Selasa, 15 Mei 2012

Tuduhan Sesat terhadap Sabda Kusuma dan Implentasinya terhadap Kehidupan Sosial Keagamaan


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tradisi keagamaan sebagai bagian dari simbol agama meneguhkan eksistensi agama dalam kancah sosial, politik, maupun budaya. Perjuangan simbolik dan budaya akan terus digali dan diupayakan oleh penganut agama dari akar  historis-ideologis maupun dari ajaran suci yang disebut the politics of meaning.   Peran dan pengaruh agama untuk meneguhkan eksistensinya berpeluang besar memunculkan konflik kepentingan.  Pada akhirnya posisi agama akan saling bertabrakan baik antar  agama maupun antar kelompok dalam suatu agama sendiri.
Sejalan dengan potensi konflik dalam tubuh agama, Samuel P. Huntington juga memprediksi kondisi masyarakat saat ini syarat akan konflik yang semakin rumit. Menurut Huntingtone, globalisasi memberikan andil besar besar pada situasi peradaban manusia. Kepentingan perebutan kekuasaan ekonomi dan politik memberikan akibat benturan kepentingan antar peradaban.  (Huntingtone 2000 ) Terkait dengan asumsi ini, maka posisi agama sebagai sesuatu kepercayaan tentunya juga akan mengalami benturan yang hampir sama, tidak hanya karena faktor internal agama sebagai sebuah keyakinan tetapi juga faktor  dari luar yaitu konflik kepentingan perebutan pengaruh kebudayaan, politik dan ekonomi.
Sedikit berdeda dengan pandangan Samuel,  John Naisbitt melihat bahwa di era global justru memberikan pengaruh positif pada perkembangan agama. John Naisbitt (1988) dalam bukunya yang berjudul Global Paradox  mungkin dapat menjadi angin segar bagi kelompok atau penganut-penganut agama minoritas. Globalisasi menurut Naisbitt, justru memperlihatkan hal yang bersifat paradoks dari fenomena globalisasi. Semakin orang-perorang menjadi universal sebagai akibat dari pengaruh globalisasi, maka tindakan yang dilakukan justru semakin kesukuan, dan berpikir lokal, untuk bertindak global. Sehingga, apa yang dimiliki oleh kelompok masyarakat lokal justru menjadi modal untuk menunjukkan eksistensinya. Situasi inilah yang berpotensi akan menggiring agama-agama yang tercampur dengan tardisi lokal bangkit menunjukkan esistensinya.
Kasus-kasus besar dalam aliran ”sesat” yang terungkap dan diekspose media diantaranya: Ahmadiyah, Aliran Kerajaan Tuhan Eden yang dipimpin  Lia Aminudin yang mengaku sebagai Jibril Ruhul Kudus dari kerajaan Tuhan "Eden", aliran ”sesat” al-Qiyadah al-Islamiyah pimpinan Ahmad Mushaddeq, dan aliran yang dipimpin oleh Yusman Roy yang melakukan sholat dengan bahasa Indonesia adalah pratanda  bahwa kebangkitan agama-agama  yang selama ini dianggap bersebrangan dengan maintream agama telah bangkit.
Kebangkitan agama-agama baru yang dengan mudah dikatakan sebagai kelompok sesat, menurut pandangan Komaruddin Hidayat adalah juga merupakan sebuah gejala, agama-agama yang selama ini menjadi mainstream tidak dapat memenuhi harapan untuk menjawab tantangan kehidupan sosial yang dialami umat. Agama istabilis yang ada berubah menjadi ortodoksi dalam kehidupan  keagamaan.  Akantetapi tidak mampu memberikan solusi dalam mengatasi kegelisaan ruhani dan juga kegelisaan sosial.  (Error! Hyperlink reference not valid.publikasi/artikel/kebangkitan-agama-di-era-post-religion.html)
Setelah sejenak kehidupan keagamaan di masyarakat tenang, kini kembali kehidupan keberagamaan masyarakat Indonesia kembali diguncang oleh munculnya aliran atau paham yang dipandang  “sesat”.  Di Kudus sebagaimana diberitakan oleh banyak media muncul aliran serupa. Pada hal, kompleks masjid menara merupakan simbol religi masyarakat Kudus yang di dalamnya terdapat sejumlah tokoh agama kharismatik dan sekaligus sumber ilmu agama. Diseputar masjid Menara juga terdapat puluhan  pesantren yang menjadi tempat masyarakat santri menimba ilmu agama.
Melalui surat pernyataan yang dikeluarkan oleh Majlis Ulama Indonesia (MUI) Cabang Kusus, tanggal 10 November 2009, MUI Kabupaten memberikan  keterangan bahwa aliran R. Sabda Kusuma dinyatakan sesar.  MUI berdalih, sahadat yang diucapkan oleh para mengikut R. Sabda Kusuma telah menodai keyakinan keagamaan umat Islam, karena dalam sahadat yang diucapkan mengakui pimpinan R. Sabda Kusuma sebagai nabi selain Muhammad.
Dalam sebuah pemberitaan, MUI Kabupaten Kudus, Muhammad Syafiq Naschan mengatakan bahwa aliran yang bernama R. Sabda Kusuma  sebagai aliran sesat karena mengubah kalimat syahadat yang biasa diamalkan umat Islam menurut aturannya sendiri. "Seharusnya, bunyi syahadat rasul pada kalimat terkahir `asyhadu anna Muhmmadan Rasululllah`. Tetapi aliran ini mengubah menjadi `asyhadu anna R. Sabda Kusuma Rasulullah,".   (www.antara.co.id)
Lokasi yang menjadi tempat tinggal pimpinan  R. Sabda Kusuma yaitu di Kauman Menara RT 01/ RW I Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus. Aliran tersebut diduga telah lama berkembang, mengingat jumlah pengikutnya sekitar 60 orang. Dengan terungkapnya aliran itu sontak membuat resah warga setempat. Apalagi, lokasi rumah R. Sabda Kusuma masih berada di lingkungan komplek Masjid Menara Kudus yang menjadi pusat keagamaan masyarakat Kudus. Kekhawatiran masyarakat,  aliran ini akan menyebar ke warga lain serta santri-santri yang sedang menimba ilmu di seputar masjid Menara.
Atas kasus itu, Masyarakat Kudus mendesak pada pemerintah untuk melakukan proses hukum terhadap pimpinan Sabda Kusma. Pelanggaran yang dituduhkan masyarakat pada R. Sabda Kusuma yaitu menyebarkan aliran atau paham sesat yang dikuatkan oleh surat keputusan MUI Kabuten Kudus. Akan tetapi ketika masuk pada ranah hukum kepolisian, tuntutan masyarakat untuk mengadili R. Sabda Kusuma pada ranah hukum kasus penodaan agama justru beralih pada kasus pemalsuan dokumen kependudukan.  
Muncul tanda tanya besar di masyarakat, apakah R. Sabda Kusuma itu benar-benar sesat ataukan hanya korban dari kepentingan politik atau ekonomi kelompok tertentu. Faktanya, Sabda Kusma yang telah mendapatkan justifikasi sesat dari MUI, justru ketika sampai pada ranah hukum, fakta hukumnya justu berbelok pada pemalsuan data kependudukan.   Sementara itu dampak sosial dari labelisasi sesat telah dirasakan oleh masyarakat yaitu kegelisahan dalam kehidupan beragama. Bahkan tanda-tanda munculnya konflik   kearah tindakan anarkhis pernah  juga terjadi.
Pada tanggal 23 November sejumlah massa dari kelompok masyarakat menara, mengaku resah atas keberaan R. Sabda Kusuma  tinggal  di Desa Kauman. Ketidak sabaran Masyarakat menunggu proses  penyelidikan  dengan ditambah dengan isu-isu yang berbau ancaman membuat massa mendatangi rumah R. Sabda Kusuma.  Massa dengan beringas meminta kepada R. Sabda Kusuma untuk segera meningglakan rumahnya. Oleh karena  penelitian terhadap keberadaan aliran atau paham R. Sabda Kusuma sangat diperlukan untuk memberikan gambaran utuh kepada masyarakat dan pemerintah bagaimana rentetan kasus R. Sabda Kusuma itu muncul dan bagaimana dampaknya terhadap kerukunan umat beragama di Kabupaten Kudus.
B.     Fokus dan Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini fokus permasalahan yang diajukan yaitu: bagaimana dampak dari tuduhan sesat terhadap paham R. Sabda Kusuma terkait dengan kehidupan sosial keagamaan masyarakat di Kabupaten Kudus? Adapun rumusan masalah penelitian yang diajukan yaitu :
1.      Siapa sebenarnya R. Sabda Kusuma?
2.      Bagaimana  pokok-pokok ajaran yang dianut oleh R. Sabda Kusuma?
3.      Apa yang menjadi latar belakang  munculnya tuduhan sesat terhadap kelompok R. Sabda Kusuma?
4.      Dimanakah letak ajaran R. Sabda Kusuma yang dipandang oleh  masyarakat menyimpang?
5.      Bagaimana implikasi dari tuduhan sesat terdadap R. Sabda Kusuma  dalam kaitannya kehidupan sosial keagamaan masyarakat di Kabupaten Kudus?

