika ada mistisisme itu muncul dan dikontruksi sedemikan rupa sehingga bisa memberikan aura
interes yang menarik, maka masyarakat akan dengan mudah tertarik. 4) ada
ketokohan, tokoh yang dianggap dapat memberikan
pencerah yang bisa menjadi role model dari yang dibangun dengan daya
megis yang dimilikinya. Untuk meninggikan derajat yang dimiki oelh sang tokoh.
Beberap inidikasi itu, maka R. Sabda Kusuma dapat diterima
oleh sebagian masyarakat kita yang sebeltulnya itu tidak wajar dalam sistem
keyakinan yang estabilis ini apalagi dipusat tersebarnya kebudayaan Islam yaitu
seputar (menara).
Mengapa di pusat keagamaan menara, saya melihatnya ada
upaya untuk membonjeng. Biasanya jika ada kelompok keayakinan keagaman yang
populer, dimenara terkenal dengan kelompok Ilsam. Dari yang populer ini maka
biaasanya amka akanterjadi imitasi ataud
dalam hal lain bisa disebut
sebagai mendompleng kepopuperan yang ada disitu. Ada proteksi soial yang
diharapkan R. Sabda Kusuma dapat di kembangkan disitu, yaitu negeger kemulyaan
di Menara. Kalau Sabda merintis di
daerah terpentil itu bukan hal yang aneh, tetapi jika aliran itu dikembangkan
pada daerah yang berpengaruh maka, popularitas ajaran itu akan dengan mudah
menyebar dan dapat penagruh. (Zamhuri
menyebutnya sebagai Ngenger kamulyan)
Mengapa kelompok ada yang bertahan, karena mereka diperankan dalam kelompok kalau dikelompok mainstream dia diuwongke mendapatkan peran (entah itu di
berikan iming- materi dan mater justru mereka menaci orang seperti itu untuk
menjadi agen Beda dengan sosok, aklau
ada penghormatan sosial penghormatan ekonomi mengalir.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
R.
Sabda Kusuma adalah manusia biasa yang lahir anak pasangan Ibu Tuminah dan Bapak Nasran Dukuh Tempel, Desa Terban, Kecamatan Jekulo
Kudus. Dalam menjalani kehidupannya R. Sabda
Kusuma mengalami berapa pengalaman mistis yang tidak bisa dimengerti oleh
banyak orang.
Poko-pokok ajaran R.
Sabda Kusuma sebagaimana tertuang dalam buku Lempiran Sabdaning Suma yang ditulis oleh dua muridnya subtansinya
bersisi tentang ajaran Tasawuf yaitu haqiqi ma’rifatullah. Untuk membangun
keutuhan buku, kemudian ada beberapa ajaran tambahan yaitu ajaran tentang
tauhid, hikmah dari cerita kehidupan nabi-nabi hingga keturunan R. Sabda Kusuma,
dan ramalan datangnya harikiamat dan ratu adil.
Polemik kasus R. Sabda Kusuma yang dituduh sesat tidak semata-mata murni
persoalan agama, akan tetapi ada indikasi kepentingan pribadi seseorang untuk
menjatuhkan nama baik R. Sabda Kusuma.
Pokok yang ajaran yang dianggap menyipang dari ajaran R.
Sabda Kusuma adalah tuduhan mengubah syahadat tauhid dan sahadat rosul dari yang
seharusnya berbunyi “Asyhadu annla Illaha Illallah, Wa asyhadu Anna muhammadan
rasululllah” berubah menjadi “Asyhadu annla Illaha Illallah, Asyhadu Anna R.
Sabda Kusuma Rasulullah”. Akan tetapi, selama proses penyelidikan polisi dilakukan,
tuduhan itu tidak terbukti.
Iplikasi tuduhan sesat terhadap R. Sabda Kusuma memberikan
pengaruh pada kehidupan sosial keagamaan yang disebabkan pada tidak adanya
kepastian dalam subtansi kasus R. Sabda Kusuma.
B. Saran
Untuk
pemerintah harus lebih berhati-hati dalam penanganan tuduhan sesat terhadap kelompok keagamaan tertentu, karena
dimungkinkan ada motif-motif lain dibaliknya.
Masyarakat
jangan mudah terpancing emosi dalam menyikapi isu-isu yang berkaitan dengan
masalah penodaan agama dan khususnya
tuduhan sesat terhadap kelompok keagamaan tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Dessy. Kamus lengkap Bahasa Indonesia, Karya Abdi Tama, Surabaya, 2001, hal.
30.
Huntington, Samuel P. 2005. Benturan Antar Peradaban Dan Masa Depan Politik
Dunia. Yogyakarta : Qalam.
http://www.antara.co.id
Louis, Leahly SJ. 1990. Aliran-Aliran Besar Ateisme. Yogyakarta :
Kanisius
Miles, Mattew,
B. Hurberman, A. Michai. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terjemahana
Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press.
Moleong. Lexy.
J, 2006. Medotodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). PT.Remaja
Rosdakarya, Bandung
Naisbiit, John. 1995. Global Paradox. London : Nicholas Brealy
Publishing.
Pals, Daniel L. 2001. Seven Theori of Religion : Dari Animisme EB. Tylor,
Materialisme Karl Marx Hingga Antropologi Budaya C. Geertz. Yogyakarta :
QalamScharf, Betty R. 1995. Kajian Sosiologi Agama. Yogyakarta : Tiara Wacana