C.    Tujuan
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui implikasi dari penyebaran Paham R. Sabda Kusuma  terhadap kehidupan keagamaan masyarakat di kabupeten Kudus
 Adapaun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu, untuk:
1.         Mengetahui sosok  R. Sabda Kusuma;
2.         Mengetahui pokok-pokok ajaran yang dianut oleh R. Sabda Kusuma;
3.         Mengetahui latar belakang munculnya tuduhan sesat terhadap R. Sabda Kusuma;
4.         Mengetahui letak ajaran R. Sabda Kusuma yang dipandang oleh  masyarakat menyimpang;
5.         Mengetahui dampak  dari tuduhan sesat terdadap R. Sabda Kusuma  dalam kaitannya kerukunan umat beragama di Kabupaten Kudus.
D.    Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini yaitu:
1.      Sebagai bahan informasi dan dokumentasi ilmiah untuk masyarakat terkait keberadaan aliran R. Sabda Kusuma.
2.      Sebagai bahan pertimbangan pemerintah dalam menangani kasus penistaan/penodaan  agama di masa akan datang.
E.     Kerangka Konsep
Memahami apa itu agama adalah usaha yang sangat sulit. Pendefinisian  agama justru semakin mempersempit arti agama yang sesungguhnya. Agama sebagai pengalaman pribadi yang melekat secara individu, sangat sulit untuk bisa digeneralisasi dalam terminologi. Selain itu pendefinisian agama sendiri oleh para ahli juga sangat dipengaruhi oleh subjektifitasnya sendiri. Sehingga semakin banyak definisi agama yang dimunculkan justru memunculkan perspekif baru akan arti agama yang sangat bergantung pada pendekatan keilmuan yang digunakan.
Tylor dan Frezer mengkaji agama dengan pendekatan antropologi-sejarah. Bagi Tylor dan Frezer untuk menjelaskan tentang agama perlu ditelusuri secara detail asal muasal agama itu dari bentuk  yang paling awal (primitive) hingga masa sekarang. Dalam pendekatan ini, munculnya agama bisa dianggap sebagai  hasil dari pergulatan manusia dengan alam. Proses kejadian muncul secara perlahan-lahan dari sebuah embrio agama yang sifatnya sangat sederhana (primitive) kemudian berkembang diberbaharui dan  disempurnakan secara terus menerus oleh akal budi manusia sampai menuju kesempurnaan yang ideal menurut kebudayaan. (Scraf  1995)
Berbeda dengan kajian yang dilakukan oleh Tylor dan Frezer, Sigmund Freud sebagai ahli psikologi mengkaji agama sebagai bentuk dorongan alam bawah sadar manusia  yang secara alami condong pada kenikmatan. Dari teori psikoanalitik, Freud menjelaskan bahwa respon emosional terhadap gejala-gejala sosial yang menekan batin mendorong manusia untuk lari mengenal agama. Agama adalah bentuk pelarian kecemasan batin manusia, sehingga bagi Freud agama sebenarnya tidak ada akan tetapi muncul dari manusia sendiri. Freud juga yakin bahwa ide-ide agama itu tidak berasal dari Tuhan atau para dewa, karena Tuhan tidak ada, agama adalah sebatas upaya pengharapan manusia yang paling mendesak untuk memenuhi kebutuhan psikologisnya. (Pals 2001)
Dari akar pemikiran filasafat Freud berkembang pemikiran kearah yang lebih radikal. Karl Hendrik Marx yang berlajar  Filsafat Freud dari Feurbach memberikan kritik tajam tentang esistensi Tuhan. Bagi Marx, Tuhan adalah sosok yang asing yang akan merenggut kebebasan manusia. Karena kehadiran Tuhan dalam diri manusia justru  mengecilkan keberadaan manusia sebagai sebuah realitas yang nyata. Manusia dipaksa untuk mengakui bahwa Tuhan adalah segala-galanya sementara realitasnya masih diragukan. Bahkan, dengan bahasa yang singkat Marx berkata “agama adalah candu”. (Louis 1990)
Sebagaimana sifat candu, maka kebahagiaan yang ada dalam diri manusia adalah semu. Oleh karena itu bagi Marx agama tidak lain adalah tanda keterasingan manusia dari kehidupannya sendiri. Agama adalah jalan pelarian yang mudah bagi manusia untuk mewujudkan kebahagiaan dengan berangan-angan akan kebahagiaan yang dijanjikan Tuhan. Maka, ketika kebahagiaan sejati manusia didapatkan dengan menggali potensi yang ada pada diri manusia, dengan sendirinya Tuhan akan ditinggalkan. Untuk itu bukan agama yang harus ditiadakan tetapi penyebabnya yang utama yaitu realitas sosial. Dari itu selanjutnya Marx tidak memberikan perhatian yang lebih pada agama, tetapi pada realitas dimana manusia tidak memiliki hakekatnya yang sejati yaitu wujud ketidakadilan manusia dibidang ekonomi.
Sentuhan realitas sosial yang dimunculkan oleh Karl Marx dalam kajian agamanya kemudian dikembangkan oleh  Emile Durkheim. Durkheim menyetuskan sebuah teori yang sangat terkenal, yaitu bahwa agama tidak dapat dipisahkan dari realitas masyarakat. Agama dan  masyarakat satu sama lain saling membutuhkan. Bagi Durkheim agama adalah sebuah sistem terpadu dari kepercayaan dan praktek dari hal-hal yang bersifat sakral. Oleh karena itu dalam prakteknya, agama selalu berhubungan dengan komunitas moral (tempat-tempat ibadah) yang di dalamnya terlibat sebuah kepentingan kelompok. Sehingga kepercayaan dan ritual agama berperan ketika  kepentingan kelompok mengemuka dalam pikiran, sedangkan yang sakral  berperan sebagai  titik utama klaim-kebenaran yang mengatur tradisi dalam komunitas.
Dimensi pemikiran yang luas dari kajian agama juga dikembangkan Clifford Geertz yang melihat kajian agama pada pendekatan sosial-budaya. Menurut Geertz,  agama adalah produk dari akal budi manusia yang terlahir melalui proses evolusi panjang dan berubah secara terus menenus menurut budaya yang dikembangkan oleh masyarakat  itu sendiri. Maka agama dipandang tidak memiliki kebenaran absolut. Disinilah agama menduduki peran yang memiliki fleksibilitas, tidak kaku, tetapi menyesuaikan dengan perubahan kebudayaan masyarakat. Pada ranah inilah Clifford Geertz mengkaji agama sampai pada kesimpulan yang memandang agama tidak lebih sebagai sistem budaya yang dibangun oleh masyarakat dalam evolusi peradabannya. (Pals 2001)
Sementara itu sesat dalam istilah umum didefinisikan sebagai tindakan salah jalan, salah jalur, tidak sesuai dengan ketentuan yang dipahami masyarakat umum. Orang yang sesat adalah orang yang memiliki keyakinan, sikap atau perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku baik norma sosial, norma hukum atau norma agama.  Orang dikatakan tersesat jalan karena mereka melalui jalur atau jalan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang benar.
Manusia bisa dikatakan tersesat dalam pikiran jika pikirannya tidak sesuai dengan norma hukum, sosial dan agama, Manusia juga ada kemungkinan tersesat dalam tindakan, jika tindakan yang dilakukan melanggar norma atau aturan yang berlaku. Manusia, Manusia ada kalanya tersesat dalam ajaran/keyakinan jika ajaran yanag diyakini bertentangan dengan keyakinan yang dipahami mayoritas masyarakat.
Kata aliran berasal dari kata dasar alir yang mendapat akhiran-an. Arti kata aliran adalah sesuatu yang mengalir (tentang hawa, air, listrik dan sebagainya); sungai kecil, selokan, saluran untuk benda cair yang mengalir (seperti pipa air); gerakan maju zat alir (fluida), misal gas, uap atau cairan secara berkesinambungan. (Anwar 2001 : 30)
Pengertian aliran/faham sesat apabila dikaitkan dengan arti katanya dapat dimaknakan sebagai suatu gerakan yang berkesinambungan (terus menerus) yang menyimpang dari kebenaran. Penyimpangan kebenaran dalam hal ini dikaitkan dengan ajaran agama yang diakui di Indonesia. Di Indonesia sendiri, telah ada suatu wadah atau lembaga yang berusaha untuk menjaga kemurnian ajaran agama dalam hal ini Islam, yaitu Majelis Ulama indonesia (selanjutnya disingkat dengan MUI).
Pada tanggal 9 November 2007, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan 10 kriteria aliran sesat. Apabila ada satu ajaran yang terindikasi punya salah satu dari kesepuluh kriteria itu, bisa dijadikan dasar untuk masuk ke dalam kelompok aliran sesat
1.      Mengingkari rukun iman (Iman kepada Allah, Malaikat, Kitab Suci, Rasul, Hari Akhir, Qadla dan Qadar) dan rukun Islam (Mengucapkan 2 kalimat syahadah, sholat 5 waktu, puasa, zakat, dan Haji)
2.      Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar`i (Alquran dan as-sunah),
3.      Meyakini turunnya wahyu setelah Alquran
4.      Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Alquran
5.      Melakukan penafsiran Alquran yang tidak berdasarkan kaidah tafsir
6.      Mengingkari kedudukan hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam
7.      Melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul
8.      Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir
9.      Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah
10.  Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar’i. (http://www.media-islam.or.id)
Martin van Bruinessen pernah menggunaan kata “sempalan” untuk mengidentifikasi kelompok yang dipandang sesat. Menurut martin dalam kaitannya dengan pandangan tentang sempalan, aliran “sesat” dalam konteks agama dapat diartikan sebagai kelompok penganut kepercayaan agama yang keluar dari mainstrem (induk) ajaran agama resmi yang diakui pemerintah. Kelompok “sesat” inilah yang akhir-akhir ini muncul dengan wujud sekte atau aliran yang dianggap merongrong kewibawaan agama induk. Oleh karena itu pembicaraan  mengenai ”aliran sesat” tidak bisa dipisahkan dari “induk agamanya”. Siapa yang sesat dan dianggap salah, dan siapa yang induk  adalah penjastifikasi pembenaran yang terkait dengan masalah mayoritas-minoritas dan legalitas politis keagamaan semata.
Kelompok “sesat” dalam pandangan agama induk adalah paham agama yang ditolak dan dimusuhi oleh masyarakat yang sebenarnya adalah kelompok mayoritas. Mengapa ini bisa terjadi? Ada beberapa asumsi yang dapat digunakan untuk menjelaskan. Pertama, kemapanan sebuah agama yang berbentuk organisasi keagamaan pada akhirnya akan menempatkan posisi agama pada  afiliasi politis dengan pemerintah. Bagaimanapun pemerintah membutuhkan legalitas moral (dukungan) untuk mengukuhkan eksistensinya. Demikian juga sebaliknya agama yang diwakili oleh organisasi keagamaan juga membutuhkan perlindungan. Lebih jauh, dampak dari simbiosis mutualis antara agama dengan pemerintah akan menumbuhkan kekuatan agama tidak semata dalam ranah religius-kekuatan moral akan tetapi juga kekuatan politis untuk mempertankan status quo kepemimpinan agama dalam negara.
Dalam kasus ummat beragama Indonesia, kekuatan agama yang menjadi kaki tangan pemerintah tidak lain adalah kekuatan organisasi keagamaan besar. Agama-agama besar inilah yang menjadi mainstream, semakin besar agama yang ditandai dengan jumlah pemeluknya yang banyak, semakin besar pula pengaruhnya. Mainstrem agama pada kongritnya tidak lain adalah agama-agama resmi yang mendapat restu pemerintah yang terwakili oleh  badan-badan ulama yang berwibawa, terutama MUI. Posisi sebagai mainstream memberikan peluang untuk memberikan legalitas terhadap aksi terselubung pelaku politik dengan menjastifikasi kebenaran dengan mengeluarkan fatwa bahwa aliran atau agama yang tumbuh keluar (menyempal) dari mainstream dianggap sebagai ajaran ”sesat”.
Kedua, Ketidakpuasan terhadap sepak terjang agama mayoritas yang menghegemoni kebudayaan dan kebenaran dengan arogansi dalam sikap politik atau kemasyarakatan dan tidak adanya peran yang singnifikan dari agama terhadap perubaan sosial, mendorong mereka untuk mencari jalan alternatif pada model ajaran baru yang lebih radikal untuk menunjukkan esistensi dan perubahan tatanan masyarakat yang lebih progresif. Padahal pada saat yang sama tekanan dari pihak pemerintah dengan tidak diakuinya agama lokal sebagai agama resmi memberikan peluang pada munculnya bentuk sinkretisme baru dalam beragama. Karena mereka dipaksa mendapatkan pembinaan keagamaan dari agama induk. Bisa jadi penganut aliran “sesat” sengaja menggunakan agama induk sebagai dalih untuk menunjukan eksistensinya.
Maka dalam memandang kekerasan bernuansa agama akibat dari persoalan kelompok minoritas yang dipandang “sesat” adalah bahwa,  munculnya kelompok minoritas “sesat” tidaklah semata-mata disebabkan oleh perbedaan keyakinan dan klaim kebenaran sejati. Siapa yang “sesat” dan siapa yang tidak sesat merupakan persoalan siapa yang duduk dalam mainsterm keyakinan agama yang dipandang benar yang terkait dengan tirani minoritas dan mayoritas yang mendapatkan legitimasi dari pemeritah dan penguasa agama (tokoh-tokoh/pemuka agama). Terlebih lagi bisa  terjadi bahwa menjastifikasi kesesatan pada minoritas pemeluk agama yang dipandang sebagai kelompok ”sesat” hanya karena kelompok mayoritas agama tidak ingin terlepas dari kedudukan kekuasaan moral agama yang menghegemoni kebenaran tatanan peradaban.
F.     Metode
Penelitian ini adalah penelitian Kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Dimana studi kasus merupakan penelitian tentang subyek penelitian yang berkenaan dengan suatu fenomena spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. (Moleong 2006)
Dalam pendekatan studi kasus ini yang menjadi subyek penelitian adalah ajaran R. Sabda Kusuma yang dianggap menyesatkan masyarakat. Keberadaan Aliran R. Sabda Kusuma yang berada di tengah-tengah masyarakat santri  dengan pengamalan  ajaran agama yang cukup kuat menjadi bagian fokus yang akan diteliti. Peneliti akan melakukan kajian secara lebih dalam dan intesif latar belakang munculnya Aliran R. Sabda Kusuma dalam kaitannya dengan posisi masyarakat santri di seputar Masjid Menara, dan langkah hukum yang diambil pemeritah.
Sumber data dalam penelitian ini dibagi dalam sumber data primer dan data sekunder. Data primer diambil secara langsung melalui teknik wawancara dari pemimpin Aliran R. Sabda Kusuma, Ketua MUI Kabupaten Kudus, dan tokoh masyarakt di Kabupaten Kudus. Sementara data sedunder akan diambil dari domumen pemberitaan media massa dan buku-buku atau kitab-kitab yang terkait dengan ajaran R. Sabda Kusuma. 
Metode pengambilan data penelitian menggunakan teknik wawancara, pengamatan lapangan dan informasi dokumenter. Wawancara digunakan untuk mencari keterangan-keterangan secara lisan tentang biografi R. Sabda Kusuma, latar belakang tereksposnya kelompok R. Sabda Kusuma, pendapat tokoh dan masyarakat mengenai Sanda Kusuma. Pengamatan lapangan dilakukan untuk mengetahui suasana keagamaan dan interaksi sosial masyarakat. Sedangkan telaah dokumen dilakukan untuk menelaah kitab-kitab yang menjadi sumber ajaran aliran R. Sabda Kusuma.
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model analisis interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan Hurberman (1992). Analisis tersebut terdiri atas tiga komponen analisis yang saling berintraksi, yaitu : reduksi data, penyajian data, dan verivikasi data atau penarikan kesimpulan. Apabila kesimpulan dirasa kurang mantap, maka peneliti kembali kelapangan untuk mengumpulkan data, dan seterusnya sampai diperoleh data yang betul-betul mantap. Sehingga merupaka siklus yang tiada henti.
Untuk mengenguatkan kebenaran dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif, data yang diambil perlu dicek kebenarannya melalui proses pengujian keabsahan data. Pengujian keabsahan data di lakukan dengan empat kriteria, yaitu pengujian derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), ketergantungan (de pendability), dan kepastian (confirmabi lity).
BAB II
SETTING LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Kabupaten Kudus
Kudus, diambil dari kata Arab “al-quds” yang berarti suci. Al-Quds adalah nama pemberian Jafar Shadiq atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Kudus. Nama Al-Quds diambil dari nama sebuah kota suci di Zerusalem, Palestina-tempat Sunan Kudus tinggal sehabis menunaikan ibadah haji.  Konon dari cerita masyarakat Kudus,  bahwa dahulu Sunan Kudus pernah pergi naik haji sambil menuntut ilmu di Tanah Arab sambil mengajar pula di sana. Pada suatu waktu, tempat tinggal Sunan Kudus di tanah Arab terjangkit wabah penyakit yang membahayakan. Berkat jasa Sunan Kudus wabah penyakit dapat diredakan.  
Berkar jasa Sunan Kudus, seorang amir di Zerusalem bermaksud memberikan hadiah kepada beliau, akan tetapi ia menolak. Namun untuk sekedar  kenang-kenangan, Sunan Kudus  meminta sebuah batu untuk bisa dijadikan tanda bagi masjid yang akan dibangunnya nanti. Batu tersebut menurut sang amir berasal dari kota Baitul Makdis yang disebut oleh masyarakat disana Al Quds. Kaka sebagai peringatan kepada kota dimana Ja’far Sodiq hidup serta bertempal tinggal, kemudian diberikan nama Kudus.
Dja’far Sodiq, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan kudus, adalah putra dari Raden Usman Haji yang bergelar dengan sebutan Sunan Ngudung di Jipang Panolan. Semasa hidupnya Sunan Kudus mengajarkan agam Islam di sekitar daerah Kudus khususnya di Jawa Tengah pesisir utara pada umumnya. Beliau terhitung salah seorang ulama, guru besar agama yang telah mengajar serta menyiarkan agama Islam di daerah Kudus dan sekitarnya.Terkenal dengan keahliannya dalam ilmu agama. Terutama dalam ilmu agama Tauhid, Usul, Hadits, Sastra Mantiq dan lebih-lebih di dalam Ilmu Fiqih. Oleh sebab itu, digelari dengan sebutan sebagai Waliyyul ‘Ilmi.
Disamping bertindak sebagai guru Islam, juga sebagai salah seorang yang kuat syariatnya. Sunan Kudus pun menjadi Senopati dari Kerajaan Islam di Demak. Bekas peninggalan beliau antara lain adalah Masjid Raya di Kudus, yang kemudian dikenal dengan sebutan Masjid Menara Kudus. Oleh karena di halaman masjid tersebut terdapat sebuah menara kuno yang indah. Dalam masjid menara terdapat Skrip yang terdapat pada Mihrab di Masjid Al-Aqsa di ketahui bahwa bangunan masjid tersebut didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M.
Mengenai perjuangan Sunan Kudus dalam menyebarkan agama Islam tidak berbeda dengan para wali lainnya, yaitu senantiasa dipakai jalan kebijaksanaan, dengan siasat dan taktik yang demikian itu, rakyat dapat diajak memeluk agama Islam. Konon, Mbah Sunan juga melarang pengikutnya menyembelih sapi. Sebab sapi dikultuskan oleh umat Hindu.
Lain dari pada itu, folklor Kudus juga menyebutkan bahwa sapi betina pernah berjasa pada Kanjeng Sunan. Ketika pulang dari Pajang, dia beserta bala tentaranya kehausan di tengah ladang kering saat musim kemarau. Datanglah seekor sapi betina yang susunya bisa dinikmati seluruh rombongan, maka berinisiatiflah dia mengikat sapi tersebut yang diberi nama ''Kebo Gumarang'' di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi menjadi simpati, apalagi setelah Sunan Kudus berpidato tentang surat al-Baqarah yang berarti ''sapi betina'' dengan digubah cerita-cerita ketauhidan.
B. Kondisi Alam
Kudus merupakan kabupaten terkecil di Jawa Tengah dengan luas wilayah mencapai 42.516 Ha atau sekitar 1,31 persen dari luas Provinsi Jawa Tengah. 48,40% merupakan lahan sawah dan 51,60% adalah bukan sawah. Letak Kabupaten Kudus antara 110 36' dan 110 50' BT dan antara 6 51' dan 7 16' LS. Jarak terjauh dari barat ke timur adalah 16 km dan dari utara ke selatan 22 km.
Kabupaten Kudus Ibukotanya adalah Kudus, berada di jalur pantai utara timur Jawa Tengah, yaitu di antara (Semarang-Surabaya). berada 51 km sebelah timur Kota Semarang. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Pati di timur, Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Demak di selatan, serta Kabupaten Jepara di barat.
Secara administratif, Kabupaten Kudus terbagi dalam 9 kecamatan, 123 desa, 9 kelurahan. Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Dawe yaitu sekitar 8.584 Ha ( 20,19 % ) sedangkan yang paling kecil adalah Kecamatan Kota seluas 1.047 Ha ( 2,46 % ) dari luas Kabupaten Kudus. Sebagian besar jenis tanah di Kabupaten Kudus adalah aluvial coklat tua sebesar 32,12 % dari luas tanah di Kabupaten Kudus. Dimana sebagian besar tanahnya memiliki 0,2 derajat dan kedalaman efektif lebih dari 90 cm.
Ditinjau dari topografi, Kabupaten Kudus memiliki ketinggian terendah 5 meter di atas permukaan air laut yang berada di Kecamatan Undaan dan ketinggian tertinggi 1600 meter di atas permukaan air laut berada di Kecamatan Dawe. Kelerengan 0-8% menempati di daerah dataran antara lain di Kecamatan Undaan (Desa Undaan Kidul, Desa Undaan Lor, Desa Undaan Tengah), Kecamatan Kaliwungu (Desa Blimbing Kidul, Desa Sidorekso, Desa Kaliwungu, Kecamatan Gebog, Kecamatan Dawe (Desa Margorejo, Desa Samirejo, Desa Karangrejo, Desa Cendono) dan Kecamatan Jekulo (Desa Jekulo). Kelerengan 8-15% menempati sebagian Kecamatan Jekulo, Kecamatan Dawe sebelah selatan, Kecamatan Gebog (Desa Gribig) dan Kecamatan Mejobo (Desa Jepang). Kelerengan 15-25% menempati Kecamatan Dawe (Desa Kajar) dan Gunung Patiayam bagian Timur. Kelerengan 25-45% menempati di daerah Gunung Patiayam bagian utara, Kecamatan Gebog (Desa Padurenan). Kelerengan > 45% menempati Kecamatan Dawe (Desa Ternadi) Kecamatan Gebog (Desa Rahtawu, Desa Menawan) dan daerah Puncak Muria bagian selatan.
Kondisi iklim di Kabupaten Kudus secara umum dipengaruhi oleh zona iklim tropis basah. Bulan basah jatuh antara bulan Oktober-Mei dan bulan kering terjadi antara Juni-September, sedang bulan paling kering jatuh sekitar bulan Agustus. Curah hujan yang jatuh di daerah Kudus berkisar antara 2.000-3.000 mm/tahun, curah hujan tertinggi terjadi di daerah puncak Gunung Muria, yaitu antara 3.500-5.000 mm/tahun. Temperatur tertinggi mencapai 33 o C dan terendah 26 o C dengan temperatur rata-rata sekitar 29 o C dan kelembaban rata-rata bulanan berkisar antara 72%-83%. Angin yang bertiup adalah angin barat dan angin timur yang bersifat basah dengan kelembaban sekitar 88%, kecepatan angin minimum 5 km/jam dan kecepatan angin maksimum dapat mencapai 50 km/jam.
  Jumlah penduduk Kabupaten Kudus pada tahun 2006 tercatat sebesar 742.040 jiwa, terdiri dari 367.143 jiwa laki-laki (49,48 persen) dan 374.897 jiwa perempuan (50,52 persen). Apabila dilihat penyebarannya, maka kecamatan yang paling tinggi prosentase jumlah penduduknya adalah Kecamatan Jekulo yakni sebesar 12,70 persen dari jumlah penduduk yang ada di Kabupaten Kudus, kemudian berturutturut Kecamatan Dawe 12,54 persen dan Kecamatan Jati 12,41 persen. Sedangkan kecamatan yang terkecil jumlah penduduknya adalah Kecamatan Bae sebesar 8,10 persen.
Kepadatan penduduk dalam kurun waktu lima tahun (2002 – 2006) cenderung mengalami kenaikan seiring  dengan kenaikan jumlah penduduk. Pada tahun 2006 tercatat sebesar 1.745 jiwa setiap satu kilo meter persegi. Di sisi lain persebaran penduduk masih belum merata, Kecamatan Kota merupakan kecamatan yang terpadat yaitu 8.762 jiwa per km2. Undaan paling rendah kepadatan penduduknya yaitu 935 jiwa per km2. Jumlah rumah tangga sebanyak 181.169, dan diperoleh rata-rata jumlah anggota rumah tangga sebesar 4,10 persen. Angka ini sama bila dibandingkan  dengan angka tahun sebelumnya.
C. Perekonomian
Seiring dengan dibangunnya pabrik-pabrik di daerah kota atau pinggiran kota. Banyak dari buruh tani di pinggiran Kudus yang beralih pekerjaan dari petani menjadi buruh pabrik. Apalagi terkadang pada bulan-bulan tertentu hasil dari pertanian tidaklah menggembirakan. Banyak orang yang bekerja di pabrik milik pemerintah, usahawan, Tionghoa, ataupun usahawan pribumi. Di pabrik milik pemerintah, mereka bekerja di pabrik gula dan juga perusahaan kereta api yang memang dibuat untuk mengangkut hasil pertanian tebu ke pabrik gula didaerah Rendeng, Besito dan Tanjung Moro.
Jika dilihat dari angka statistic Sebagian besar penduduk bekerja di sektor industri pengolahan, yaitu 42,05%. Hal ini tidak lepas dari banyaknya industri pengolahan khususnya rokok yang ada di Kabupaten Kudus. Sedangkan sektor kedua adalah sektor pertanian, kehutanan, perkebunan, dan perikanan dengan%tase rata-rata sebesar 15,89%. Diikuti dengan sektor perdagangan (14,46%) dan sektor bangunan (9,32%).
Di Kudus, pasar memegang peranan yang sangat penting bagi kehidupan disana. Disebutkan bahwa Pasar Kliwon yang terletak di sebelah timur kabupaten Kudus merupakan tempat yang sangat strategis dan menguntungkan bagi para pedagang di Kudus. Walaupun bukan pasar yang terbesar di Jawa Tengah namun pasar ini cukup dikenal di Pulau jawa dan menjadi salah satu pusat perdagangan di Jawa Tengah sehingga banyak pedagang baik pribumi ataupun Tionghoa yang mempunyai toko disana. Persaingan tajam antara pedagang pribumi dan Tionghoa tampaknya telah dimulai di pasar ini (Korver 1986:93).
Selain pasar kliwon, ada sebuah pasar walaupun mungkin lebih cocok dikatakan sebagai bazar yang juga sangat menguntungkan aktifitas perdagangan, khususnya bagi para pedagang pribumi yang lebih dikenal sebagai pedagang santri. Setiap tanggal 1 Ramadhan di sekitar menara Kudus diadakan semacam bazar untuk memperingati hari tersebut. Orang Kudus menyebut bazar tersebut sebagai “dandangan”. Bazar yang tadinya hanya menjual makanan dan mainan anak-anak lama kelamaan berkembang menjadi bazar yang menjual aneka barang seperti baju, makanan sebagian juga sekaligus pembatik yang dikenal dengan sebutan penggobeng. Ada juga kaum pria yang bekerja dalam pabrik batik, mereka disebut sebagai kuli.
C. Situasi Sosial Keagamaan
Masyarakat Kudus adalah masyarakat yang terkenal sebagai masyarakat religius. Sikap religius masyarakat Kudus ini tercermin dari beberapa sikap dan perilaku keseharian masyarakat Kudus yang senantiasa dalam suasana khusyuk, tenang, tentram dan damai. Kerelegiusan masyarakat Kudus tidak terlepas dari pengaruh Sang Leluhur, yakni Sunan Kudus atau Ja’far Shodiq dan Sunan Muria.
Selain Sunan Kudus dan Sunan Muria, Kudus juga mempunyai beberapa Kyai besar yang cukup berpengaruh, diantaranya adalah K. H. Sya’roni Ahmadi, seorang Ulama Kharismatik; K. H. Khoiruzad putra (Alm) K. H. Turaichan Adjuhri yang ahli falak serta K. H. Basir, yang dianggap sebagai salah seorang sesepuh para Kyai. Peran para Kyai dalam memberikan bimbingan dan arahan yang benar dalam kehidupan sehari-hari juga memberi pengaruh yang besar pada kerelegiusan masyarakat Kudus.
Suasana kerukunan hidup beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sangat didambakan masyarakat. Beragam tempat peribadatan, merupakan salah satu bukti kerukunan agama di antara umat. Tempat peribadatan yang tersedia di Kabupaten Kudus pada tahun 2007 adalah 569 Masjid, 1.707 Mushola/langgar, Gereja Kristen 23 buah, Gereja Katholik 5 buah, Vihara Budha 9 buah dan Klenteng 3 buah. Dari data terlihat Agama Islam dianut sebagian besar penduduk kabupaten Kudus sebesar 97,47 persen, dan diikuti agama Kristen Protestan sebesar 1,35 persen.
Agama utama masyarakat Kudus adalah Agama Islam dimana sebagian besar masyarakatnya memeluk agama tersebut. Penyebaran Agama Islam di Kudus dilakukan oleh Wali Songo, Kudus dijadikan penyebaran agama Islam zaman kesultanan demak. Daerah ini dahulu bernama “loram” (Salam 1962:55), namun pada waktu Islam masuk yang dibawa oleh Sunan Jafar Sodik atau yang dikenal sebagai sunan Kudus kemudian menganti daerah ini dengan nama Kudus. Dalam penyebaran agama Islam Sunan Kudus dikenal sebagai seorang sunan yang fundamental dan ortodok jika dibandingkan dengan sunan-sunan yang ada di Wali Songo (Castles 1982:76).









Tabel 1
Banyaknya Penduduk Menurut Agama
Di Kabupaten Kudus Tahun 2007

Ajaran dan petunjuk yang diberikan oleh Sunan Kudus tanpaknya sedikit banyak mempengaruhi sifat masyarakat muslim Kudus terhadap Agama lain. Walaupun muslim di Kudus menganggap bahwa orang non-muslim adalah kafir, bukan berarti agama lain yang tidak dihormati disana. Hal ini terbukti dengan didirikannya rumah tempat peribatan Etnis Tionghoa atau klenteng di Kudus barat yang merupakan tempat tinggal mayoritas masyarakat santri di Kudus. Namun di sisi lain adanya anggapan bahwa Pemerintah Hindia Belanda yang beragama Kristen sekarang kita sebut “tidak perlu dihormati, sehingga kalaupun mereka memberikan sumbangan bentuk pendanaan mereka menolak karena tidak patut menerima : uang haram” itu dari pemerintah (Hugronje 1982:24).
Islam di Kudus dapat dikatakan sangat kuat, tetapi tidak seluruhnya orang–orang Kudus fanatik terhadap ajaran agama Islam. Dapat dikatakan bahwa di Kudus polarisasi pembagian wilayah berdasarkan tingkat keagamaan penduduknya. Kudus Barat merupakan wilayah bagi Islam santri sedangkan Kudus Timur adalah wilayah bagi orang Islam abangan, Tionghoa dan Eropa. Walaupun begitu mayoritas penduduk di daerah ini memutuskan diri mereka berada di pihak garis santri sementara itu banyak kyai di Kudus yang mempunyai kesaktian (Castles 1982:102-103).
Kerelegiusan masyarakat Kudus membawa pengaruh dalam kehidupan keseharian masyarakat Kudus. Sikap religius ini juga sangat mempengaruhi budaya masyarakat Kudus. Rasa hormat masyarakat Kudus kepada Sunan Kudus sangatlah besar, bahkan sebagai wujud penghormatan masyarakat Kudus kepada Sunan Kudus masyarakat Kudus rajin untuk berziarah dan berdoa di makam Sunan Kudus. Kebiasaan berziarah masyarakat Kudus pada makam Sunan Kudus rupa-rupanya sudah menjadi kebiasaan dan bahkan menjadi budaya bagi masyarakat Kudus. Tiap hari kompleks makam Sunan Kudus selalu ramai, bahkan pada malam jum’at atau hari besar Islam suasana dikompleks makam Sunan Kudus menjadi sangat ramai. Terlebih lagi pada saat bulan Suro atau Muharram, kompleks Masjid, Makam dan Menara Kudus menjadi sangat ramai karena mulai tanggal 1 bulan suro sampai tanggal 10 suro ada rangkaian acara Buka Luwur Makam Sunan Kudus.
Upacara Buka Luwur terdiri dari beberapa rangkaian acara yang dimulai pada tanggal 1 suro dan berakhir pada puncaknya tanggal 10 suro adalah sebuah rangkaian upacara yang menarik untuk dikaji dan diteliti karena dalam pelaksanaan Upacara Buka Luwur Makam Sunan Kudus ini, ditemukan beberapa penggunaan simbol-simbol yang memiliki makna dan tujuan tertentu yang beberapa simbol yang ditemukan dalam pelaksanaan Upacara Buka Luwur Makam Sunan Kudus antara lain: jamas pusoko Sunan Kudus yang selalu dalam cuaca timbreng, air bekas pencucian pusoko (kolo) yang menjadi rebutan masyarakat untuk dimintakan berkahnya.
Nuansa keagamaan di kabupaten Kudus yang bercampur dengan tradisi local masih banyak terjadi pada wilayah-wilayah lain, penghormatan terhadap makam wali-wali, penghormatan terhadap roh nenek moyang juga masih terjadi. Orang-orang muslim Kudus, ketika hari jum’at masih banyak yang mengunjungi makam-makam. Dengan maksud untuk mendoakan arwah leluhur agar mendapatkan tempat yang baik disisi Tuhannya.




BAB III
TEMUAN PENELITIAN

A.  Jejak-Jejak R. Sabda Kusuma
Dalam pemberitaan media, R. Sabda Kusuma memiliki beberapa nama lain yaitu: Sujono,  Kusmanto, Jubeng Usman, Den Mas Djono Cendonno adalah sosok laki-laki yang lahir  di Kudus 41 tahun lalu.  Sabda dilahirkan oleh pasangan Bapak  Nasran dan Ibu Tuminah pada tanggal 04 Oktober 1969. Sabda merupakan anak kesembilan dari sebelas bersaudara, 4 perempuan 7 laki-laki.  Hari-hari Sabda semasa kecil banyak  dihabiskan di dukuh kelahiranya, Tempel, Desa Terban, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus.  Rumah tempat tinggal R. Sabda Kusuma bersama keluarganya berada di pinggir jalan raya Kudus-Pati, tepatnya di RT.01 RW III, Desa Terban. (Wawancara dengan keluarga R. Sabda Kusuma, tgl 31 Oktober 2010)
Meski hidup dari keluarga petani, kedua orang tua Sabda gigih mendidik anak-anaknya untuk bersekolah. Dengan uang penjualan sisa hasil panen setelah dibelanjakan kebutuhan keluaraga, Bapak Nasran dapat menyekolahkan anak-anaknya seperti umumnya masyarakat. Bahkan ada diantara anak-anaknya yang berhasil penyelesaikan jenjang perguruan tinggi, termasuk R. Sabda Kusuma. Jenjang pendidikan formal pertama yang ditempuh oleh R. Sabda Kusuma yaitu pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Terban, lurus  pada tanggal 28 Mei 1983. Jejang Pendidikan dilanjutkan pada pendidikan  tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SMPN 6 Kudus, dengan mendapatkan ijazah tertanggal 29 April 1986.  
Berbeda dengan pendidikan dasar dan SLTPnya, dalam menempuh Pendidikan Tingkat  Lanjutan Atas, ayahnya meninggal dunia, yaitu pada tanggal 29 Mei 1989. Sebelum kematiannya Bapak Nasran berpesan pada R. Sabda Kusuma bahwa dirinya bukan anaknya. Mendengar pesan sebelum kematian ayahnya, Sabda  Kusuma  menjadi galau hidupnya.  Ayahnya selama ini yang membesarnya, ternyata bukan ayah kandungnya.  Pendidikannya SMAnya menjadi kacau, yang memaksa keluarganya memindahkan pendidikan Sabda. untuk pindah ke Rembang. Sabda memililih pindah dari sekolah di kudus ke SMA PGRI I Rembang yang Ia selesaikan pada tanggal 25 Mei 1990.
Atas dorongan keluarga dan saudara-saudarnya Sabda melanjutkan pendidikan ketinggkat DIII Ilmu Hukum di Semarang.  R. Sabda Kusuma mengambil jurusan hukum di Universitas Semarang, lulus 28 Mei 1994. Setelah menyelesaikan pendidikan tinggi, sabda bekerja serabutan (apa yang ada) di Kudus selama kurang lebih satu tahun. Tahun 1995 awal, ia memilih pindah di Jakarta untuk bekerja di PT. Gudang Rabat Sampurna. Namun, kesibukan kerja Sabda tidak cukup bisa melupakan pesan bapaknya. Keingingan R. Sabda Kusuma untuk mencari ayah sejatinya, terus berkecamuk dalam hatinya.
Selama tinggal di Dukuh Tempel, R. Sabda Kusuma lebih banyak dipanggil oleh tetangga dan saudara-saudaranya dengan nama Sujono. Nama Sujono menurut menuturan Ibu Tuminah (ibunya) adalah pemberian tukang kayu yang tengah menyelesaikan pekerjaan dirumahnya bersamaan dengan proses kelahiran Sabda.  Nama Sujono bisa jadi menjadi nama wadanan (nama lain) yang sebenarnya tidak dikehendaki oleh keluarga. Tapi karena masyarakat sudah terbiasa dengan panggilan Sujono, maka nama itu dipakai sebagai panggilan dalam pergaulan sehari-hari di masyarakat.
Sementara itu, Bapak Nasran dan Ibu Tuminah  memberikan nama asli pada R. Sabda Kusuma diwaktu kelahiran dengan nama Kusmanto atau Haryo Kusmanto. Nama R. Sabda Kusuma sengaja tidak dipakai, karena khawatir akan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan di masyarakat. Nama R. Sabda Kusuma  merupakan nama pemberian R. Sumawinata atau bisa dipanggil Eyang Sakti.  Menurut penuturan Ibu Tuminah, ketika mengandung  R. Sabda Kusuma usia tujuh bulan datang seorang kakek tua (R. Sumawinata) yang berpesan pada Ibu Tuminah bahwa, ia hanya memelihara bayi yang dikandungnya. Tutur Ibu Tuminah dalam ceritanya ketika ditemui  peneliti dirumah anaknya: naliko kulo gembol niku wonten tiyang sepuh priki, anakmu sing nomer songo iki besuk, sampaian sak dermo momong yo mbok, iki mbenjang tak paringi jeneng R. Sabdo Kusuma, Maksudnya : Ketika aku baru mengandung R. Sabda Kusuma, datang seorang kakek tua kesini, (kemudian mengirim pesan : peneliti) anaknya yang nomor Sembilan ini, besuk dimasa yang akan datang ketika lahir ibu hanya sekedar memelihara, ini anak besuk akan aku beri nama Raden Sabdo Kusuma.

Gambar : 3.1
R. Sabda Kusuma

Dalam buku Lempiran Sabdaning Suma disebutkan bahwa  R. Sabda Kusuma merupakan anak dari R. Sumawinata. Namun karena istrinya meninggal saat kelahiraan R. Sabda Kusuma, bayi R. Sabda Kusuma kemudian disimpan di gua siluman (gograk) di lereng gunung pati ayam. Maksud dari R. Sumawinata yaitu akan menitipkan bayi (R. Sabda Kusuma) pada Bapak Nasran dengan cara yang tidak biasa terjadi pada manusia normal. Setelah beberapa waktu semenjak bayi itu disimpan di gua siluman, Bapak Nasran mendatanginya bermaksud mengambil bayi. Ternyata bayi itu masih hidup, atas kuasa Tuhan setelah Bapak Nasran melaukan ritual, bayi itu menghilang berpindah dikandungan istrinya hingga  lahir kembali.
Bapak Nasran sangat beruntung, karena memiliki kemampuan lebih dalam ilmu kebatinan (Jawa : dukun). Dari penuturan warga dan isteriya, Bapak Nasran selama hidupnya banyak membantu orang dalam menyelesaikan berbagai persoalan hidup, seperti membantu orang sakit, mencari hari baik untuk pernikahan, membuka usaha baru agar dagangan laku, atau bahkan  bisa membantu dalam menebak nomor undian. (Wawancara dengan Ibu Tuminah tanggal 31 Oktober 2010)
Kemampuan yang dimiliki Bapak Nasran dalam hal kebatinan diwariskan kepada R. Sabda Kusuma secara genetis sebagai bakat alam. Atas dorongan kejiwaan, R. Sabda Kusuma melakukan laku prihatin dengan cara berpuasa untuk mencari isyaroh (petunjuk) keberadaan ayah kandungnya (R. Sumawinata). Puasa dilakukan hari dengan cara seperti umumnya puasa dalam ajaran Islam. Pada hari keempat puluh petunjuk itu datang dari sosok laki-laki memakai surban, yang memerintahkan pada R. Sabda Kusuma untuk mencari R. Sumawinata di wilayah Cirebon.
Setelah mendapat petunjuk keberadaan ayahnya, Sabda bergegas menuju Cirebon. .  Namun keberadaan R. Sumawinata  sudah pindah di Depok Ratu Jaya. Tepat pada peringatan maulud nabi, R. Sabda Kusuma bertemu dengan R. Sumawinata ayahnya. Kebahagiaan yang tidak terukur atas pertemuan R. Sabda Kusuma dengan R. Sumawinata berujung pada ajakan sang ayah untuk melakukan riyadloh (perjalanan spiritual). Dalam tahap awal perjalanan, Sabda diajak oleh R. Sumawinata mengunjungi makam-makam para leluruh, makam wali-wali dan makam kusuma bangsa di nusantara Indonesia. Tahap selanjutnya, R. Sabda Kusuma diajak mengunjungi tanah Mesir dan Arab, mendatangi makam nabi-nabi dan leluhurnya.
Perjalanan riyadloh dilakukan selama kurang lebih dua tahun. Dalam perjalanan itu, R. Sabda Kusuma tidak dibekali apapun oleh ayahnya, terkecuali hanya 99 butir jagung. Dengan 99 butir jagung itulah  R. Sabda Kusuma mengisi energinya ketika lapar. Untuk mencukupi kebutuhan lain selama perjalanan, sesekali R. Sabda Kusuma berkerja di tempat mereka singgah. Karena ayahnya yang sudah tua, selama perjalan R. Sumawinata meminta pada R. Sabda Kusuma untuk menggedongnya. Hanya sesekali mereka menggunakan jasa angkutan, perjalanan banyak dilakukan dengan berjalan kaki.
Dalam cerita yang dituturkan oleh Sabda Sendiri di rumah kakaknya, Sabda pernah mengalami keputusasaan dalam mengikuti perjalanan spiritual dengan ayahnya (R. Sumawinata). Keputusasaan itu disebabkan oleh siksaan badan yang tidak tahu kapan berakhir karena harus menggendong ayahnya dalam setiap kesempatan. Ketika mewati  jembatan sebuah sungai yang cukup besar, R. Sabda Kusuma berniat mengakhiri hidupnya dengan cara menceburkan diri kesungai dari atas jembatan.Namun niat itu  dicegah oleh ayahnya.
Selama dalam perjalanan itulah hikmah-hikmah spiritual dia alami bersama ayahnya. Dalam perjalanan juga R. Sabda Kusuma mendapatkan banyak cerita-cerita kehidupan, ilmu-ilmu kegaiban, dan amalan-amalan lain yang tertuang dalam buku lempiran Sabdaning Suma. Setelah perjalanan dirasa cukup, R. Sumawinata memiliki tinggal di Terban. Selama di Terban, R. Sumawinata dibuatkan rumah sederhana sebagai tempat mengajar R. Sabda Kusuma dan beberapa murid lainnya (wawancara dengan kakak R. Sabda Kusuma).



Gambar : 03.1
Lukisan R. Sumawinata

Pada hari Kamis, 1 Mei 1997 R. Sabda Kusuma melangsung perkawinan pertamanya dengan Siti Choiriyah, wanita kelahiran Desa Klumpit, Kecamatan Gebok, Kabupaten Kudus. Siti Choiriyah lahir pada tanggal 13 Maret 1972. Sejak saat perkawinannya dengan Siti Choiriyah, R. Sabda Kusuma  tinggal di klumpit dan memilih bekerja sebagai pedagang barang-barang bekas (rosok).  Saat perkawinan, nama R. Sabda Kusuma tidak digunakan dalam acara perkawinan.
Gambar : 03.2
Lukisan Kanjeng Ratu (R.A Sri Ana Aniqul Unza)

Oleh karena itu, setahu warga suami dari Siti Choiriyah adalah Kusmanto. Salah satu warga yang pernah melakukan pendataan penduduk pada tahun 2000  bahwa nama R. Sabda Kusuma tidak di kenal oleh warga. Setahu warga, nama yang dikenal di Klumpit adalah  Kusmanto, bukan R. Sabda Kusuma. Dan kalau yang dimaksud dengan R. Sabda Kusuma itu adalah suami Siti Choiriyah yang berkerja penjual rosokan (barang-barang bekas) tidak lain adalah Kusmanto. (Wawancara dengan tokoh masyarakat Desa Klumpit)
Pada pertengahan tahun 2000,  R. Sabda Kusuma pindah di Desa Getas Pejaten menempati rumah Empu Santoso bersama istri dan keponakannya. Dalam kepindahannya dari Desa Klumpit, R. Sabda Kusuma tidak meminta surat ketengan pindah pada pihak administrasi desa. Saat tinggal di Getas, R. Sabda Kusuma banyak dibantu oleh Empu Santoso dalam bisnis jual beli kertas dengan menggunakan perusahaan kakaknya, UD. Sumber Rejeki Jaya Mulia.  Sambil berdagang kertas bekas, R. Sabda Kusuma selama tinggal di Getas juga mulai didatangi orang. Warga getas dan juga Empu Santoso menyebutnya sebagai murid karena ada praktek pengajaran. Ajaranya R. Sabda Kusuma saat itu, berbentuk rapal (bacaan)  untuk dihafalkan seperti : sin, wawu, mim; hu Allah ya Allah ya Rosulullah, ya Rahman, ya Rahim, ya Lathif ya Lathif.
Lama kelamaan muncul benih ketidak cocokan dengan Empu Santoso, R. Sabda Kusuma akhirnya memutuskan kembali ke Desa Klumpit, kampung istrinya. Akan tetapi R. Sabda Kusuma tidak secara penuh tinggal di Klumpit,  Sabda sesekali singgah di Desa Karangayar, Kabupaten Demak. Selama tinggal di Karangayar, R. Sabda Kusuma menempati Bedeng (tempat tinggal sementara dan sekaligus untuk gudang) yang menjadi tempat usaha Bapak Abdul Lathif.  Bedeng  dibangun di pinggir jalan raya Demak-Kudus diatas tanah milik PJKA tidak jauh dari jembatan Tanggulangin, perbatasan antara Demak dengan Kudus.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, dan bulan berganti tahun. Setelah sekian lama tinggal di Sabda memutuskan untuk mengajukan pindah ke desa Karangayar dengan identitas yang berbeda yaitu mengubah nama yang tertera dalam KTP, dan daftar Keluarga dengan Indentitas Baru.  Bersamaan dengan kepindahannya di Karangayar, nama Kusmanto sebagai identitas adminitrasi kependudukan diubah  menjadi R. Sabda Kusuma dan istrinya berubah Sri Ana Aniqul Untza. Dengan identitas baru yang di miliki, R. Sabda Kusuma bersama Sri Ana Aniqul Untza melangsungkan perkawinan keduanya sebagai usaha untuk mbangun nikah  atas perintah (wasiat) ayahnya (R. Sumawinata) pada tanggal 10 Desember 2004 di Karangayar.
Kehadiran R. Sabda Kusuma kurang lebih 2 tahuh di Desa Karanganyar,  Kecamatan Karangayar, Kabupaten Deamak.  Selama tinggal di Karangayar, R. Sabda Kusuma tidak pernah berbuat negatif  atau membuat resah masyarakat. Akan tetapi setelah mendapat tudingan sesat dari kelompok masyarakat menara yang mendapat ekspose media. Kehidupan R. Sabda Kusuma selama tinggal di Karangayar ikut terusik. Hal itu disebabkan oleh informasi yang disampaikan oleh kelompok masyarakat menara tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. (Wawancara dengan Abdul Lathif, tanggal 12 Desember 2010)   
Berbekal dengan identitas barunya, R. Sabda Kusuma kemudian pindah ke  dari Karangayar, Demak, menuju  Kelurahan Kauman, Kecamatan Kota Kusud. Berdasarkan Surat Keterangan Pindah dari Pemerintah Kecamatan Karangayar, Demak, Nomor 475/76/VI/2005, R. Sabda Kusuma mulai berdomisili di Desa Kauman, RT.01. RW. 01, Kecamatan Kota Kudus sejak tanggal 2 Juni 2005. Selama menetap di Kauman, R. Sabda Kusuma  awalnya tinggal di sebuah rumah kontrakan yang lokasinya tidak jauh dari Masjid Menara dan Makam Suan Kudus. Rumah kontrakan di Menata selang beberapa tahun akhirnya dibeli oleh R. Sabda Kusuma.
Selama enam tahun di Desa Kauman Menara, secara sosial keluarga R. Sabda Kusuma dapat diterima dengan oleh masyarakat. Hubungan dengan tetangga juga harmonis, tidak ada sesuatu yang meresahkan.  Sri Ana Aniqul Untza dalam keseharian masih bisa menyempatkan diri bergaul di masyarakat dengan aktif mengikuti kelompok pengajian.  Bahkan, di rumah tempat tinggalnya  Menara, Sabda sempat beberapa kali menggelar acara Khaul mengenang kematian ayahnya R. Sumawinata dengan  acara mengelar pengajian . Dalam acara Khaul tersebut diisi dengan tahlil seperli layknya masyakat ahlussunnah waljamaah, khusunya warga nahdiyin. Pada kahir acara diberi mauidloh khasanah oleh tokoh kyai dari Kudus dan dihadiri pula oleh beberapa tokoh ulama di Kudus dan lainnya yang  berpengaruh seperti KH. Sya’roni Ahmadi, KH, M. Salman Dahlawi (dari Pompongan – Solo), K.H. Abdul Basyir (Jekulo Kudus), K.H. Abdul Rozak (bonang-Lasem), K.H. MA’ruf Irsyad, K.H. Muhammadun (Kajen-Pati), K.H. Ulil Albab (Kajeksan-Kudus) K.H. Nasrun Minallah (pompongan Solo), KH. Noer Khalim Ma’ruf Asnawi (Demaan Kudus), Ustadz H. Abdul Rosyad. Ibu Hj. Nyai Dalhar dan Ibu Hj. Nyai Noor Chana (Watu Congol-Muntilan), K.H. Abdul Ghofat (Gresik), K.H Sidiq (Piji-Dawe), Kyi Moh Kiswan (Karang Rayung-Purwodadi), dan juga semasa hidupnya K.H. Abdurahman Wahid (Gus Dur) juga sering memberikan restu pada acara khaul ayahnya (R.Sumawinata)
Keberadaan R. Sabda Kusuma di Kauman baru terusik ketika isu R. Sabda Kusuma menyebarkan aliran sesar banyak diekspose media. Sabda sempat diusir warga untuk segera meninggalkan Menara, namun Sabda tetap bersikukuh untuk tetap tinggal di Menara sampai ada kejelasan kasus hukum yang sedang di tuduhkan kepada dirinya. R. Sabda Kusuma aklhirnya meninggalkan secara dipaksa setelah  kepolisian Kudus menahan dirinya atas tuduhan  menggandakan identitas kewarganegaraan, bukan karena kasus penodaan agama.
Berdasarkan hasil sidang di Pengadilan Negeri Kudus, identitas R. Sabda Kusuma terunggap.  R. Sabda Kusuma ditemukan bukti kepemilikan dua surat nikah dikeluarkan instansi terkait dari Kabupaten Kudus dan Demak dengan nama berbeda. Selain memiliki dua surat nikah yang dikeluarkan Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Gebog, Kudus dan KUA Kecamatan Karanganyar, Demak, Sabda juga memiliki beberapa KTP dan KK dengan nama yang tidak sama (wawancara dengan Rustam Aji, tanggal   2010)
B.  Pokok-Pokok Ajaran R. Sabda Kusuma
Berasal dari hasil penelusuran lapangan dan hasil penyelidikan polisi, bukti ajaran R. Sabda Kusuma terdapat 3 buku, yaitu 1) Lampiran Sabdaku-Suma : Ilmu Thoriqot dan Alam Pengaturannya. 2) Lampiran Syahadat Ma’rifat. Dan 3) Lempiran Sabdaning-Suma: Kawerung Sangkan Paraning Dumadi Pernataning Gusti Hyang Maha Agung.  Dari ketiga kitab tersebut, hanya buku ketiga yang diakui oleh Kelompok R. Sabda Kusuma. Sedangkan buku pertama dan kedua tidak diakui sebagai bagian dari ajaran Milik R. Sabda Kusuma. Sampai sekarang, dua buku yang pertama  masih dalam proses penyeledikan polisi, yaitu siapa sebenarnya yang menulis. Sehingga peneliti memutuskan untuk menggunakan buku ketiga sebagai pedoman dalam mendiskripsikan pokok-poko ajaran R. Sabda Kusuma.
Sekilas nampak dari tata layout buku Lempiran Sabdaning Suma muncul nuansa magis yang kental. Pada Cover buku yang berwarna dominan hitam, terdapat lingkaran kuning menyerupai bulan atau matahari yang di tengahnya terdapat tulisan Allah dan Muhammad.  Sekilas Nampak bulatan kuning adalah purnama di tengah malam yang gelap. Tepat diatas lingkaran, judul  buku Lempiran Sabdaning Suma yang titulis dengan huruf Browalia. Sementara pada bagian bawahnya terdapat tulisan: Sangkan Paraning Dumadi, Ngalam Pernataning Gusti Hyang Maha Agung ditulis dengan huruf Bernart MT. Pada bagian bawah cover, tepat dibawah lingkaran kuning tertulis wanahnu aqrobu ilaihi min khoblil warid.
Dari judul buku, Lempiran Sabdaning Suma: Sangkan Paraning Dumadi, Ngalam Pernataning Gusti Hyang Maha Agung  bila diartikan mengandung maksud: lempiran berarti susunan lembar kertas. Sabdaning berarti perkataan yang mengadung tuah. Suma adalah sosok Eyang Sakti atau R. Sumawinata yang menjadi ayah spiritual R. Sabda Kusuma. Sedangkan Sangkan Paraning Dumadi, Ngalam Pernataning Gusti Hyang Maha Agung berarti : Asal Muasan Kejadian, Alam Semesta yang diatur oleh Tuhan yang Maha Agung (Allah). Maka, buku ini adalah tuah dari dari R. Sumawinata tentang ilmu ke-Tuhan-an.
Buku Lempiran Sabdaning Suma merupakan buku yang ditulis oleh Bapak Kyai Abdul Lathif dan  Bapak Kyai Abdul Kholiq, orang dekat R. Sabda Kusuma sekaligus pamomongnya (yang menjaga). R. Sabda Kusuma tidak secara khusus memerintahkan kepada kedua pamomongnya itu untuk membukukan apa yang pernah di katakana ayahnya (R. Sumawinata) pada dirinya selama mengikuti perjalanan riyadloh dengan R. Sumawinata. Namun sebelum penulisan Buku, Bapal Kyai Abdul Latif dan Bapak Kyai Abdul  Kholiq meminta restu pada R. Sabda Kusuma dan beberapa ulama termasuk pada K.H Sya’roni Ahmadi. Bahkan K.H. Syakroni Ahmadi, secara khusus diminta untuk mentaskhih  (mengoreksi kesalahan isi) buku Lempiran Sabdaning Suma sebelum buku itu di cetak.  K.H Sya’roni Ahmadi bersedia dan sudah menyerahkan hasil taskhihnya kepada Abdul Lathif.
Memasuki halaman-halaman awal buku, suasana mistik mulai terasa. Pada  lempiran kedua setelah halaman cover (pada halaman awal tidak tertera nomor halaman) terdapat gambar kepala harimau yang dilingkari tulisan:
Sakderenge ngêrtos kêpengi mangêrtosi, saksampunipun ngêrtos mbotên kenging makêrtosi, amêrsi titah menungso mênika penggenanipun lêpat kalayan supe, mila kanthi mênika kêdah sagêt ngupadi lêrês kalayan eling, sangking lêpat kita sinahu lêres, sangking supe kito sinahu eling.  
Tulisan ini apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya:  
Sebelum tahu berkeinginan tahu, setelah tahu tidak boleh memberi tahu, sebab manusia itu tempatnya salah dan lupa, oleh karena itu harus bisa mencari benar dan ingat, dari kesalahan kita bebelajar kebenaran, dari lupa kita belajar ingat”
Menurut penjelasan R. Sabda Kusuma, gambar kepala harimau adalah simbul yang dimiliki oleh Prabu Silihwangi, penguasa kerajaan Sunda. Simbul itu dipakai untuk memberikan ingatan pada pesan mendiang ayahnya (R. Sumawinata) untuk senangtiasa memberikan wewangian (contoh yang baik pada masyarakat) meskipun generasi terus berganti.  Wewangian adalalah bau harum yang diambil dari makna kata wangi dalam frase silihwangi.
Lembar selanjutnya, terdapat gambar kereta kencana yang ditarik empat ekor  harimau sedang menyebrangi laut. Kereta dikendalikan oleh dua orang lelaki yaitu sosok Eyang Sakti (tokoh spiritual sabda) dan R. Sabda Kusuma sendiri. Sementara dalam tandu kereta, perempuan dengan memakai mahkota ratu duduk di dalamnya (kanjeng ibu ratu). Pada sisi kanan atas kereta terdapat gambar masjid menara. Gambar kereta kencana serupa dengan gambar yang menghiasi rumah R. Sabda Kusuma di Jl. Menara Gg. II, Desa Klumpit, serta rumah saudara-saudaranya di Perdukuhan Tempel Terban. Tepat diatas Gambar terdapat tulisan “Rojo Macak Kawulo, Ratu Macak Sudro, Wong Mulyo Macak Nisto”

Gambar : 03.4
Lukisan Kereta Kencana di Rumah Kakak R. Sabda Kusuma di Desa
Terban Jekulo Kudus

Buku Lempiran Sabdaning Suma yang diakui oleh Bapak Kyai Abdul Kholik dan Bapak Kyai Abdul Lathif sebagai penulis dan sekaligus murid R. Sabda Kusuma merupakan intisari dari ajaran Sabdakusuma. Dalam Buku Lempiran Sabdaning Suma terdiri atas 30 bagian pembahasan sebagaimana diurai dalam bagian isi buku.  Ketigapuluh bagian isi buku Lempiran Sabdaning Suma yaitu :
1.         Pambukaning hatur
2.         Purwaning Lelampahan sang Pangarsaning Jagat
3.        Parerepen Tindak Lampahipun Cahya Muhammad Minangka Dutaning Hyang cahya Kang Sekawit
4.         Werdinipun Khuruf Hijaiyah Alif Mawi Haqiqi Ma’rifatullah
5.        Sifat-sifat Wajib Allah Swt Kalih Dasa Dipun Pilahaken Dados Sekawan Perangan
6.        Sifat-sifat Wajib Allah SWT Kalih Dasa Kasebat Dipun Pilahaken Dados Kalih Perangan
7.        Tataran kaweruh Hakekat Tumuju Wonten ing Haqiqi Ma’rifatullah
8.        Silsilah Dutaning Hyang Cahya
9.        Reresepan Lempiranipun Kanjeng Sunan gunung Jati
10.    Rerepen Saking Pasiten Pasundan
11.    Parerepen Ki Ageng Tempel
12.     Parerepen Pasiten Terban lan Redi Pati Ayam
13.     Reresepan Lempiran Sabdaning-Suma
14.     Kidung Sangking Sabdaning Suma
15.     Parerepen Punangganing Para Raja Ing Tanah jawi
16.     Suros Sandaning-Suma
17.     Ringesing Hatur Sabdaning-Suma
18.     Rererepen Lelampahanipun Nabi Khindir As
19.     Sastra Pawerdaning Sabdaning-Suma Lampahanipun Nabi Khindir As
20.     Pangripto Dumadining Jati Dirinipun Titah Manungsa
21.     Reresepan Tindak Lampahanipu Syeh Subakir
22.     Ramalanipun Syeh Subakir
23.     Keterangan Menurut Ulama Kang Winasis
24.     Reresepan Sandaning-Suma
25.     Tetengeripun Dajjal lan Penderekipun
26.     Keterangan Syeh Subakhir Mijiling Sang Wiji Panilih
27.     Tetengeripun Alam Mratelakaken Badha Mijilipun Sang Wiji Pamilih
28.     Pawelingipun Para Panisepuh Kang Minulyo ing Budi
29.     Lempiran Sabdaning Suma
30.     Pungkasaning Tembung
Dari ke 29 bagian pembahasan yanga ada pada Buku Lempiran Sabdaning Suma apabila dikelompokkan pada dasarnya terdapat 4 intisari ajaran yaitu : 
1.    Tauhid
Tauhid berasal dari bahasa Arab dari asal kata wahid yang berarti satu. Tauhid secara umum diartikan sebagai ajaran untuk mengenal keesaan Allah yang  terurai dalam sifat-sifatnya. Ajaran tauhid dimaksudkan untuk mengenal nama-nama Allah sebagai perwujudan dari sifat-sifat Allah. Ajaran tauhid dalam buku Lempiran Sabdaning Suma diantaranya menjelaskan tentang  nama-nama Allah yang wajib diketahui.  Penjelasan sifat wajib yang dimiliki Allah dalam Buku Lempiran Sabdaning Suma terletak pada bagian 1) Sifat-sifat Wajib Allah Swt Kalih Dasa Dipin Pilahaekn Dados Sekawan Perangan; dan 2) Sifat-sifat Wajib Allah SWT Kalih Dasa Kasebat Dipun Pilahaken Dados Kalih Perangan.
Menurut isi buku tersebut, sifat Allah yang wajib diketahui sebanyak 20 nama. Nama-nama Allah itu terbagi dalam empat bagian yaitu sifat nafsiyah, sifat salbiah,  sifat ma’ani dan sifat ma’nawiyah.  Kemudian jika dibagi lagi, sifat wajib bagi  Allah menjadi dua bagian jaitu: 1) Nama-nama Allah yang bersifat  istiqna dengan jumlah 11 sifat dan nama-nama Allah yang bersifat iftiqor  dengan sembilan sifat. Keduapuluh sifat wajib bagi Allah yaitu : wujud, Qidam, baqo’, mukhalafatulil hawadisi, qiyamuhu binafsihi, wahdaniyat, qodrat, irodat, ilmu, hayat, sama’, basher, kalam, qodiran, Muridan, ‘aliman, sami’an, bashiron, mutakaliman.
Melalui pengetahuan tauhid yang di dapat dari memahami sifat-sifat Allah dan pemahaman agama yang bersumber dari Kitab Suci Al-Qur’an dan hadist, manusia akan mendapatkan pengetahuan tentang kegaiban Tuhan.  Dalam Buku Lempiran Sabdaning Suma di sebutkan :
Dipun tambahi kalih dasa sifat-sifat Allah swt puniko dipun wastani Kaweruh tataran Ing Ngaman Pertananing Gusti Hyang Maha Agung (Allah Swt). Bab kasebat puniko taksih dipun kantheni dhumateng awisan-awisanipun lan tenggel jawab ingkang tansah dipun kantheni dhumateng awisanipun lan tanggeljawab ingkang tansah dipun inget rinten saha dalu…” (Lempiran Sabdaning Suma, hal 56)
Kemudian dilanjutkan dalam lembaran berikutnya :
Ing pawugeraning kaweruh ing ngalam pernataning Gusti Hyang Maha Agung (Allah Swt) puniko kaweruh murti (ghoib), amargi pitedahipun tumuju mring kaweruh roso sejati (kebatosan). Kaweruh murti mboten wonten seratipun. Wondene ing padatanipun puniko dados awisanipun syare’at, amargi ajrih hambok menawi mboten wadahipun (makomipun) (hal 57)

Pengetahuan tetang tauhid dalam buku Lempiran Sabdaning-Suma juga diberikan penjelasan-penjesan dari dalil seperti : man arofa nafsahu faqot arofa robbahu, wa man arofa robbahu faqotjahila nafsahu, wa man jahila nafsahu fa qot jahila rabbahu, Artinya : Siapa saja yang mengetahui dirinya, maka akan tahu Tuhannya, barang siapa yang mengetahui Tuhannya, maka tuhan akan ikut pada diri manusia, dan barang siapa yang mengetahui kekurangan dirinya maka Tuhan akan mengikuti apa yang dirasakan manusia. (Lempiran Sabdaning Suma, hal 56)
Oleh karenanya, pengetahun tauhid yang didasarkan pada pemahaman syariat yang benar, diharapkan akan memberikan perubahan pada diri manusia untuk menemukan makna ke-Tuhanan. Makna ke-Tuhanan yang dimaksud yaitu hubungan antara mansuia sebagai mahluk dengan Allah sebagai  Kholiq. Dalam Buku Lempiran Sabdaning Suma disebutkan bahwa maka tauhid dimaksudkan agar manusia dapat mengetahui adanya alam gaib yang dinamakan “titik kosong kasampurna saking kita hamung titah sakwantah dhumateng pengeranipun antawis kawula lan gusti, gusti dan wawulo”. Artinya titik kosong kesempurnaan diri manusia sebagai wujud mahluk yang hanya mengabdi kepada Tuhanya, seperti Mahluk dan Tuhan, Tuhan dan Mahluk (Lempiran Sabdaning Suma : hal 64)
2.    Ajaran Tasawuf
Ajaran tasawuf merupakan ilmu kerohanian  Islam. Diantara ahli fiqih yang mengakui keabsahan tasawuf sebagai ilmu kerohanian Islam, yaitu :  Imam Muhammad ibn Ahmad ibn Jazi al-Kalabi al-Gharnathi. Dalam kitabnya al Qawanin al Fiqhiyyah li Ibn Jazi hal. 277 menegaskan: "Tasawuf masuk dalam jalur fiqih, karena ia pada hakikatnya adalah fiqih batin (rohani), sebagaimana fiqih itu sendiri adalah hukum-hukum yang berkenaan dengan perilaku lahir."  Imam Muhammad `Amim al-Ihsan dalam kitabnya Qawa'id al-Fiqih, dengan mengutip pendapat Imam al-Ghazali, menyatakan: "Tasawuf terdiri atas dua hal: Bergaul dengan Allah secara benar dan bergaul dengan manusia secara baik. Setiap orang yang benar bergaul dengan Allah dan baik bergaul dengan mahluk, maka ia adalah sufi."
Dalam halaman 66 buku sabdaning suma, nampak adanya intisari ajaran tasawuf  sebagai pengetahuan atau ilmu tentang pencarian hubungan manusia  dengan Tuhannya. Sebutan yang digunakan yaitu Tataran Kaweruh Hakekat Tumuju Wonten ing Haqiqi Ma’rifatullah. Apabila diterjemahkan makna kata Tataran Kaweruh Hakekat Tumuju Wonten ing Haqiqi Ma’rifatullah yaitu  pengetahuan sejati untuk menuju kepada kedekatan kepada Allah yang sebenar-benarnya.
Kata Ma’rifatuulah adalah kata yang lazim digunakan dalam pembelajaran ilmu tasawuf sebagai penggambaran/simbol tingkatan tertinggi. Dalam tasawuf Islam, tingkatan kedekatan manusia dengan Tuhan disebutkan ada empat tingkatan, yaitu : syari’at, thariqat, hakikat, dan makrifat. Syariah merupakan pekerjaan jizim (syariatu fi'li jizim) yakni segala aturan-aturan yang berupa perintah yang harus diketahui dan dijalani dan segala larangan-larangan yang harus dijaui oleh seorang muslim menyangkut ubudiyah baik kepada sang khaliq maupun sesama makluk dan alam semesta yakni segala aturan yang berhubungan dengan ibadah kepada tuhan maupun aturan yang berhubungan dengan alam sekitar.
Tataran Thoriqat merupakan pekerjaan akal (thoroqotu fi'lu aqli) dimana tugas akal adalah menjalani syar’i secara terus menurus dari kecil hingga mati. Pada tataran ini pekerjaan akal hanya mampu menembus atau hanya mengyakini pada sesuai yang rasional, dapat diterima akal. Sehingga pengikut ajaran tasawuf  belum mampu memahami hal-hal yang belum terjangkau, seperti keberadaan kegaiban Tuhan. Sedangkan Khaqiqot merupakana pekerjaan qolb (hati) dimana menjalani syar’i secara terus menerus dari kecil hingga mati sehingga didalam qolb akan menimbulkan rasa mahabah/rasa cinta kasih kepada Allah.
Makrifat  merupakan pekerjaan ruh  untuk mengetahui akan Ketuhanan. Tugas ruh adalah untuk melestarikan janji kepada TuhanNya semenjak manusia dalam rahim ibunya yaitu sejak ruh ditiupkan kepada sang janin seorang ibu kemudian manusia berada didunia ini hingga manusia Mati, kemudian dibangkitkan lagi dimana ruh ini tetap langgeng. Pengetahuan akan ketuhanan ini sebenarnya disetiap manusia ada namun pada saat saat tertentu akan terhijab oleh nafsu manusia itu sendiri sehingga bila manusia selalu menuruti hawa nafsunya maka tertutuplah pintu makrifatulloh tersebut, untuk menghilangkan hijab tersebut diperlukan riyadhoh (latian-latian) secara terus menerus.
Dalam ajaran tasawuf R. Sabda Kusuma disebutkan bahwa tingkatan tertinggi dalam ilmu tasawuf yaitu Haqiqi Ma’rifatullah, bukan ma’rifat. Untuk mencapai tingkat tertinggi dalam hubungan manusia dengan Allah, manusia  harus menemukan cahaya Tuhan yang berada dalam alam maya atau dimensi ruhani (ngalam wewadi). Disebutkan dalam Buku Sabdaning Suma : cahaya utawi nur inggih puniko ingkang boten ngetingalaken wujudipun kanthi kasunyatan wonten ing ngalam padang, kasunyatanipun wonten hananging mboten dipun ketingalen” artinya : cahaya atau nur (bahasa arab)  yaitu  sesuatu yang tidak terwujud pada kenyataan di alam semesta,  cahaya itu ada tetapi tidak nampak wujudnya.
Cahaya tuhan yang dimaksudkan yaitu cahaya ma’rifatullah, itu ada pada Nur Muhammad yang diturunkan  melalui  Nabi-nabi.  Tanpa adanya nur muhammad, mustahil manusia akan menemukan hakekat kehidupan yaitu menyatunya diri manusia  dengan dzat Penciptanya.  Manusia yang mendapatkan Nur Muhammad   mendapatkan kemulyaan sebagai rosul yang berhak mendapatkan tugas menyampaikan wahyu, Nabi pertama yang mendapat nur Muhammad yaitu Nabi Adam. Keberadaan Nur Muhammad sebagai manifestasi  ketuhanan terus mengalir pada alur nabi-nabi, yaitu  dari Adam, Daud,  nabi-nabi yang lain  hingga yang terakhir yaitu Muhammad.  Dalam buku lempiran Sabdaning Suma di sebutkan :

Ringkesing tembung, bilih sakyektosipun “Cahya Muhammad” utawi Haqoqo Muhammadiyya punika langgeng wontenipun saha mituhinipun dhumateng Gusti Hyang Maha Agung (Allah Swt) Amergi kawontenipun  puniko Ka’Singitaken dhening Gusti Pengeran Kang Murbaeng Dumadi, Kanthi kasunyatanipun dhumateng “Harkat lan Martabatipun katimbang para Nalendra utawi para Raja. Sedaya nipun punika, amergo Gusti Hyang Maha Agung (Allah Swt) sampun saestu-estu ngersaaken dhumateng satunggaling titah manungso ingkang dados “wiji pamilih”. Saha ugi dadosaken pirso, bilih titang manungso kasebat sampun wonten lan lumebet ing ngalam “Haqiqi Ma’rifatullah”. Kanthi bab kasebab sampun mboten malih “dhohir lan haqiqinipun”. Amergi kawontenanipun titah manungso kasebat sampung manunggil “Antawisipun Dzat lan Sifat”. Saha manunggilipun puniko sampun ngantos dipun pirsani kanthi kawontenannipun dhumateng tiyang manungsa puniko ing jisim badan wadakipun utawi dhohiripun kewala. Saha Kawontenanipun punika mratelaaken skyektosipun bilih  mboten woten Dzat menawi  mboten wonten sifat, ugi mboten wonten sifat menawi mboten wonten Dzat.

Selanjutnya dalam buku lampiran sabdaning suma hal 70 disebutkan bahwa, ketika nabi meninggal, Nur Muhammad tidak serta merta hilang bersama meninggalnya nabi. Akan tetapi Nur Muhamamd masuk pada diri manusia yang di kehendaki oleh Allah yaitu Sayyidina Ali bin Abi Tholib. Nur Muhammad terus dan terus masuk pada generasi-generasi manusia selanjutnya  sebagai pilihan Tuhan yaitu,  Sayyidina Abdul Kamil, Sultan Maulana Idris Asghor,  R. Syarif Abdullah, R. Syarif Hidayatullah dan terakhir masuk pada diri R. R. Sumawinata, yaitu tokoh yang disebut sebagai ayah dari R. Sabda Kusuma
Dalam buku Sabdaning Suma dibebutkan :
Salajengipun cahya Muhammad  punika gumantos malih lumebet dhumateng titah manungsa kang kagungan asmo Sayyidina Ali bin Abi Tholib. Saklajengipun cahya Muhammad puniko gumantos  malih lumebet ing titah  manungsa ingkang kagungan asmo Sayyidina Abdul Kamil. Saklajengipun cahya Muhammad puniko lumebet malih dhumateng titah manungsa kang kagungan asma Sultan Maulana Idis Asghor. Saklajengipun Cahya Muhammad puniko gumantos malih lumebet dhumateng titah manungsa kang kagungan asma R. Syarif Abdullah Bani Israil (Sultan Mesir). Saklajengipun Cahya Muhammad gumantos lumebet malih dumateng titah manungsa kang kagungan asma R. Syarif Hidyatullah (panembahan Panata Gama Rosili8llah/P. natagiri). Saklajengipun Cahya Muhammad gumantos lumebet malih dumateng titah manungsa kang kagungan asmo R. R. Sumawinata (Eyang Sakti). (Lempiran Sabdaning Suma, Hal 70)

3.    Khikmah Cerita Kehidupan
Buku Lempiran Sabdaning Suma yang diakui oleh Bapak Kyai Abdul Lathif dan Bapak Kyai Abdul Kholik sebagai buku ajaran mengandung banyak khikmah kehidupan yang di uraikan dalam bentuk  cerita-cerita sejarah masa lalu.  Uraian cerita dapat dibedakan dalam beberapa bagian yaitu pertama. Cerita nabi-nabi sebagai bagian dari alur yang mengautkan perjalanan Nur Muhamamad, mulai dari nabi Adam hingga Nabi Muhammad. Karena Nur Muhammad dinilai  memiliki sifat keabadian yang bisa masuk (majing) pada diri manusia  yang dipilih oleh Allah, maka cerita-cerita itu dilanjutkan pada orang-orang yang dianggap mendapatkan (kemasukan) nur muhammad yaitu  R. Syarif Hidyatullah, Raden Masduqi, Pangeran Jayakarta,  R. Suma Winata, hingga kehidupan keluarga dan orang tua R. Sabda Kusuma.
Kedua, yaitu cerita-cerita yang berisi tecerita mistis, terutama yaitu pada proses lahirnya R. Sabda Kusuma yang dinilai merupakan  (95) berkaitn dengan hal gaib. Diceritakan dalam buku itu, R. Sabda Kusuma sebenarnya adalah anak dari Syeh Samsudin yang merupakan bagian dari generasi dari R. Syarif Hidayatulah. Ketika R. Sabda Kusuma lahir, ibu yang mengandungnya, Sri Hambami meninggal dunia. Oleh karenanya, R. Sabda Kusuma kemudian  diberikan kepada ahmad suyud (nama lain dari ayah R. Sabda Kusuma)  untuk disimpan di gua siluman, gunung pati ayam sambil menunggu anak keenammnya.  Apa yang disampaikan Syah Samsyudin dilaksanakan dengan baik oleh Ahmad Suyud. Singkat cerita, ketika Ahamd Suyud telah mendapatkan anak keenam, didatangilah bayi R. Sabda Kusuma yang telah lama disempan digua siluman. Menjadi sebuah kenyataan apa yang dikatakan oleh Syeh Syamsudin ternyata benar, bayi R. Sabda Kusuma masih hidup seperti semua. Atas pentunjuk dari syeh Symsudin, bayi R. Sabda Kusuma kemudian dimasukan kedalam kandungan istrinya Ahmad Suyud untuk dijadikan sebagai anak ke tujuh.
Selanjutnya, di halaman 98, menjelang kematiannya, Ki Ageng Tempel alias Ahmad Sujud alias Ahmad Bapak Nasran, pada Ahad Legi malam Senin Pahing tahun 1989 menjelang kematiaanya, ia memanggil  R. Sabda Kusuma untuk diberitahukan perihal jati diri R. Sabda Kusuma sebenarnya. Bapak Nasran (ayah biologis) berpesan pada R. Sabda Kusuma bahwa sejatinya dia adalah bukan anaknya tetapi sebagai anak dari R. Sumawinata alias, Eyang Sakti, alias Syeh Samsyudin yang masih  keturunan dari Raden Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), keturunan dari Kesultanan Cirebon. Sebagai bukti, ditunjukkan kepada R. Sabda Kusuma pusaka keramat Sunan Gunung Jati.
Diterangkan pula dalam diktat tersebut, bahwa atas isyaroh (petunjuk dalam mimpi) R. Sabda Kusuma diperintahkan  oleh Nabi Muhammad untuk mencari ayahnya di Daerah Cirebon, terjadi pada 1995. Dalam pencariaanya R. Sabda Kusuma berhasil  menemui ayahnya di Ratu Jaya, Depok. Di saba R. Sumawinata konon lebih dikenal dengan nama Eyang Sakti. Berikutnya, R. Sabda Kusuma melanglang buana ke Mesir dan beberapa tanah Arab dan  berkunjung keberapa makam wali dan lelulurnya di Nusantara Indonesia. Pada 1997, R. Sabda Kusuma pulang dari Jazirah Arab, menuju ke Tempel, Terban. Ia kemudian menikah dengan Siti Choiriyah (Sri Anna Aniqul Untza).
R. Sumawinata, menjelang kematiannya pada Senin Pon 16 Agustus 1999, meminta kepada keluarga untuk mengunjungi R. Sabda Kusuma di Tempel. Beberapa Muridnya, di antaranya Abdul Latif, mengaku mengetahui langsung pertemuan itu. R. Sumawinata sendiri, dikabarkan meninggal pada Kamis Legi, 19 Agustus 1999, di Depok Ratu Jaya
4.    Ramalan Hari Kiamat dan Munculnya Ratu Adil
Hampir separo buku Lepiran Sabdaning Suma berisi ramalan tentang apa yang akan terjadi pada bumi di hari akhirnya. Ramalan Syeh Subakir, sebelum datanggnya hari Kiamat disebutkan bahwa  tanah jawa akan mengalami masa sengsara, yaitu banyak orang mendapatkan fitnah dari saudaranya sendiri. Ciri-ciri akan datangnya masa sengsara yaitu :
1.    Orang kaki-laki jadi perempuan.
2.    Perempuan sudah hilang rasa malu;
3.    Banyak orang lupa kepada Allah;
4.    Banyak orang berbuat jahat;
5.    Banyak orang mati karena terbakar (kebakaran);
6.    Banyak perempuan menjadi pelacur;
7.    Banyak orang melakukan poligami;
8.    Banyak orang mencari harta dari jalan yang tidak benar;
9.    Banyak orang melakukan suap;
10.     Banyak tempat ibadah yang bagus-bagus tetapi hanya digunakan untuk perdebatan;
11.     Nilai agama kalah dengan nilai harta benda dan tahta.
12.     Orang jujur tidak dipercaya, orang jahat mendapat tempat.
13.     Dll.
Sementara itu untuk tanda-tanda kiamat menurut ramalan buku tersbut yaitu :
1.    Keluarnya Dajjal
2.    Datangnya  Imam Mahdi
3.    Turunya Nabi Isa
4.    Turunnya Ngakjud Makjud
5.    Keluarnya matahari dari barat
6.    Keluarnya Dabbat
7.    Banyak terjadi paceklik dan kelaparan
8.    Rusaknya Ka’bah
9.    Hilangnya Al-Quran
10.     Kelarnya api dan hancurnya alam semesta
 Kemunculan ratu adil merupakan bagian dari tahapan akan datangnya hari kiamat. Ratu adil yang diharapkan akan memberikan perbaikan rusaknya dunia, tidak lain yaitu akan jatuh pada orang-orang yang mendapatkan Nur Muhammad sebagai “wiji panilih”, orang yang menjadi pilihan Tuhan. Orang yang menjadi pilihan Tuhan itu segala perkataannnya akan terwujud. Dalam bahasa Jawa disebut idune idu geni. Orang itu juga bisa tahu apa yang menjadi pikiran yang terseiman dalam hatinya, mengetahui kejadian masa lalu, dan bertemu orang pada tempat yang berbeda diwaktu yang sama. Ciri-ciri manusia yang menjadi pilihan tuhan sebagai ratu adil yaitu tidak punya bapak dan ibu. Dalam hidupnya orang itu hanya mengamalkan trisulaweda. Dia tidak disebut sebagai Begawan, Pandhito, akan tetapi lebih dari itu. (Sabdaning Suma, hal. 231-233)
C.   Pengenalan Ajaran
Secara umum apa yang dilakukan oleh R. Sabda Kusuma tidak jauh beda dengan apa yang diajarkan dalam syareat agama Islam. Akan tetapi, sebagai tokoh sentral dalam kelompok yang pernah mengalami pengalaman ruhani dan mendapatkan pengetahuan dari ayah spiritualnya, maka ada hal-hal khusus yang sifatnya tertutup bagi orang luar. Ajaran khusus ini memang banyak mengandung ajaran-ajaran yang tidak masuk akal. Sulit untuk dicerna oleh akal pada masyarakat umumnya. Seperti proses menitisnya (perwujudan) kembali wujud R. Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) dalam rangkaian kehidupan pada generasi berikutnya. Proses penitisan seolah ada kehidupan setelah kematian yang dapat berlangusng beberapa kali dalam bentuk yang lain. Yang paling sulit dicerna oleh akal yaitu proses kalahiran sabda yang sebelumnya telah berwujud seorang bayi yang kemudian oleh Bapak Nasran, calon bayi R. Sabda Kusuma itu dimasukkan dalam kandungan istrinya dengan cara gaib.
Dari analisa kehidupan yang dijalani oleh R. Sabda Kusuma, masyarakat mulai mengenal R. Sabda Kusuma sejak kepindahannya di Desa Getas Pejaten, Kecamatan Jati Kabupaten Kudus. Masyarakat mengenal apa yang dilakukan Sabda  hanya teman-teman dekatnya yang bersahabat karena dibangun oleh relasi hubungan bisnis atau mereka yang tergabung dalam KOPPUMA. R. Sabda  Kusuma tidak melakukan penyebaran ajaran secara khusus dan tidak ada kegiatan resmi yang berisi kegiatan pengajaran.
Biasanya orang-orang yang datang kepadanya adalah untuk meminta tolong dalam mengatasi masalah kehidupan. Karena kebetulan, R. Sabda Kusuma memiliki beberapa kelebihan yang orang awam menyebutnya sebagai paranormal. Sebagai orang yang dituakan dalam kelompok tentunya R. Sabda Kusuma memberikan nasehat bagaimana mensikapi masalah-masalah yang muncul dalam hidup.  Yang terpenting dari Sabda adalah melakukan kegiatan baik bagi umat manusia, yaitu amar ma’ruf nahi mungkar sebagaimana di pesankan oleh median ayahnya, R. Sumawinata.
Kata R. Sabda Kusuma:
Islam harus memberikan suri tauladan yang baik ditengah masyarakat umum, ditengah masyarakan non muslim harus memberikan contoh. Alkhirnya saya terjun semua, karena saya memberikan contoh kehidupan yang harmanis, sehingga banyak orang Kristen yang masuk Islam dan saya serahkan kepada mbah yai (kyai). (Wawancara dengan R. Sabda Kusuma,

Selama kurang lebih enam tahun hidup di Desa Kauman, Menara Kusus,  R. Sabda Kusma merasa tidak pernah memiliki murid, akan tetapi hanya beberapa orang dekat yang posisinya dibangun dari hubungan keanggotaan dalam koperasi, yaitu sekitar 40 orang. Seperti apa yang diakui oleh kakak perempuan Sabda, rukmini. Kami semua adalah keturuan kusuma (sejenis darah biru yang memiliki tugas perjuangan khusus dari leluhurnya), begitu kata Rukmini didepan  peneliti dan beberapa anggota keluarganya di Terban. (wawancara dengan rukmini tanggal 31 Oktober 2010)
Rasa Simpati Masyarakat terhadap Sabda bertambah ketika, R. Sabda Kusuma melangsungkan perkawinan dengan mbangun nikah dengan Siti Choiriyah di Desa Klumpit, Gebok Kudus. Keluarga Siti sendiri, hidup dari latar belakang keluarga yang hampir sama dengan kehidupan R. Sabda Kusuma. Ayah Siti menurut penuturan warga setempat adalah sosok orang pintar (paranormal) sebagaimana profesi yang pernah dijalani oleh Bapak Nasran ayah R. Sabda Kusuma. Bekal latar belakang keluarga yang hampir sama, menjadikan keluarga dari pihak Istri juga menerima apa yang menjadi keseeharian R. Sabda Kusuma.
Dari  pengamatan warga Klumpit, R. Sabda Kusuma memiliki daya tarik tersendiri bagi orang lain, yaitu setelah kedatangan R. Sabda Kusuma, Keluarga dari pihak isteri dilihat dari sisi ekonomi mengalami peningkatan. Di contohkan salah seorang warga Klumpit bahwa saudara-saudara Siti Khoiriyah (istri Sabda) setelah meminta do’a restu kepada R. Sabda Kusuma usahanya mengalami  kemajuan yang cukup dratis. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, usaha konveksi yang dirintis oleh kakak Siti secara tiba-tiba berkembang dengan pesat sehingga mampu mendirikan bangunan baru untuk menampung karyawan-karyawannya.
Di masyarakat Kudus, isu R. Sabda Kusuma memiliki kemampuan untuk membuat orang menjadi kaya adalah daya tarik bagi masyarakat untuk datang meminta bantuan atau do’a restu pada R. Sabda Kusuma. Kemampuan R. Sabda Kusuma  ini ada hubungannya dengan kepemilikan kunci harta karun  Sunan Gunung Jati yang tersimpan pada simpul-simpul kekuatan magis di Nusantara. Keluarga R. Sabda Kusuma ketika ditanya, apa yang dimaksud dengan simpul-simpul kekuatan magis nusantara,  tidak menjelaskan secara pasti, karena penjelaskan tentang harta karun tidak bisa dijelaskan secara syariat-hukum dengan dasar rasio.
Hubungan R. Sabda Kusuma dengan pihak luar (masyarakat) umumnya dibangun melalui hubungan perdagangan dan pertemanan. Warna salah satu orang yang pernah datang untuk minta do’a restu pada R. Sabda Kusuma mengaku pada awal hubungan bisnis perdagangan barang rosok. Karena sering berhubungan dalam bentuk perdagangan, lama-kemalamaan terjadi kedekatan. R. Sabda Kusuma sering memberikan nasehat tentang hikmah kehidupan.
Pengakuan Bapak  Margono, seorang pelukis yang pernah disuruh membuat lukisan Bapak Abdul Latif, kepada R.Sabda Kusuma karena mengalami masalah ditempat kerja. Seperti pengakuna winarno yang pertama kali mengenal aliran Sabdo ketika mendapat pesanan lukisan kereta dari Kusmanto alias Sabdo Kusuma. “Dia pesan lukisan melalui Abdul Latif, selanjutnya saya diperkenalkan dan ditawari untuk mengikuti pengajian kelompok mereka,” ujarnya. Kegiatan lain yang menonjol pada R. Sabda Kusuma yaitu peringatan khaul ayahnya yang diclaim memiliki nasab sampai pada sunan gung jati. Acara kahul hampir dilakukan tiap tanggal tahun.
Dalam acara khaul ayahnya, Raden R. Sumawinata  bin Pangeran Natagiri(Eyang Syarih Hidyatullah/Sunan Gunung Jati  dihadiri oleh sejumlah tokoh. Pada khaul yang ke  8 hasil  Dengan menyandingkan ulama-ulama besar,  Pada acara kaul yang kedelapan. Tanggal 2 Agustus 2007 Gusdur cigancur, Qosim gunungjati, bdul gofar, Hj. Nor. Ingkang dipun rawuhi : KH. Sya’roni Ahmadi, KH, M. Salman Dahlawi (dari Pompongan – Solo), K.H. Abdul Basyir (Jekulo Kudus), K.H. Abdul Rozak (bonang-Lasem), K.H. MA’ruf Irsyad, K.H. Muhammadun (Kajen-Pati), K.H. Ulil Albab (Kajeksan-Kudus), K.H. Rahman Abdul hadir  K.H Abdul Basyir, KH. Ulil Albab (Kajeksan Kudus) K.H. Nasrun Minallah (pompongan Solo), KH. Noer Khalim Ma’ruf Asnawi (Demaan Kudus), Ustadz H. Abdul Rosyad  symbol  kemudian ini Kegiatan ini di CD kan yang menjadi bahan untuk sosialisasi bagi calon pengikut atau tontonan tetantangga. Pada acara khaul juga Sabda mencetak buku yang bersiai sejarah singkat tentang keluarga sabda.
D.  Munculnya Polemik R. Sabda Kusuma
Akibat dari ulah Bambang Supriyono yang tidak mematuhi aturan organisasi, terjadi kekisruhan dalam managemen Koperasi Putra Kusuma Quddus (KOPPUMA) yang berbuntut pada pemecatan Bambang Supriyono dari kedudukannya sebagai ketua KOPPUMA. Jauh sebelum Bambang Supriyono di pecat, pihak pelindung koperasi sudah pernah melakukan peringatan kerasa kepadanya. Sebelumnya Bambang Supriyono telah di jatuhi hukuman peringatan dengan disekors sebagai pengurus selama satu bulan. Akan tetapi beberapa bulan selanjutnya, Bambang kembali melekukan kesalahan yang dinilai sudah keterlaluan dan memalukan organisasi. (Wawancara dengan R. Sabda Kusuma, 16 November 2010)
Secara lengkap, sesuai dengan surat yang dikeluarkan oleh pengurus KOPPUMA Alasan yang diajukan oleh pihak pengurus dalam pemecatan Bambang Supriyono yaitu: 1) Tidak bisa  mengayomi para pengurus dan anggotanya; 2) Memberikan contoh buruk dengan memprovokasi kepada para anggota koperasi dan pengurus agar keluar dari KOPPUMA; 3) Dia terbukti mengajak beberapa anggota koperasi untuk keluar dari Aqidah Islam; 4) Menunjukan sikap arogansi dengan berkelahi sesama anggota dan pengurus KOPPUMA; 5) Tidak bisa memajukan usaha koperasi untuk berkembang sesuai layaknya yang tercantum di dalam AD ART Koperasi Putra Kusuma Quddus. (Dokumen KOPPUMA)
Bambang dipecat dengan tidak hormat terhitung mulai tanggal 4 Agustus 2009. Akibat dari pemecatan itu, dalam hati Bambang muncul perasaan kecewa terhadap R. Sabda Kusuma selaku pelindung KOPPUMA.  Kekecewaan Bambang menjadi dendam dalam hati, sehingga ia mencari cara untuk menghancurkan R. Sabda Kusuma. Menurut penuturan R. Sabda Kusuma lewat catatan ungkapan hati tanggal 7 November 2009, Bambang menaruh dendam pada R. Sabda Kusuma dengan cara melakukan pembunuhan karakter melalui penyebaran isu ajaran sesat. Melalui Buku yang dibuat Bapak Kyai Abdul Kholik dan Bapak Kyai Abdul Wahid, sebagian dari  isi buku diplesetkan dengan mengubah isi buku. (Wawancara dengan R. Sabda Kusuma, 16 November 2010)
Dalam upaya menjatuhkan R. Sabda Kusuma, Bambang Supriyanto melakukan cara melalui pendekatan terhadap warga seputar menara melalui Pengurus Yayasan Masjid Menara. Dugaan adanya ajaran sesat pada aliran R. Sabda Kusuma, oleh Bambang di beberkan pada pengurus Yayasan Masjid Menara.  Bambang menginformasikan bahwa, di wilayah menara terdapat aliran sesat, yaitu tepatnya di Gang II Jalan Wahid Hasim, RT 01/RWI, Kelurahan Kauman, Kecamatan Kota Kudus. Aliran sesat yang dimaksud tidak lain yaitu aliran yang dibawa oleh R. Sabda Kusuma. Tuduhan pokok yang disampaikan pada masyarakat yaitu R. Sabda Kusuma dituduh telah telah mengubah kalimat sahadat.
Sejak itu, masyarakat mulai ramai memperbincangkan ajaran R. Sabda Kusuma karena informasi dari media.  Perberitaan tentang R. Sabda Kusuma tidak hanya sebatas pada media lokal, tetapi media nasional.  Dari informasi media, kasus R. Sabda Kusuma semakin memanas.  Masyarakat seputar menara yang merasa memiliki kultur budaya santri dan sekaligus symbol religi masyarakat kudus menjadi terusik, dan tidak menerimakan adanya aliran sesat diwilayahnya.  Akhirnya mulcul desakan dari warga masyarakat untuk segera mengusut kasus R. Sabda Kusuma sampai pada ranah hukum.
 Untuk membuktikan dugaan berkembangnya aliran sesat R. Sabda Kusuma di seputar Masjid Menara. Sejumlah pihak yang terdiri ketua Rukun Tetangga (RT),  Ketua Rukun Warga (RW),  sejumlah tokoh masyarakat dan tokoh agama termasuk ketua Yayasan Masjid Menara dan Kepada Desa Kauman sepakat membentuk wadah untuk menyelidiki kasus yang dilaporkan Bambang Supriyanto. Selanjutnya, warga seputar menara membentuk tim yang diberi nama Tim Masyarakat Menara (TMM) dan menunjuk Maehesah Angni sebagai ketua. (Wawancara dengan Maehesah Angni, ketua TIM Menara, 23 Oktober 2010)
Setelah bukti-bukti dirasa cukup kuat, TMM  mengambil langkah  menginformasikan kasus dugaan aliran sesat yang di tuduhkan pada R. Sabda Kusuma kepada pihak-pihak terkait. Melalui surat laporan tanggal 3 november 2009, R. Sabda Kusuma dilaporkan pada Polda Jateng yang surat pelaporan ditantatangani oleh beberapa elemen masyarakat diantaranya yaitu unsur BPD (Badan Perwakilan Desa, ketua RT dan RW, Serta Tokoh Masyarakat Setempat). Selain kepada Polda Jetang Surat itu juga ditembuskan kepada : Polres Kudus dan Komandan Kodim.
Sebagai respon terhadap desakan masyarakat menara, pada tanggal 9 November 2010, MUI Kudus bersama dengan elemen perintah yaitu Koramil, Polres, Kejaksaan, Satpol PP, Kesbang Linmas, Depag, dan TTM, menggelar pertemuan untuk koordinasi di Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbang Polimas) Kudus. Hasil dari pertemuan di Kesbang Polimas yang tanpa dihadiri oleh pihak R. Sabda Kusuma, merumuskan sebuah kesepakatan yang menguatkan dugaan bahwa ajaran R. Sabda Kusuma terindikasi sesat.
Sehari setelah digelarnya rapat koordinasi di Kantor Kesbang Polimas, MUI Cabang Kabupaten Kudus kemudian mengeluarkan fatwa. Dalam Fatwa MUI yang dituangkan dalam surat resmi MUI Kabupaten Kudus dengan nomor surat K.30/MUI/XI/2009 dan tanggal surat 10 November 2009,  menilai R. Sabda Kusuma secara jelas telah menyimpang dari ajaran Islam, yaitu mengubah sahadat yang seharusnya berbunyi “Asyhadu annla Illaha Illallah, Wa asyhadu Anna muhammadan rasululllah” berubah menjadi “Asyhadu annla Illaha Illallah, Asyhadu Anna R. Sabda Kusuma Rasulullah”. Surat itu ditandatangani oleh Ketua Umum,  K.H. Muhammad Syafiq Nashan dan Sekretaris Umum Drs. H. Akhmad Mundakir, M.SI.
Setelah keluarnya surat pernyataan dari MUI Kudus, pihak R. Sabda Kusuma baru diminta  Klarifikasi tentang dugaan adanya pengubahaan dua kalimat sahadat di kantor Departemen Agama (Depag) Kabupaten Kudus tanggal 12 November 2009. Dalam pertemua itu pihak sabda membamtah telah melakukan apa yang telah dituduhkan. Penolakan Sabda terhadap tuduhan itu diwujudkan dalam bentuk surat pernyataan resmi bermaterai. Penolakan serupa juga dikemukakan oleh R. Sabda Kusuma saat diminta datang dalam pertemuan di Kantor Kesbangpolinmas Kudus tanggal 16 November 2009 bersama TMM, MUI Kudus, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Satpol PP serta beberapa orang yang dulu dianggap sebagai pengikut R. Sabda Kusuma.  (Wawancara dengan anggota kelompok sabda, Abdul Latif dkk. Tanggal 16 November 2010; Radar Kudus, 13 November 2009)
Desakan kuat masyarakat Menara pada memerintah untuk segera menyelesaikan tindakan dugaan sesat aliran R. Sabda Kusuma mulai memberikan dampak pada situasi sosial di sekitar menara. Masyarakat menara menilai, tindakan yang dilakukan oleh aparat pemerintah lamban. Penangan pemerintah selama ini juga dinilai belum bisa menyentuh subtansi permasalahan. Akibatnya, ketegangan sosial mulai muncul antara pihak R. Sabda Kusuma dengan pihak Tim Masyarakat Menara. Masyarakat menara  mendesak pada pihak R. Sabda Kusuma segera meninggalkan wilayah kauman karena menilai dari bukti-bukti yang telah dikumpulkan TMM  menguatkan dugaan adanya pelencengan ajaran Islam. 
Masyarakat Menara khawatir citra kota santri yang disandang Kota Kudus, utamanya diwilayah sekitar Kota Kudus sebagai pusat ajaran Islam ternoda seiring dengan dugaan ditemukannya aliran sesat yang berada di desa Kauman. Kekhawatiran lain beralasan banyak warga dari luar Kota Kudus yang belajar di Pondok Pesantren tidak jauh dari Masjid Menara Kudus akan ikut terpengaruh..  Jangan-jangan anak-anak mereka terpengaruh oleh apa yang menjadi isu masyarakat di Kota Kudus, begitu keluh salah seorang warga sebagimana di kutip oleh media. (Radar Kudus  23-11 2009)
Dengan maksud untuk menjaga hal-hal yang tidak dinginkan pada tanggal 23 November 2009, kelurahan menara sebagai wakil masyarakat dengan sejumlah tokoh dan elemen masyarakat lain mengundang R. Sabda Kusuma di kantaor Kelurahan Kauman. Dalam pertemuan itu, secara resmi perwakilan masyarakat menara mendesak pada pihak Sabda meninggalkan Kompleks Masjid Menara. Namun, pihak sabda bersikukuh untuk tetap dimenara, dengan alasan menghormati proses hukum yang sedang dilakukan oleh polisi dan menunggu keputusan pengadilan.
Ketidak sabaran warga dalam menunggu proses pengadilan dan bergulirnya isu-isu yang berbau provokasi terhadap situasi menjadikan suasana sosial memanas. Sebagian dari kelompok TIM menara mengaku mendapat terror SMS yang berisi ancaman. Warga Menara menggelar aksi penolakan pada tanggal 11 Desember 2009. Sehabis salat jum’at warga untuk mendatangi rumah kontakan R. Sabda Kusuma di Jalan Menara Gang II RT 01/RW I Kelurahan Kauman Kudus. Dalam aksi, hadir ketua TTM, Maesah Anggni, ketua RT. Untuk menjanga situasi, aksi juga dihadiri oleh AKP Suyatmi, Kapolsek Kota Kudus dan Kasi Ediologi Kesbangplinmas Kudus, Noor Hadi. Dalam kesempatan itu warga meminta pada pihak Sabda untuk tidak memperkeruh suasana dan mematuhi kesepakatan yang telah digelar sebelumnya di Balai Kelurahan pada tanggal  23 November 2009. (Radar Kudus, 12 Desember 2009)
Ketegangan-ketegangan sosial yang mulai muncul di masyarakat mendapatkan respon dari pihak kepolisian untuk segera melakukan penyelidikan terhadap dugaan sesat pada ajaran R. Sabda Kusuma. Langkah-langkah penyelidikan terhadap-pihak terkait seperti orang penulis buku Sabdaning Suma, dan barang-barang bukti yang diserahkan oleh TTM di pelajari. Akan tetapi pihak Kepolisian setelah melakukan penyelidikan, justru menemukan pelanggaran hukum lain yang memiliki bukti kuat. Pelanggaran hukum baru yang ditemukan yaitu Sabda telah memberikan keterangan palsu pada data kependudukan sebagai akte autentik saat mengurus kartu tanda penduduk (KTP), kartu keluarga (KK), dan surat nikah. (Radar Kudus, 
Rabu, 16 Desember 2009, R. Sabda Kusuma bersama istrinya ditahan oleh aparat kepolisian karena terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa memasukkan keterangan palsu pada akte autentik saat mengurus kartu tanda penduduk (KTP), kartu keluarga (KK), dan surat nikah.
Soal kasus Kusmanto melakukan penistaan agama, kata Suwardi, masih terus dilakukan penyidikan.  Atas tindakannya melanggar hukum, Kusmanto dapat dijerat pasal 266 KUHP tentang Pemalsuan Surat, dengan ancaman hukuman penjara paling lama tujuh tahun. 
Berkas kasus memasukkan keterangan palsu akta autentik yang dituduhkan kepada Kusmanto (40) alias R. Sabda Kusuma bersama istrinya Siti Choriyah (37) dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kudus, Jumat  12 Peb 2010. Tiga jaksa penuntut umum (JPU) disiapkan untuk menangani kasus tersebut. Jaksa yang ditunjuk menangani kasus R. Sabda Kusuma, yakni M Mahrus, Munfaizin, dan Een Indrayani. 
Kasus Kusmanto (40) alias R. Sabda Kusuma yang didakwa memasukkan keterangan palsu akte autentik mulai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Kudus, Senin, 1 Maret 2009. Agenda sidang pertama kasus R. Sabda Kusuma di PN Kudus, yang dipimpin oleh Majelis Hakim Agung Suradi, yakni pembacaan dakwaan dan pemeriksaan saksi. Dalam dakwaan primer yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) M Mahrus, Sabda didakwa melanggar pasal 266 ayat (2) junto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP tentang Pemalsuan Surat, sedangkan dakwaan subsider pasal 263 ayat (2), junto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 7 tahun. Setelah pembacaan dakwaan, majelis hakim memutuskan sidang ditunda untuk agenda pemeriksaan saksi karena JPU belum bisa menghadirkan saksi.
Di akhir sidang, Rabu 14 Maret 2010, Pengadilan Negeri Kudus menjatuhkan hukuman terhadap R. Sabda Kusuma dan istrinya, Sri Ana Uniqul Unstsa atas terdakwa kasus pemalsuan surat-surat kependudukan. Majelis hamim memberikan hukuman kepada R. Sabda Kusuma selama enam bulan penjara, dan istrinya 37 tahun, lima bulan penjara.  Vonis yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Agung Suradi, lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa. Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum M Mahrus menuntut Sabda hukuman satu tahun penjara dan Sri Ana 10 bulan penjara.  Majelis hakim menyatakan tindakan yang memberatkan terdakwa yaitu mereka terbukti merusak sistem administrasi kependudukan. Sedangkan hal yang meringankan, kata Agung Suradi, mereka menyesali segala perbuatannya.  Barang bukti terkait surat-surat penting seperti Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, Buku Nikah serta surat pindah atas nama R. Sabda Kusuma dan Sri Ana yang dikeluarkan dari Desa Karanganyar, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, disita untuk dimusnahkan. 
E.  Pokok AJaran Yang dianggap Meresahkan
Melalui surat pengaduan warga kauman, kecamaan Kota Kusus yang ditandatangani sejumlah elemen masyarakat yaitu :  Ahmad Cahnafi (Ketua BPD), Mc. Fatchan (Wakil BPD), H. Tahuchid (Sekretaris BPD), H.M Maksun (anggota BPD), Lutfi (Anggota BPD), Chamdan (Ketua RW I), HM. Farhan (Ketua RT 01), Lailal Muna (Ketua RT 02) Mahfud SH (ketua RT 3) dan H.M Faruq (Tokoh Agama), masyarakat kauman melaporkan kasus Sabda Kusuam pada  pihak yang berwajib atas tuduhan melakukan praktek ajaran yang  menyesarkan dan meresahkan masyarakat yaitu :
1.    Mengajarkan Islam Hakekat, ma’rifat tanpa landasan yang benar, diantaranya dengan mengartikan ayat-ayat Al-qur’an dengan semaunya sendiri, yang menurut versi bersangkutan adalah berdasarkan pemahaman ma’rifat.
2.    Disalah satu buku terbitannya, membuat  kalimat shahadat dan shalawat yang menyebutkan mananya sebagai Rosulullah.
3.    Menyebut dirinya dengan gelar ya malikul kudus min  habbil wariid, dan menurut informasi muridnya, juga telah  berani mengaku dirinya Tuhan (pangeran).
4.    Mengaku dirinya sebagai :
a.    Dutaning Hyang Cahaya (Nur Muhammad) dan sekaligus sebagai turunan Nabi Muhammad SAW yang di akhir jaman ini sebagai imam mahdi.
b.    Cucu sunan Gunung jadi dari  garis keturunan kanoman
c.    Satrio Piningit yang nantinya sebagai maharaja di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kemudian negeri ini akan diybah menjadi Kerajaan Nusantara.
Dalam surat aduan yang ditujukan kepada POLDA jateng, kelompok masyarakat menara juga menyampaikan adanya praktek yang diindikasikan dengan kuat telah melakukan penipuan dengan cara mengumpulkan sebuah uang (ratusan juta rupiah) dari para murid yang digunakan sebagai uang muka pengambilan harta waris kesultanan Cirebon yang katanya sekarang masih terpendam.
Dalam surat tuduhan tersebut ketika tersebar dimedia, yang paling banyak mendapat sorotan masyarakat yaitu tuduhan adanya pengubahan dua kalimat syahadat. Sehingga oleh MUI yang tanpa melalui klarifikasi  terlebih dahulu terhadap R. Sabda Kusuma telah menjatuhkan statemen sesat melalui surat penyataan yang di keluarkan pada tanggal 9 Novemver 2009. Tuduhan itu akhirnya  tidak terbukti, karena dalam persidangan kasus yang disidangkan berbeda dari apa yang selama ini dituduhkan.



BAB IV ANALISIS
IMPLIKASI TUDUHAN SESAT TERHADAP
KELOMPOK R. SABDA KUSUMA  DALAM KAITANNYA DENGAN
KEHIDUPAN SOSIAL KEAGAMAAN

A.  Polemik Hukum R. Sabda Kusuma
Polemik Kasus R. Sabda Kusuma di Kabupaten Kudus berujung pada pengadilan keluarga Kusmanto. Kusmanto yang merupakan nama lain dari Sabda Kusma dijatuhi hukuman 5 bulan penjara, sedangkan istrinya Sriana ainul unsa alisa Siti terkena hukuman 4 bulan, lebih ringan dari suaminya. Akantetapi, subtansi hukum yang di tetapkan hakim keluar dari substansi kausul hukumnya yang pertama,  yaitu tuduhan penodaan agama karena dianggap telah mengubah saahadat yang selama ini menjadi rukun bagi pemeluk agama Islam.  R. Sabda Kusuma bersama istrinya justru di tuduh melakukan pemalsuan identitas kependudukan, sehingga ia dikenakan pasal undang-undang hukup pidana Sabda didakwa melanggar pasal 266 ayat (2) junto pasal 55 ayat (1) tentang pemalsuan surat.
Sejak mencuatnya kasus R. Sabda Kusuma hingga saat ini, muncul stigma di masyarakat bahwa R. Sabda Kusuma dipandang sebagai aliran baru yang menodai kemurnian agama Islam. Stingma negative itu muncul salah satunya disebabkan oleh Fatwa dalam Surat Penyataan MUI Kabupaten Kudus, yang dilandasi oleh hasil pertemuan beberapa elemen masyarakat dan pemerintah tanggal 9 Nopeber 2010 di  Kantor Kesbang- polinmas Kabupaten. Fatwa MUI yang tertulis dalam surat pernyataan menyebutkan adanya temuan Aliran Sesat R. Sabda Kusuma yang merubah kalimat syahadat dengan ucapan: “Asyhadu Anlaa Ilaaha  Illallah, Wa Asyhadu Anna Sabdo Kusuma Rasullullah”.
Surat Pernyataan MUI tersebut ditandatangani oleh Ketua dan Sekretris Umum, tertanggal 10 November 2010. Dampak dari pernyataan MUI itu mengarah  pada kelompok yang dipimpin oleh Kusmanto sebagai tertuduh karena Kusmanto tidak lain adalah R. Sabda Kusuma, yang tinggal di desa kauman kecamatan Kota Kudus yang diangap membuat keresahan di masyarakat.
Penetapan Aliran R. Sabda Kusuma oleh MUI didasarkan oleh 3 barang bukti buku  yang diajukan oleh Masyarakat Menara sebagai kelompok masyarakat yang mengaku resah atas munculnya kelompok aliran R. Sabda Kusuma. Ketiga barang bukti yang diajukan oleh kelompok Masyarakat Menara yaitu Buku Lampiran Sabdaku Suma Ilmu Thoriq dan Alam Pengaturannya, buku Lampiran Syahadat Ma’rifat, dan buku Lempiran Sabnaning Suma.
Dalam buku Lampiran Syahadat Ma’rifat halaman 30 memang terdapat perubahan kalimat syahadat yang ditulis dalam bahasa arab dengan bunyi “ashaduallaillahaillallah wa asyahadu anna R. Sabda Kusuma rosulullah wa imamul mahdi”. Akan tetapi, Penetapan adanya kelompok Sesat yang mengarah pada kelompok Sabda Kusma  yang dipimpin oleh Kusmanto tanpa di dahului dengan pemanggilan Kusmanto. Sehingga permasalahan menjadi rumit ketika  dari ketiga buku yang di jadikan barang bukti, hanya buku ketika yang diakui sebagai milik kelompok R. Sabda Kusuma.
Dengan disidangkannya Kasus R. Sabda Kusuma pada persolaan pemalsuan identitas kependudukan, maka opini publiks yang sudah terlajur terbentuk menjadi tidak jelas. Apakah benar atau tidak kelompok R. Sabda Kusuma menyebarkan aliran sesat atau tidak masih menjadi tanda tanya besar di masyarakat. Maka sebenarnya siapa yang membuat buku yang salah satunya berisi tentang perubahan syahadat mencaji bagian kunci untuk mengungkap dugaan penodaan agama yang dituduhkan kepada kelompok R. Sabda Kusuma.
Sekilas memang ketiga buku itu ditulis oleh orang yang sama karena sebagian besar isinya mengarah pada subtansi masalah yang sama. Simbol-simbul tertentu yang sama baik dalam bentuk  teks  maupun gambar  dalam ketiga buku tersebut banyak digunakan. Akan tetapi bisa dimungkinkan juga, ada pemalsuan atau penyalahgunaan teks-teks yang ada untuk kepentian pembunuhan karakter atau kepentingan politik kelompok tertentu. Sehingga kemungkinan dugaan adanya motif tertentu dalam kasus R. Sabda Kusuma bisa terjadi, bukan sekedar permasalahan keresahan masyarakat Menara.
Dilihat dari latar belakang kasus kejadian seperti yang tuturkan oleh Tim Masyarakat Menara, bahwa munculnya kasus Sabda Kusma kepermukaan adalah hasil dari laporan salah satu pengikut sabda yaitu Bambang Supriyono. Sementara itu, menurut penuturan R. Sabda Kusuma, Bambang Supriyono adalah pengikutnya yang tergabung dalam KOPPUMA yang telah beberapa kali melanggar aturan koperasi sehingga dipecat dali ketua KOPPUMA. Pada sisi lain, Bambang Supriyono bukan warga menara tetapi warga megawon, RT.03, RW IV Kudus.
Sementara posisi R. Sabda Kusuma di menara sebenarnya sudah cukup lama, yaitu mulai tahun 2005. Sebelum kasus hukum R. Sabda Kusuma muncul dipermukaan, selama tinggal di Menara tidak pernah terjadi itu atau complain dari masyarakat terhadap keluarga R. Sabda Kusuma. Padahal, selama R. Sabda Kusuma berada di menara telah tiga kali menggelar acara khaul kematian Sukmawina yang melibatkan melibatkan sejumlah tokoh ulama setempat, seperti K.H. Abdul Basyir (Jekulo Kudus), K.H. MA’ruf Irsyad, K.H. Ulil Albab (Kajeksan-Kudus), (Kajeksan Kudus) K.H., KH. Noer Khalim Ma’ruf Asnawi (Demaan Kudus)
Oleh karena itu, jika memang R. Sabda Kusuma membawa keresahan pada masyarakat menara, karena menyebarkan aliran sesat. Mengapa itu tidak terjadi dari awal kedatangan R. Sabda Kusuma. Pengungkapan Bambang Supriyono atas tuduhan adanya aliran Sesat yang dipimpin oleh R. Sabda Kusuma tidak mencerminkan ada unsur keresahan yang subtansial atau murni muncul pada masyarakat Menara.
Kemudian kalau memang Bambang merasa dirugikan, atau memang benar Kelompok R. Sabda Kusuma melakukan tindakan yang menyalahi hukum, mengapa Bambang tidak langsung melaporkan kasus R. Sabda Kusuma kepada polisi? Dan mengapa pengungkapan Bambang pada kasus tersebut dilakukan setelah dirinya dipecat dari kepengurusan R. Sabda Kusuma?
Ada fakta lain yang dituturkan oleh R. Sabda Kusuma, jauh sebelum Bambang Supriyono melaporkan kasusnya ke TIM menara,  bahwa Bambang Supriyono pernah meminta pada pada dirinya untuk mendukung proses pencalonan ketua Yayasan Menara, Syafiq Naskan menjadi calon Wakil Bupati Kudus. Namun R. Sabda Kusuma menolak karena dari pihak  keluarga istri Sabdaku Kusuma juga sedang mencalonkan diri.  R. Sabda Kusuma yakin, bahwa kasus hukum yang menimpa dirinya adalah ulah dari Kelompok Bambang yang sakit hati karena kalah dalam pemilihan bupati dan juga telah dipecat dari ketua koperasi KOPPUMA.  Diceritakan pula oleh R. Sabda Kusuma, bahwa Bambang Supriyono  memiliki kedekatan dengan Ketua Yayasan Masjid Masjid menara karena pernah menikahkan Bambang dan juga pendukung dalam pencalonan Bupati. (Wawancara dengan R. Sabda Kusuma, 16 November 2010)
Ditinjau dari sisi hukum, penyelesaian konflik warga menara dengan R. Sabda Kusuma tidak bisa serta merta dilakukan  melalui meja hijau. Dalam kasus dugaan penodaan agama  perlu adanya penyelidikan lebih dalam unsur-unsur penodaan terpenuhi. Dalam Penetapan Presiden Republik Indonesia (Penpres RI) Nomor 1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama disebutkan bahwa: Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan, atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang suatu agama  yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang  menyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.
Ada bebera kata kunci yang bisa diambil dari pasal 1 Penpres RI Nomor : 1/PNPS Tahun 1965 yaitu : 1) adanya unsur kegiatan yang sengaja dilakukan dimuka umum 2) adanya unsur pengajak, menganjurkan, atau penceritaan pada khalayak. 3) ajaran yang ditafsirkan bersifat pokok dari ajaran agama tertentu, bukan ajaran yang sifatnya rufudiyah (masih dalam perdebatan). Kemudian apabila ketiga unsur tersebut terpenuhi dalam kegiatan sebuah aliran atau kelompok keagamaan, maka langkah yang dapat diambil yaitu melakukan  perintah dan peringatan keras terhadap kelompok yang di tuduh melakukan kegiatan yang mengarah pada penodaan agama  untuk tidak  melakukannya. Peringatan keras itu dilakukan dengan  bentuk keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung, dan Menteri dalam Negeri.
Dari langkah pemberi peringatan keras, jika suatu kelompok agama yang dipandang melakukan penodaan suatu agama masih melakukan kegiatan sebagaimana disebut dalam pasal 1, maka presiden dapat membubarkan suatu kelompok keagamaan atau organisiasi keagamaan tertentu yang diapandang melaukan kegiatan yang melanggar ketetntuan perundangan sebagai oraganisasi terlarang setelah mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menter Dalam Negeri. Ketentuan tentang penetapan sebagai organisasi terlarang tersebut dalam pasal ayat 2 pasal 2 Penpres RI Nomor : 1/PNPS Tahun 1965.
Kemudian sebagaimana tersebut dalam pasal 3 Penpres RI Nomor : 1/PNPS Tahun 1965, orang atau organisasi atau aliran kepercayaan tertentu apabila terus melanggar  ketentuan pasal 1, dan pasal 2, maka orang, penganut, anggota/atau anggota pengurus oragnaisai yang bersangkutan dapat dipidanakan dengan pidana penjara semala-lamanya lima tahun.
Oleh karena itu, langkah polisi tidak menjatuhkan pasal tuduhan penodaan agama pada kasus R. Sabda Kusuma di Kabupaten Kudus sangat tetap. Terlebih lagi tuduhan penodaan dari fakta-fakta hukumnya lemah, seperti belum ditemukannya siapa penulis buku  Lampiran Sabdaku-Suma : Ilmu Thoriqot dan Alam Pengaturannya, dan Buku Lampiran Syahadat Ma’rifat.
Namun demikian pengalihan proses pengadilan Sabda pada Kasus lain yaitu pemalsuan dokumen identitas sangatlah rawan terhadap konflik sosial keagamaan di masyarakat. Hal itu disebabkan dari proses penangkapan dan penahanan, hingga persidangan, opini public sudah terlanjur pengarah pada kasus penodaan agama yaitu tuduhan penyebaran aliran sesat. Sehingga subtansi kasus sebagai sebab hukum yang pertama tidak bisa terselesaikan. Ketidak pastian hukum menyebabkan konsisi mengambang yang berakibat kegamangan hukum yang dapat mempengaruhi sikap masyarakat. Terlebih lagi lebel sesat yang mengarah pada di R. Sabda Kusuma tidak dicabut oleh MUI. Tuduhan sesar adalah sinyalemen yang sangat berbahaya karena syarat dengan unsur sara yang bisa  menyulut emosi sosial dalam kaitannya persoalaan keyakinan.     
B.  Dampak Sosial Kasus R. Sabda Kusuma
Dari surat keterangan MUI, penetapan R. Sabda Kusuma sebagai aliran sesat sangat mempengruhi opini public, karenanya menyentuh perasaan hak asasi keagamaan. Meskipun MUI tidak menyebutkan nama sebuah kelompok  atau mengarah pada sesorang akan tetapi jika diruntut pada alur masalah, penetapan sesat itu mengarah pada kelompok masyarakat yang dipimpin secara non formal oleh Kusmanto yang memiliki nama lain R. Sabda Kusuma.
Dilihat dari dasar hukum yang digunakan MUI sangatlah lemah. Dalam surat pernyataan yang ditandatangani oleh ketua umum dan sekretaris umum MUI Kudus, MUI kudus hanya menyebutkan alasan penetapan sesat pada aliran R. Sabda Kusuma yaitu dari hasil rapat yang di gelar di Kantor Kesbang Polinmas Kabupaten Kudus tanggal 9  November 2010, tanpa menyebutkan rincian hasil rapat dan dihadiri oleh siapa. Dalam rapat tersebut , kelompok Sabda Sabda tidak diminta hadir dalam rapat  untuk diminta penjelasan terlebih dahulu.
Dalam Surat penyataan MUI itu hanya menyebutkan adanya termuan perubahan kalimat syahadat yang disasarkan pada buku. Namun ketika dimintakan klarifikasi pada kelompok Sabda, kelopok R. Sabda Kusuma tidak mengakui itu sebagai buku yang dianut oleh mereka. Itu artinya penetapan sesat yang mengarah pada R. Sabda Kusuma alias kusmanto harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu  menurut penetapan pengadilan, sebelum dinyakan Sabdo Kusuma alias Kusmanto dituduh berada di balik temuan buku yang mengandung unsur penodaan agama. MUI tidak bisa dengan mudah menyebut orang, atau kelompok tertentu atas dasar aduan masyarakat yang mengaku resah atas tindakan seseorang atau kelompok  keagaaan tertentu.
  Pada tanggal 9 November 2007, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan 10 kriteria aliran sesat. Apabila ada satu ajaran yang terindikasi punya salah satu dari kesepuluh kriteria itu, bisa dijadikan dasar untuk masuk ke dalam kelompok aliran sesat. Namun dalam dalam ranah humum positif, penetatap sesat MUI masih dalam perdebatan, apakah bisa dijadikan dasar hukum atau tidak. Kesepuluh criteria sesat yang menjadi indicator yaitu :
1.        Mengingkari rukun iman (Iman kepada Allah, Malaikat, Kitab Suci, Rasul, Hari Akhir, Qadla dan Qadar) dan rukun Islam (Mengucapkan 2 kalimat syahadah, sholat 5 waktu, puasa, zakat, dan Haji)
2.        Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar`i (Alquran dan as-sunah),
3.        Meyakini turunnya wahyu setelah Alquran
4.        Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Alquran
5.        Melakukan penafsiran Alquran yang tidak berdasarkan kaidah tafsir
6.        Mengingkari kedudukan hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam
7.        Melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul
8.        Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir
9.        Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah
10.    Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar’i. (http://www.media-islam.or.id)
Akibat dari penetapan MUI  itu,  persoalan menjadi rumit dan cenderung memanas, ketika masyarakat menara tidak terima terhadap pengakuan Kusmanto Sujono sebagai pimpinan menolak yang menolak tuduhan terhadap dirinya telah mengubah sahadat yang menjadi pokok keimanan umat Islam. Dengan penetapan MUI  terhadap kelompok R. Sabda Kusuma sebagau aliran sesat maka secara prikologis dan sosiologis masyarakat menara khususnya mendapat perlindungan dari kelompok yang  memiliki kekuasaan secara agama. Dengan label sesar, orang dapat dengan mudah melakukan tindakan anarkis.
Dengan  penetapan MUI maka persolan R. Sabda Kusuma berkembang menjadi persoalan minoritas dan mayoritas yang didalamnya terdapat hegemoni kekusaan agama dalam ranah politik. Persoalan R. Sabda Kusuma yang semula berada pada ranah indivual yaitu antara pribadai R. Sabda Kusuma dengan pribadi bambang Priyanto yang kemudian berkembang pada masalah kelompok, dan akhirnya berkembang lagi pada masalah sosial yang melibatkan banyak elemen di masyarakat akibat dari pemberitaan media massa.  
Meminjam pendapat  Martin dalam tulisannya tentang “Gerakan Sempalan di Kalangan Ummat Islam Indonesia” yang pernah dimuat di Ulumul Qur'an vol. III no. 1, 1992, 16-27. Posisi MUI dalam kasus R. Sabda Kusuma tidak ubahnya sebagai “mainstream” atau “ortodoksi” yang  memposisikan sebagai aliran induk yang harus dihormati kedudukannya. Sehingga R. Sabda Kusuma dianggap telah menyempal dari aliran induk yang dalam hal ini yaitu dari kelompok umat Islam yang berhauan ahlu sunah waljamaah
Dalam pendekatan sosiologis ini, "ortodoksi" dan "sempalan" bukan konsep yang mutlak dan abadi, namun relatif dan dinamis. Ortodoksi atau mainstream adalah faham yang dianut mayoritas umat -- atau lebih tepat, mayoritas ulama; dan lebih tepat lagi, golongan ulama yang dominan. Sebagaimana diketahui, sepanjang sejarah Islam telah terjadi berbagai pergeseran dalam faham dominan - pergeseran yang tidak lepas dari situasi politik. Dalam banyak hal, ortodoksi adalah faham yang didukung oleh penguasa, sedangkan faham yang tidak disetujui dicap sesat; gerakan sempalan seringkali merupakan penolakan faham dominan dan sekaligus merupakan  protes terhadap ketimpangan sosial atau politik.
Sebagai contoh, Faham aqidah Asy'ari, yang sekarang merupakan ortodoksi, pada masa 'Abbasiyah pernah dianggap sesat, ketika ulama Mu'tazili (yang waktu itu didukung oleh penguasa) merupakan golongan yang dominan. Jadi, faham yang sekarang dipandang sebagai ortodoksi juga pernah merupakan sejenis "gerakan sempalan". Bahwa akhirnya faham Asy'ari-lah yang menang, juga tidak lepas dari faktor politik. Contoh yang lebih tepat adalah gerakan Islam reformis Indonesia pada awal abad ini (seperti Al Irsyad dan Muhammadiyah) yang dengan tegas menentang "ortodoksi" tradisional yang dianut mayoritas ulama, dan dari sudut itu merupakan gerakan sempalan.
Selama proses penyelidikan kasus berlangsung, dampak yang nyata dari tuduhan sesat kelompok Sabda Kusma udah  muncul. Sebagaimana diekspose oleh media yaitu muncul ketegangan sosial yang  benbentuk pemaksaaan yang mengarah pada tindakan anarkis. R. Sabda Kusuma yang berada tinggal di RT01 RW I Kelurahan Kauman Kecamatan Kota Kabupaten Kudus pada tanggal 23 November 2009 dipaksa untuk  menandatangi surat pernyataan yang berisi pernyataan kesanggupan untuk pindah dari menara setelah proses hukum selesai. Akan tetapi, belum sampai proses hukum itu selesai, massa sudah memanas, akibat  profokasi dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Kemarahan warga berbunut pada pengerahan massa dari TIM menara untuk mendatangi rumah R. Sabda Kusuma.
Kegangan antar kelompok R. Sabda Kusuma dengan TIM menara terus saja terjadi. Dipihak TMM mengaku mendapatkan aksi terror dari pihak-pihak yang diduga dari kelompok Sabda. Teror bernada ancaman itu dialamatkan pada saksi-saksi yang telah memberikan keterangan di kepolisian. Bahkan warga kauman juga digegerkan dengan isu yang berkembang dengan nada merendahkan dan ejekan. Sehingga akan dikhawatirkan memancing emosi warga. Warga Kauman dituduh tidak punya nyali, tidak berani melawan. Namun, ketika di konfirmasi pada pihak R. Sabda Kusuma, semua tuduhan itu disangkal. Bahwa apa yang dituduhkan warga pihak kami melakukan profokasi itu tidak benar. (Radar Kudus, 13 Desember 2009)
Selain dampak ketegangan sosial yang  mengarah secara langusng pada R. Sabda Kusuma sebagai figure dalam kelompok, dampak lain juga  mengarah pada  orang-orang dekat yang biasa disebut murid atau pengikut dan keluarga. Abdul latif misalnya, Sebagai sosok modin secara sosial setelah kaus R. Sabda Kusuma muncul dipermukaan  dia menjadi  dikucilkan dimasyatrakat, sehingga tidak bisa menjalanjan tugasnya dengan baik. Meskipun secara legas, posisi modin yang dijabat oleh Abdul latif belum dicabut, namun karena desakan masyarakat, abdul latif memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya. (Wawancara dengan Abdul Lathif, 16 Novermber 2010)
Dengan penyelesaikan kasus R. Sabda Kusuma pada persolan yang bukan merupakan subatnsi hukum yang menjadi kausul utama  yaitu pengaduan masyarakat tentang dugaan adanya penyimpangan ajaran yang mengarah kesesatan maka di masyarakat akan memunculkan kegelisaan.  Kegelisaan yang tidak berdasar akan menghasilkan perasaan juriga terhadap  kelompok  R. Sabda Kusuma masih bisa terjadi, karena tidak ada kejelasan hukum. Sementara kelompok Samda Kusuma juga  merasa tidak nyaman dalam kehidupan sosialnya. 
Munculnya kegelisaan beragama dialami oleh masyarakat Desa Padurenan. Masyarakat Padurenan mendengar kabar kepindahan R. Sabda Kusuma pulang ke kampong isterinya, Klumpit. Kecurigaan masyarakat dapat dilihat dari desas desus yang tersebar di masyarakat bahwa R. Sabda Kusuma akan membangun pondok di Desa Klumpit. Tetapi ketika dicek oleh peneliti, R. Sabda Kusuma hanya membuat gazebo di depan rumah dan melakukan perbaikan terhadap rumah belakang. Demikian juga keluarga sabda, kecurigaan warga itu juga dirasakan karena ada pihak ketiga yang bermain. Keluarga Sabda selama  tinggal di Klumpit setelah keluar dari penjara mendapatkan isu yang tidak sedap. Masyarakat Klumpit  mendapat pengaruh dari orang luar untuk mengusir R. Sabda Kusuma dari kampong halaman isterinya. (Wawancara dengan Siti Khoiriyah, 16 November 2010)
Suasana dan isu-isu sesat yang menyesatkan masyarakat inilah yang bisa menyebabkan suasana keberagamaan tidak kondusif, karena ada perasaan curiga antara pihak Sabda dengan kelompok yang tidak senang. Pihak-pihak yang selama ini menginginkan kasus R. Sabda Kusuma dip roses sesuai dengan tuduhan awal yaitu penodaan agama, menjadi kecewa. Sehingga memunculkan kelompok-kelompok yang tidak puas dengan proses hukum yang terjadi.
D. Dampak Perbedaan Pemikiran
Dilihat dari sisi pokok-pokok ajaran yang  tertuang dalam buku Lempiran Sabdaning Suma yang diakui sebagai milik kelompok R. Sabda Kusuma, nampak bahwa ajaran R. Sabda Kusuma syarat dengan nuansa mistis dan sinkretisme. Ajaran Sabda Kuma secara umum sudah banyak menggunakan bahasa Jawa sebagai media penuturan. Singkretisme ajaran nampak dari konsep-konsep yang digunakan. Dari awal halaman sunah nampak dari penggunaan kata “Rojo Macak Kawulo, Ratu Macak Sudro, Wong Mulyo Macak Nisto”. Kata kata tersebut adalah bagian dari konsep dalam falsafah yang digagas oleh pujangga Jawa.
Pada sisi yang lain terutama pada konsep tauhid dan ajaran taswuf yang diajarkan oleh kelompok R. Sabda Kusuma banyak mengambil dari konsep Islam. Menurut penjelasan Abdul Latif dan Abdul Wahid, dalam ajaran tauhid yaitu terkait sifat-sifat Allah dengan jumlah dua puluh diambil dari konsep yang dijelaskan dalam Kitab Jauhar Tauhid karangan Syeh Ibarahim Al-Qoni. Akan tetapi penjelasan terkait dengan pengamalan dalam kehidupan manusia, banyak mendapatkan masukan dari unsure kejawen. Seperti penjelasan tentang manusia, yang di ciptakan oleh Allah dari empat unsure, yaitu bumi, air, angin dan api. Dalam penjelasan keempat unsure itu memiliki makna tersendiri yaitu: wadi, madi, mani, manikem. (Lempiran Sabdaning Suma, hal 59)
Dalam konsep tasawuf terdapat ajaran Nur Muhammad sebagai intisasi kehidupan. Konsep Nur Muhammad adalah lazim digunakan dalam ilmu-ilmu thoriqoh. Siapa yang bisa mendapatkan Nur Muhammad itulah yang bisa mencapai hakekat yang sebenarnya dari tinggkatan tertinggi dalam tarekat (laku tasawuf). Bagi ulama yang mendalami tasawuf dapat memahani konsep Nur Muhammad sebagai bagian dari keabadian Tuhan. Seperti teori yang diciptakan oleh Al Hallaj yang mencetuskan teori hulul menyatakan bahwa Nur Muhammad mempunyai dua bentuk, yakni Nabi Muhammad yang dilahirkan dan menjadi cahaya rahmat bagi alam dan yang berbentuk nur. Nur Muhammad adalah cahaya semula yang melewati dari Nabi Adam ke nabi yang lain bahkan berlanjut kepada para imam maupun wali. Cahaya melindungi mereka dari perbuatan dosa (maksum) dan mengaruniai mereka dengan pengetahuan tentang rahasia ketuhanan.
Alimul Fadhil H Muhammad Zaini bin Abdul Ghani al-Banjari, Guru Sekumpul memulai penjelasannya dengan ungkapan yang sangat dikenal dalam dunia tasawuf, di mana untuk mengenal Tuhan seseorang harus terlebih dahulu mengenal akan dirinya. Maksudnya, untuk sampai kepada pengenalan terhadap Tuhan, haruslah terlebih dahulu dipahami dua hal. Pertama, ia harus terlebih dahulu mengenal asal mula akan kejadian dirinya sendiri. Dari mana, di mana dan bagaimana ia dijadikan? Kedua, harus terlebih dahulu mengetahui apa sesuatu yang mula-mula dijadikan oleh Allah Swt. Kedua perkara itu menjadi prasyarat kesempurnaan bagi penuntut ilmu tasawuf (salik) dalam mengenal (makrifah) kepada Allah. 
Yang mula-mula dijadikan oleh Allah adalah Nur Muhammad Saw lalu dijadikanlah roh dan jasad alam semesta. Roh (dan roh manusia) diciptakan Allah, sedangkan jasad manusia diciptakan mengikut kepada dan dari jasad Nabi Adam as. Karena itu, Nabi Muhammad Saw nenek moyang roh, sedangkan Nabi Adam as adalah nenek moyang jasad. Hakikat dari penciptaan Adam as sendiri berasal dari tanah, tanah berasal dari air, air berasal dari angin, angin berasal dari api, dan api berasal dari Nur Muhammad.
Pada prinsipnya roh manusia diciptakan dari Nur Muhammad, jasad atau tubuh manusia pun hakikatnya berasal dari Nur Muhammad. Jadilah kemudian cahaya di atas cahaya (QS An-Nuur 35). Di mana roh yang mengandung Nur Muhammad ditiupkan kepada jasad yang juga mengandung Nur Muhammad. Bertemu dan meleburlah kemudian roh dan jasad yang berisikan Nur Muhammad ke dalam hakikat Nur Muhammad yang sebenarnya. (Banjarmasinpost.co.id  Jumat, 25 Juni 2010) 
Nuansa Sinkretis dalam ajaran R. Sabda Kusuma diantara  dapat dilihat dalam konteks sosiologi keagamaan masyarakat Jawa. Meski ulama-ulama Islam telah berhasil  melakukan Islamisasi Jawa, namun nuansa sinkretisme dalam praktek ibadah tetap saja ada. Hal ini disebabkan oleh pengaruh kekuasan raja dalam melakukan perpaduan kebudayaan.  Dengan diakuinya agama Islam menjadi agama di lingkungan istana Mataram oleh Sultan Agung, Kebudayaan Islam menjadi bagain yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Jawa. Proses Islamisasi Kebudayaan Jawa semakin nyata ketika Kebijakan Sultan agung mengganti tahun saka menjadi tahun Jawa dengan berpedoman pada tahun hijrah pada penanggalan Islam masih terus dilestarikan.
Dalam kontur budaya Jawa, Raja adalah sosok yang dipandang memiliki keuatan yang terhubung langsung dengan penguasa alam. Raja Jawa  juga dipandang  memiliki kekuatan mampu berhubungan dengan arwah nenek moyang, Nyai Roro Kidul, dan mahluk-mahluk halus yang menguasai gunung merapi dan gunung lawu. Hubungan sultan dengan dunia supranatural ini diwujudkan dengan tradisi labuan sebagai bentuk persembahan sesaji pada Nyai Roro Kidul. Ritual labuhan pantai selatan ini adalah ritual yang dianggap sangat penting bagi Kraton Jogja dengan tujuan untuk mendapatkan kesejahteraan dan keselamatan hidup.  Sehingga selain pemeluk agama menyakini adanya Allah, mereka juga meyakini adanya kekuatan-keutaan benda-benda. (Soemarjan 1991)
Ingkulturasi Islam dengan kebudayaan Jawa jelas terlihat dari berbagai bentuk upacara tradisi yang digelar oleh masyarakat dalam menyambut kedatangan bulan-bulan yang dianggap memiliki nilai berkahan. Gelar kebudayaan seperti, grebeg maulud, grebeg suro. Khusus pada bulan suro dianggap sebagai bulan sacral. Oleh karena itu dianggap bulan yang suci, bulan untuk melakukan perenungan, bertafakur, berintrospeksi, mendekatkan diri kepada Sang Khalik. Cara yang dilakukan biasanya disebut dengan laku, yaitu mengendalikan hawa nafsu dengan hati yang ikhlas untuk mencapai kebahagiaan dunia akhirat.
Selain itu pada konteks kepercayaan masyarakat juga masih ada menyakini adanya satrio piningit seseuai dalam ramalan jaya baya. Sebahagian masyarakat bangsa Indonesia bahkan dengan kepercayaannya meyakini bahwa "Ratu Adil" atau Satrio Piningit ialah sosok pemimpin yang mampu membawa Nusantara atau Bangsa Indonesia menuju negara yang gemah ripah loh jinawi toto tentrem kertoraharjo (kaya sumber daya alam dan subur, aman, tentram, dan sejahtera). Bung Karno Sang Proklamator Bangsa Indonesia pun di suatu kesempatan pernah menyatakan bahwa, kelak suatu saat nanti Bangsa Indonesia akan dipimpin oleh seorang "Ratu Adil" atau Satrio Piningit yang mampu membawa Bangsa Indonesia menuju zaman keemasan.
Mengikuti alur ramalan Prabu Sri Jayabaya tentang keadaan Nusantara, di suatu masa di masa datang, akan ada suatu masa yang penuh bencana. Gunung-gunung akan meletus, bumi berguncang-guncang, laut dan sungai akan meluap. Ini akan menjadi masa penuh penderitaan. Masa kesewenang-wenangan dan ketidakpedulian. Masa orang-orang licik berkuasa, dan orang-orang baik akan tertindas.  Tetapi, setelah masa yang paling berat itu akan datang zaman baru. Zaman yang penuh kemegahan dan kemuliaan. Zaman keemasan nusantara. Dan, zaman baru itu akan datang setelah datangnya sang "Ratu Adil" atau Satrio Piningit.
Konsep kosmologi yang membentuk karekateri sosial dan pemahaman agama masyarakat Jawa memberikan corak mistis pada pemahamaan agama. Maka ketika R. Sabda Kusuma dapat meramu kosmologi jawa dalam bentuk mitos –motos lama, maka masyarakat akandapat dengan mudah memahami. Sehingga secara tidak langgung ajaran sabda mendapatkan legitimasi sosial. Bahkan legitimasi itu semakin nyata ketika dalam ceramah yang disampaikan oleh Kyai Ma’ruf Irsyat dari Kudus, menceritakan proses bangkitnya kembali badal sunan Bodang yang sudah meninggal ketika sunan boning merasa tidak paus dengan pada yang diberikan pembantunya yang baru. Sunan Bonang secara tidak sengaja memanggil nama saleh badalnya yang dulu, atas kuasa Allah saleh yang tidak meninggal itu bangkit datang kembali untuk melayani permintaan Sunan Bonang.
Dosen setain IAIN, Norsaid melihat bahwa fenomena R. Sabda Kusuma merupakan fenomena keberagamaan atas respon  terhadap realitas.  Persoalan R. Sabda Kusuma bisa saja bersumber dari  pelarian atas persoalan sosial. Hal ini tidak ubahnya dengan munculnya sekte sekte yang ada saat ini yang ditibulkan dari rasa ketidak puasan terhadap agama-agama formal. Selain itu kemunculan R. Sabda Kusuma juga bisa disebabkan oleh faktor ekonomi. Bisa juga adanya fenomena tersebut muncul akibat dari ketidak puasaan terhadap pemerintah, maka peneyelesaiannya tidak bisa dengan cara serta merta hitam diatas putih.  Perlua danya pendekatan budaya terhadap mereka.
Menurut  Zamhuri pengamat sosial Kudus, fenomena R. Sabda Kusuma tidak semata  fenomena yang berdiri sendiri sebagai fenomena agama. R. Sabda Kusuma juga merupakan fenomena sosial yang didukung oleh kegiatan ekonomi yang dibalut dengan bungkus aliran pemikiran keagamaan. Penyebanya pertama agama mainstrem yang estabilis kurang memberikan jawaban terhadap fenomena   atau persoalan yang berkembang di masyarakat akhrirnya ketika ada pemahamaan keagamaan yang dioanggap bisa memberikan jawaban terutama pada hal peroalan ekomomi, akhirnya itu menjadi diminati oleh sebagian masyarakat yang memang pondasi keayakinan agamanya kurang> Dalam pemahaman agama  (estabilis) yang turun-temurun, maka akan ada persoalan-persolakan baru yang berkembang tdiak bisam membeirkan jawaban. Maka ketika ada pemikrian baru yang beda dan bisa memberikan jawaban maka,  mereka menjadi tertari.
2) R. Sabda Kusuma merupakan usaha eksatisme atau pelarian terhadap sistem keyakinan dan persoalan kehidupan yang selama ini diyakini, yang kemudian mereka menemukan jawaban disitu. Sehinnga ini merupakan gejala eksatis me sosial, yang didalamnya terhadap harapan peluruh dahaga spiritual. 3) Terhadap aura mistis yang coba dikontruksi oleh aliran R. Sabda Kusuma. Masarakat kita yang mayorita sebagai Islam jawa itu kan suka terhadap hal-hal mistis. Ketika ada mistisisme itu muncul dan dikontruksi  sedemikan rupa sehingga bisa memberikan aura interes yang menarik, maka masyarakat akan dengan mudah tertarik. 4) ada ketokohan, tokoh yang dianggap dapat memberikan  pencerah yang bisa menjadi role model dari yang dibangun dengan daya megis yang dimilikinya. Untuk meninggikan derajat yang dimiki oelh sang tokoh. 
Beberap inidikasi itu, maka R. Sabda Kusuma dapat diterima oleh sebagian masyarakat kita yang sebeltulnya itu tidak wajar dalam sistem keyakinan yang estabilis ini apalagi dipusat tersebarnya kebudayaan Islam yaitu seputar  (menara).
Mengapa di pusat keagamaan menara, saya melihatnya ada upaya untuk membonjeng. Biasanya jika ada kelompok keayakinan keagaman yang populer, dimenara terkenal dengan kelompok Ilsam. Dari yang populer ini maka biaasanya amka akanterjadi imitasi ataud  dalam  hal lain bisa disebut sebagai mendompleng kepopuperan yang ada disitu. Ada proteksi soial yang diharapkan R. Sabda Kusuma dapat di kembangkan disitu, yaitu negeger kemulyaan di Menara.  Kalau Sabda merintis di daerah terpentil itu bukan hal yang aneh, tetapi jika aliran itu dikembangkan pada daerah yang berpengaruh maka, popularitas ajaran itu akan dengan mudah menyebar dan dapat penagruh.   (Zamhuri menyebutnya sebagai Ngenger kamulyan)
Mengapa kelompok ada yang bertahan, karena mereka diperankan dalam kelompok kalau dikelompok mainstream dia diuwongke mendapatkan peran (entah itu di berikan iming- materi dan mater justru mereka menaci orang seperti itu untuk menjadi agen   Beda dengan sosok, aklau ada penghormatan sosial penghormatan ekonomi mengalir.



BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A.  Kesimpulan
R. Sabda Kusuma adalah manusia biasa yang lahir  anak pasangan Ibu Tuminah dan Bapak Nasran  Dukuh Tempel, Desa Terban, Kecamatan Jekulo Kudus. Dalam menjalani kehidupannya R. Sabda Kusuma mengalami berapa pengalaman mistis yang tidak bisa dimengerti oleh banyak orang.
Poko-pokok ajaran  R. Sabda Kusuma sebagaimana tertuang dalam buku Lempiran Sabdaning Suma  yang ditulis oleh dua muridnya subtansinya bersisi tentang ajaran Tasawuf yaitu haqiqi ma’rifatullah. Untuk membangun keutuhan buku, kemudian ada beberapa ajaran tambahan yaitu ajaran tentang tauhid, hikmah dari cerita kehidupan nabi-nabi hingga keturunan R. Sabda Kusuma, dan ramalan datangnya harikiamat dan ratu adil.
Polemik kasus R. Sabda Kusuma  yang dituduh sesat tidak semata-mata murni persoalan agama, akan tetapi ada indikasi kepentingan pribadi seseorang untuk menjatuhkan nama baik R. Sabda Kusuma.
Pokok yang ajaran yang dianggap menyipang dari ajaran R. Sabda Kusuma adalah tuduhan mengubah syahadat tauhid dan sahadat rosul dari yang seharusnya berbunyi “Asyhadu annla Illaha Illallah, Wa asyhadu Anna muhammadan rasululllah” berubah menjadi “Asyhadu annla Illaha Illallah, Asyhadu Anna R. Sabda Kusuma Rasulullah”. Akan tetapi, selama proses penyelidikan polisi dilakukan, tuduhan itu tidak terbukti.
Iplikasi tuduhan sesat terhadap R. Sabda Kusuma memberikan pengaruh pada kehidupan sosial keagamaan yang disebabkan pada tidak adanya kepastian dalam subtansi kasus R. Sabda Kusuma. 



B.  Saran
Untuk pemerintah harus lebih berhati-hati dalam penanganan tuduhan sesat terhadap kelompok keagamaan tertentu, karena dimungkinkan ada motif-motif lain dibaliknya.
Masyarakat jangan mudah terpancing emosi dalam menyikapi isu-isu yang berkaitan dengan masalah  penodaan agama dan khususnya tuduhan sesat terhadap kelompok keagamaan tertentu.





DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Dessy. Kamus lengkap Bahasa Indonesia, Karya Abdi Tama, Surabaya, 2001, hal. 30.
Huntington, Samuel P. 2005. Benturan Antar Peradaban Dan Masa Depan Politik Dunia. Yogyakarta : Qalam.  
Louis, Leahly SJ. 1990. Aliran-Aliran Besar Ateisme. Yogyakarta : Kanisius
Miles, Mattew, B. Hurberman, A. Michai. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terjemahana Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press.
Moleong. Lexy. J, 2006. Medotodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). PT.Remaja Rosdakarya, Bandung
Naisbiit, John. 1995. Global Paradox. London : Nicholas Brealy Publishing.
Pals, Daniel L. 2001. Seven Theori of Religion : Dari Animisme EB. Tylor, Materialisme Karl Marx Hingga Antropologi Budaya C. Geertz. Yogyakarta : QalamScharf, Betty R. 1995. Kajian Sosiologi Agama. Yogyakarta : Tiara Wacana

0 komentar: